Roket H3 Jepang Berhasil Mencapai Orbit dalam Uji Coba Utama
Roket tersebut berhasil mencapai orbit pada ketinggian sekitar 670 kilometer.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Roket H3 andalan Jepang mencapai orbit dan melepaskan dua satelit observasi kecil dalam uji coba kedua setelah peluncuran perdana yang gagal tahun. Ini meningkatkan harapan bagi negara tersebut dalam perlombaan ruang angkasa global.
Dilansir VoA, Senin (19/2/2024), roket H3 diluncurkan dari Pusat Antariksa Tanegashima tepat waktu pada Sabtu (17/2/2024) pagi, dua hari setelah lepas landas yang dijadwalkan semula tertunda karena cuaca buruk.
Roket tersebut berhasil mencapai orbit pada ketinggian sekitar 670 kilometer dan melepaskan dua satelit, kata Japan Aerospace Exploration Agency atau JAXA.
“Kami merasa sangat lega bisa mengumumkan hasil-hasil yang baik,” kata presiden JAXA Hiroshi Yamakawa pada konferensi pers.
Misi-misi utama H3 adalah untuk mengamankan akses independen ke ruang angkasa dan menjadi kompetitif seiring dengan meningkatnya permintaan internasional untuk peluncuran satelit.
“Kami membuat langkah besar pertama hari ini untuk mencapai tujuan tersebut,” ujar Yamakawa.
Peluncuran ini merupakan dorongan bagi program luar angkasa Jepang menyusul serangkaian keberhasilan baru-baru ini, termasuk pendaratan bersejarah dengan pesawat ruang angkasa tak berawak di bulan pada bulan lalu.
Lepas landas tersebut diawasi dengan ketat sebagai ujian bagi pengembangan ruang angkasa Jepang setelah H3, dalam penerbangan debutnya Maret lalu, gagal menyalakan mesin tahap kedua. JAXA dan kontraktor utamanya, Mitsubishi Heavy Industries, telah mengembangkan H3 sebagai penerus andalan saat ini, H-2A. H-2A akan pensiun setelah dua penerbangan lagi.
Manajer Proyek JAXA H3 Masashi Okada menyebut hasilnya “sempurna,” dan mengatakan H3 menyelesaikan semua misi yang ditetapkan untuk penerbangan Sabtu (17/2/2024).
“Setelah penantian yang lama, H3 akhirnya memulai kehidupan pertamanya,” kata Okada.
Dengan panjang 57 meter, H3 dirancang untuk membawa muatan lebih besar daripada H-2A dengan biaya yang jauh lebih rendah sekitar 50 miliar yen atau sekitar Rp 5,2 triliun.