Dokter Ancam Mogok, Pemerintah Korsel Bersikeras Tambah Kuota Sekolah Kedokteran

Korea Selatan tengah kekurangan dokter di bidang-bidang krusial.

Dok. Freepik
Dokter bedah (ilustrasi). Belakangan, dokter di Korea Selatan cenderung memilih praktik di bidang yang tidak krusial dan memiliki risiko lebih rendah.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kantor Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Senin (12/2/2024) mengatakan keputusan pemerintah untuk meningkatkan kuota sekolah kedokteran tidak dapat diubah. Ia mengecam ancaman tindakan kolektif para dokter sebagai hal yang tidak dapat dibenarkan.

Seorang pejabat senior kepresidenan melontarkan pernyataan tersebut ketika para dokter dan pemerintah berada dalam jalur yang bertentangan dengan keputusan pekan lalu untuk menambah 2.000 kuota pendaftaran sekolah kedokteran di negara itu pada tahun depan. Jumlah tersebut merupakan peningkatan tajam dari 3.058 kursi di sekolah kedokteran saat ini.

Baca Juga



Langkah tersebut dilakukan ketika negara itu sedang bergulat dengan kekurangan dokter di bidang-bidang krusial, sementara para profesional medis cenderung lebih memilih praktik di bidang-bidang yang tidak penting dan memiliki risiko lebih rendah. Namun, para dokter berpendapat bahwa keputusan tersebut akan menyebabkan surplus dokter.

"Saya percaya bahwa tindakan kolektif yang dilakukan oleh para dokter tidak dibenarkan," kata pejabat kepresidenan tersebut kepada para wartawan.

Pejabat itu menekankan bahwa isu perluasan kuota telah lama dibahas. Sejauh ini, belum ada kemajuan yang dicapai.

"Kita telah melewatkan waktu yang tepat untuk menerapkan kebijakan ini setiap saat karena berbagai keadaan. Sekarang, situasi telah mencapai titik di mana (keputusan penambahan kuota sekolah kedokteran) itu tidak dapat diubah," ujar pejabat itu menambahkan.

Sebagai protes atas keputusan tersebut, Asosiasi Medis Korea (KMA), sebuah kelompok lobi utama bagi para dokter, mengatakan akan berunjuk rasa secara nasional pada Kamis (15/2/2024) mendatang. Ini merupakan tindakan kolektif pertama setelah entitas tersebut dalam mode darurat.

Organisasi dokter lainnya, yakni Asosiasi Dokter Magang Korea (KIRA), juga diperkirakan akan turut pula dalam mengambil langkah kolektif seperti itu. Survei terbaru menunjukkan bahwa sebanyak 88 persen anggotanya berencana untuk bergabung dalam protes tersebut.

KIRA akan mengadakan pertemuan perwakilan pada Senin malam untuk membahas tindakan yang diambil. Pemerintah diperkirakan akan mengambil tindakan tegas jika para dokter melakukan mogok kerja.

Undang-Undang Pelayanan Kesehatan Korsel menetapkan, pemerintah mempunyai kewenangan untuk berpotensi mencabut izin dokter jika mereka menerima hukuman pidana karena tidak mematuhi perintah untuk kembali bekerja.

Setelah pengumuman kenaikan jumlah pasien rawat inap, Menteri Kesehatan Korsel Cho Kyoo-hong mengatakan pemerintah akan mengambil tindakan berdasarkan prinsip dan hukum sesuai dengan kewajiban hukum jika para dokter melakukan mogok kerja. Dalam kiriman terpisah di media sosial pada Senin, Cho menekankan keputusan pemerintah bertujuan untuk membuat rumah sakit lokal "berkelanjutan".

"Saya memahami bahwa ada banyak protes dan kekhawatiran sehubungan dengan perluasan kuota sekolah kedokteran, namun kami meminta para dokter untuk tidak meragukan ketulusan pemerintah dalam upayanya menjadikan rumah sakit sebagai tempat kerja yang berkelanjutan," ujar Cho.

Kementerian Kesehatan juga memutuskan untuk membentuk layanan panggilan darurat untuk menangani keluhan terkait gangguan layanan medis. Mereka bersiap menghadapi potensi tindakan kolektif oleh para dokter setempat.

sumber : Antara, OANA/Yonhap ​​​​​
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler