Prabowo Diserang Isu Korupsi Jelang Pencoblosan, Yusril: Hoaks

Media abal-abal memberitakan Prabowo diperiksa Uni Eropa terkait pesawat Mirage.

Dok Boeing
Menhan Prabowo Subianto di kokpit pesawat temput F-15EX pabrikan Boeing, St Louis, Missouri, AS pada Senin (21/8/2023) waktu setempat.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Pembela Prabowo Gibran, Yusril Ihza Mahendra membantah seluruh isi pemberitaan Meta Nex dengan judul ‘Indonesia Prabowo Subianto EU Corruption Investigation’. Yusril menganggap isu tersebut diembuskan untuk merusak kredibilitas Prabowo jelang pencoblosan pada 14 Februari 2024.

Dalam pemberitaan itu, Prabowo disebut terlibat dugaan korupsi dan penyuapan senilai 55,4 juta dolar AS. Dugaan korupsi itu terjadi dalam pembelian pesawat jet tempur Mirage 2000 bekas dengan pemerintah Qatar. Uang itu disebut-sebut dijadikan modal Prabowo maju ke Pilpres 2014.

Yusril memastikan, informasi terkait investigasi dugaan korupsi dalam pembelian 12 pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar adalah hoaks. "Berita tersebut adalah hoaks terbesar yang dilakukan media asing jelang pencoblosan tanggal 14 Februari. Berita hoaks tersebut adalah sebuah pembusukan politik," kata Yusril dalam keterangannya di Jakarta pada Sabtu (9/2/2024).

Yusril menyebut, penulis berita atas nama Jhon William dan media yang memberitakannya bukanlah kredibel alias abal-abal. Laman berita itu juga tidak bisa dipercaya. "Pemberitaan dari media mainstream di luar negeri ternyata tidak ada," ucap ketua umum DPP PBB tersebut.


Yusril pun mengimbau masyarakat untuk tidak begitu saja mempercayai berita yang sumbernya tidak kredibel. Apalagi, Yusril meyakini, pemberitaan itu berisi pembusukan politik. 



"Tingkat elektabilitas Prabowo Gibran kini begitu tinggi, pasangan ini diprediksi akan menang. Karena itu pembusukan politik mulai diembuskan untuk merusak kredibilitas Prabowo," ujar Yusril.

Eks menteri kehakiman itu menjelaskan, pembelian pesawat bekas dengan Qatar itu tidak pernah dilaksanakan karena keterbatasan anggaran negara. Meskipun perjanjian telah disepakati, sambung Yusril, namun pemerintah Indonesia tidak jadi membeli pesawat bekas tersebut.  "Tidak ada penalti apapun kepada pemerintah RI akibat pembatalan itu," ujarnya.

Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia itu menambahkan, pemerintah Qatar memang menginginkan Indonesia membeli pesawat bekas tersebut secara tunai. Tapi, pemerintah Indonesia ingin membelinya dengan cara kredit.

"Sebab itu, kita menggunakan agen perusahaan dari Republik Czech. Namun karena keterbatasan anggaran kita, pembelian dengan cara utang itupun akhirnya tidak jadi dilaksanakan," ujar Yusril.

Yusril pun membantah investigasi yang dilakukan badan anti korupsi Uni Eropa kepada Menhan Prabowo terkait pembelian pesawat bekas tersebut. Yusril memastikan tidak ada pemeriksaan kepada Prabowo. "Kalau investigasi itu ada, maka pihak Qatar dan agen dari Ceko juga akan lebih duluan diinvestigasi," ucap Yusril.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler