Ratusan Pejabat Amerika dan Eropa Protes Kebijakan Pemerintahannya Terhadap Israel

Para pejabat yang protes merasa suara mereka diabaikan pemerintahnya.

EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Rumah keluarga Abu Naseir hancur akibat serangan udara Israel di Deir Al Balah di Jalur Gaza selatan, 3 Februari 2024. Tiga anggota keluarga Abu Naseir wafat.
Rep: Muhyiddin Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lebih dari 800 pejabat Amerika dan Eropa telah menandatangani pernyataan yang memperingatkan kebijakan pemerintah mereka sendiri mengenai serangan Israel di Gaza dapat dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

Dalam “Pernyataan transatlantik” yang dikutip BBC menyatakan pemerintahan negara-negara tersebut berisiko terlibat dalam salah satu bencana kemanusiaan terburuk abad ini. Namun, nasihat ahli mereka dikesampingkan.

Ini adalah tanda terbaru adanya perbedaan pendapat yang signifikan di pemerintahan beberapa sekutu utama Israel di Barat. Dilansir Saudi Gazette, Ahad (4/2/2024), salah satu pihak yang menandatangani pernyataan tersebut adalah seorang pejabat pemerintah AS dengan pengalaman lebih dari 25 tahun di bidang keamanan nasional. Dia mengatakan pemerintah terus mengabaikan kekhawatiran mereka.

“Suara mereka yang memahami kawasan dan dinamikanya tidak didengarkan,” kata pejabat yang tidak berkenan disebutkan namanya.

“Apa yang benar-benar berbeda di sini adalah kami tidak gagal mencegah sesuatu, kami secara aktif terlibat. Hal ini secara fundamental berbeda dari situasi lain yang saya ingat,” kata pejabat tersebut.

Pernyataan tersebut ditandatangani oleh pegawai negeri sipil dari AS, Uni Eropa, dan 11 negara Eropa termasuk Inggris, Prancis, dan Jerman. Dikatakan bahwa Israel tidak menunjukkan batasan dalam operasi militernya di Gaza hingga mengakibatkan puluhan ribu kematian warga sipil yang sebenarnya bisa dicegah.  

“Ada risiko yang masuk akal bahwa kebijakan pemerintah kita berkontribusi terhadap pelanggaran berat terhadap hukum internasional, kejahatan perang dan bahkan pembersihan etnis atau genosida,” katanya.

Baca Juga


Identitas orang-orang yang menandatangani...

Identitas orang-orang yang menandatangani atau mendukung pernyataan tersebut belum dipublikasikan dan BBC belum melihat daftar nama-namanya. Namun, dapat dipahami hampir setengahnya adalah pejabat yang masing-masing memiliki pengalaman setidaknya satu dekade di pemerintahan.

Seorang pensiunan duta besar AS mengatakan bahwa koordinasi yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil yang berbeda pendapat di berbagai pemerintahan belum pernah terjadi sebelumnya. “Ini merupakan pengalaman unik saya dalam mengamati kebijakan luar negeri dalam 40 tahun terakhir,” kata mantan duta besar Amerika untuk Aljazair dan Suriah Robert Ford.

Dia menyamakan hal ini dengan kekhawatiran pemerintahan AS pada 2003 atas kesalahan intelijen yang mengarah pada invasi ke Irak, namun ia mengatakan saat ini banyak pejabat yang keberatan tidak mau tinggal diam.

“Masalah perang Gaza sangat serius dan dampaknya sangat serius sehingga mereka merasa harus mengumumkannya kepada publik,” ucap dia.

Para pejabat tersebut berpendapat dukungan militer, politik atau diplomatik pemerintah mereka saat ini kepada Israel tidak hanya berisiko menyebabkan kematian warga Palestina lebih lanjut, namun juga membahayakan nyawa para sandera yang ditahan Hamas, serta keamanan dan keselamatan Israel sendiri.

“Operasi militer Israel telah mengabaikan semua keahlian penting kontraterorisme yang diperoleh sejak 11/9. Operasi (militer) tidak memberikan kontribusi terhadap tujuan Israel untuk mengalahkan Hamas dan malah memperkuat daya tarik Hamas, Hizbullah dan aktor-aktor negatif lainnya,” katanya.

Para pejabat mengatakan mereka telah...

Para pejabat mengatakan mereka telah menyatakan keprihatinan profesional mereka secara internal, namun ditolak karena pertimbangan politik dan ideologi. Departemen Luar Negeri AS, Komisi Uni Eropa, dan Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan Inggris telah dihubungi untuk memberikan komentar.

Pernyataan tersebut menunjukkan meskipun operasi militer Israel telah menyebabkan kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap nyawa dan harta benda di Gaza, tampaknya tidak ada strategi yang bisa diterapkan untuk secara efektif menghilangkan Hamas atau solusi politik untuk menjamin keamanan Israel dalam jangka panjang.

Laporan tersebut menyerukan pemerintah AS dan Eropa berhenti menyatakan kepada publik bahwa ada alasan strategis dan dapat dipertahankan di balik operasi Israel. Para pejabat Israel secara konsisten menolak kritik tersebut. Menanggapi pernyataan baru tersebut, Kedutaan Besar Israel di London mengatakan terikat oleh hukum internasional.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengklaim hanya tekanan militer penuh terhadap Hamas yang akan menjamin pembebasan sandera lebih lanjut. Tentara Israel mengatakan mereka telah menghancurkan infrastruktur bawah tanah yang digunakan oleh kelompok tersebut, termasuk pusat komando, lokasi senjata dan fasilitas untuk menyandera.

“Di seluruh Khan Younis, kami telah melenyapkan lebih dari 2.000 'teroris' di atas dan di bawah tanah,” kata militer Israel, Sabtu (3/2/2024).

Israel telah berulang kali menolak klaim mereka sengaja menargetkan warga sipil, dan menuduh Hamas bersembunyi di dalam dan sekitar infrastruktur sipil. Sejak dimulainya perang, lebih dari 26.750 warga Palestina gugur dan sedikitnya 65 ribu orang terluka.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler