KPK: Tersangka Penyuap Mantan Wamenkumham Dibantarkan Atas Permohonan Sendiri

KPK tegaskan kabar Helmut jatuh di kamar mandi rutan adalah tidak benar.

Republika/ Flori Sidebang
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri
Rep: Rizky Suryarandika Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menampik kabar pembantaran Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan karena jatuh di kamar mandi. KPK menjelaskan Helmut dibantarkan atas permintaan sendiri. 

Baca Juga


Helmut ditahan KPK karena berstatus tersangka penyuap eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Prof Eddy. KPK menyebut pembantaran Helmut karena perlu perawatan lanjutan. 
 
"Tersangka HH (Helmut Hermawan) ini dibantarkan tim penyidik sejak 1 Februari lalu atas permohonan dari yang bersangkutan karena alasan sakit, dan butuh perawatan," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan pada Rabu (7/2/2024).
 
KPK mengaku sudah mengklarifikasi kabar Helmut jatuh di kamar mandi rumah tahanan (rutan). KPK menyimpulkan kabar tersebut tidak benar. 
 
"Informasi yang kami peroleh, petugas rutan sejauh ini tidak mendapatkan laporan kejadian tersebut," ucap Ali.
 
KPK juga sempat mengonfirmasi isu jatuhnya Helmut di kamar mandi kepada sesama tahanan. 
 
"Demikian juga tahanan lainnya pada Rutan yang sama dengan tersangka," lanjut Ali. 
 
Walau demikian, KPK enggan mengungkap penyakit yang diderita Helmut hingga perlu dibantarkan. KPK merasa tak berwenang membocorkannya. 
 
"Terkait penyakitnya tentu kami tidak berwenang menyampaikan ke publik," ujar Ali.
 
Sebelumnya, Prof Eddy ditetapkan tersangka bersama "orang dekatnya" Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana. Mereka diduga menerima suap dari tersangka mantan Dirut PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, senilai Rp 8 miliar.
 
Dalam perkara ini, Prof Eddy dua kali mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangkanya. Dalam praperadilan pertama, Prof Eddy mencabutnya untuk diperbaiki. Dalam permohonan kedua, Prof Eddy mengajukan permohonan sendiri atau tanpa Yosi dan Yogi sebagai sesama tersangka. 
 
Hakim tunggal PN Jaksel Estiono menerima permohonan praperadilan kedua yang diajukan oleh Prof Eddy dalam sidang pada Selasa (30/1/2024). Estiono memutuskan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Prof Eddy tidak sah.
 
"Menyatakan penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Estiono membacakan amar putusan di PN Jaksel. 
 
Helmut lantas ikut-ikutan melayangkan permohonan Praperadilan kedua ke PN Jaksel pada 25 Januari 2024. Sebab di praperadilan pertama, Helmut mencabut permohonannya seperti dilakukan Prof Eddy. 
 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler