Jilbab Semakin Mendunia, Prof Quraish Ungkap Sejumlah Faktor Pemicunya

Dunia semakin memperhatikan hijab sebagai ekspresi individual

EPA/SHAMSHAHRIN SHAMSUDIN
Ilustrasi Muslimah. Dunia semakin memperhatikan hijab sebagai ekspresi individual Muslimah
Rep: Imas Damayanti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam dua dekade terakhir saja eksistensi jilbab semakin banyak peminatnya. Di tingkat internasional setelah Pemerintah Prancis menetapkan larangan penggunaan-penggunaan simbol agama di sekolah-sekolah Perancis, masyarakat dunia justru semakin menyemarakkan jilbab. 

Baca Juga


 

Pakar Tafsir asal Indonesia, Prof Quraish Shihab, dalam buku berjudul Jilbab Pakaian Muslimah menjelaskan, banyak analisis tentang faktor-faktor yang mendukung tersebarnya fenomena berjilbab di kalangan kaum Muslimah. 

Faktornya bisa dari kesadaran beragama atau sekadar menggunakan jilbab untuk pemenuhan fashion semata. Namun demikian beliau juga menjabarkan, maraknya penggunaan jilbab di kalangan Muslimah bisa jadi karena sikap penentangan terhadap dunia Barat.

Di mana barat seringkali menggunakan standar ganda sambil melecehkan umat Islam dan agamanya. 

Misalnya sebagaimana yang dicontohkan guru penulis, dan juga mantan Pemimpin Tertinggi Al-Azhar Mesir, Syekh Abdul Halim Mahmud. Beliau yang merupakan jebolan filsafat di Universitas Sorbone Paris ini mulanya mengenakan pakaian ala barat.

Namun begitu beliau mendengar ucapan yang melecehkan Al-Azhar dari Gamal Abdu Nasser yang ketika itu merupakan Presiden Mesir, Syekh Abdul Halim menanggalkan pakaian Baratnya. 

Syekh Abdul Halim menganjurkan semua civitas akademika Al-Azhar agar memakai pakaian resmi Al-Azhar yakni jubah dengan penutup kepala berwarna merah dan putih.

Di sisi lain, ada juga yang menduga bahwa pemakaian jilbab adalah simbol pandangan politik yang pada mulanya diwajibkan oleh kelompok-kelompok Islam politik. 

Tujuannya guna membedakan sementara wanita yang berada di bawah panji-panji kelompok-kelompok itu dengan wanita-wanita Muslimah lain atau yang non-Muslimah.

Lalu kelompok-kelompok itu berpegang teguh dengannya sebagai simbol mereka dan memberinya corak keragaman. Hal itu sebagaimana yang dilakukan oleh sementara pria yang memakai pakian longgar dan panjang (ala Mesir dan Arab Saudi ) atau ala India dan Pakistan sehingga diduga bahwa itu adalah pakaian Islami.

Hukum memakai hijab

Prof Quraish menjabarkan bahwa, menyangkut hijab, para ulama saling berbeda pendapat mengenai kewajibannya.

Para ulama terklasifikasi mulai dari ulama-ulama terdahulu yang terkesan ketat soal hijab, ulama dan cendikiawan kontemporer yang terkesan longgar, hingga para ulama yang mengambil sikap tawaqquf (belum memberi pendapat menyangkut berbagai persoalan kegamaan akibat tidak memiliki pijakan yang kuat dalam memilih argumentasi beragam yang ditampilkan oleh berbagai pendapat).

5 Muslimah berhijab cemerlang di bidangnya. - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler