Zionis Israel Selalu Sebut Dirinya Korban Terorisme, Fakta Sejarah Ini Membantahnya

Kebrutalan Israel terhadap warga Palestina nodai sejarah

AP Photo/Mohammed Dahman
Warga Palestina memeriksa puing-puing bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Kamis, (26/10/2023).
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Zionis Israel mengklaim negara meraka sebagai korban terorisme, sebagaimana ditulis banyak media massa Barat.  

Baca Juga


Padahal, menurut Prof Edward S Herman, guru besar Pennsylvania University,  tidak diragukan lagi, negara Yahudi ini telah melakukan berbagai aksi terorisme pada level negara. Terorisme Israel di Timur Tengah, tulis Adian, sebenarnya sangat telanjang. 

Salah satu tragedi kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi di wilayah konflik ini adalah yang berlangsung di Deir Yassin, 9 April 1948. Deir Yassin merupakan wilayah yang menurut resolusi PBB dinyatakan sebagai zona internasional karena posisinya yang termasuk dalam wilayah Yerusalem.

Dalam persitiwa Deir Yassin, terjadi pembantaian besar-besaran, yang menelan korban 254 orang, yang sebagian besar warga sipil, wanita, dan anak-anak serta orang tua.

Pembantaian ini dilakukan pasukan Irgun Zvai Leumi yang dipimpin Menachem Begin. Dalam bukunya, The Revolt, Begin menulis bahwa seandainya tidak ada peristiwa tersebut (Deir Yassin), tentu tidak akan pernah berdiri negara Israel. 

Ariel Sharon, yang pernah menjabat sebagai PM Israel, juga dikenal sebagai teroris sejati. Dia dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam tragedi Sabra-Shatila yang menewaskan 2000 lebih pengungsi Palestina.

Saat menjabat sebagai menteri pertahanan Israel pada 1982, Sharon mengerahkan 90 ribu tentara Israel ke Lebanon, yang didukung 1200 truk pasukan, 1300 tank, dan 634 pesawat tempur. Dengan seluruh kekuatan tersebut, hanya dalam waktu seminggu, 200 ribu rakyat Lebanon kehilangan tempat tinggal dan sekitar 20 ribu orang terluka dan terbunuh.

Pada  1953, Sharon membentuk satuan khusus 101 yang para anggotanya dijuluki sebagai setan, karena sangat biadab dalam melakukan pembantaian. Pada 14 Oktober 1953, misalnya, pasukan Sharon itu melakukan pembumihangusan Desa Kibya yang menewaskan 156 warga Palestina dan menghancurkan 56 rumah dan masjid.

Baca juga: Yahudi Termasuk Kaum yang Dimurkai Allah SWT, 3 Buktinya Disebutkan dalam Alquran

 

 

Pada 1956, saat menjabat sebagai komandan jalur Matla perbatasan Israel dan Gurun Sinai Sharon berhasil menangkap 300 tentara Mesir. Lalu, para tawanan itu diperintahkan bertiarap dan dilindas dengan tank.

Deklarasi Balfour (1948) menyebabkan wilayah Palestina terbagi tiga. Pertama, negara Yahudi mencakup 57 persen dari total wilayah Palestina dan meliputi hampir seluruh wilayah yang subur, dengan perimbangan penduduk 498 ribu Yahudi dan 497.000 Arab. 

Kedua, Negara Arab Palestina mencakup 42 persen dari total wilayah Palestina dan hampir seluruh wilayahnya tandus dan berbukit-bukit. Perimbangannya, 10 ribu Yahudi dan 725 ribu Arab.

 

Ketiga, zona internasional (Jerusalem) dengan perimbangan penduduk 100 ribu Yahudi dan 105 ribu Arab. Pada 1922, sekitar 26 tahun sebelum resolusi PBB, ketika Mandat Inggris dari Liga Bangsa-Bangsa, penduduk Arab Palestina berjumlah 668 ribu orang dan menguasai 98 persen wilayah Palestina. Sedangkan, penduduk Yahudi yang berjumlah 84.000 orang hanya menguasai dua persen tanah Palestina.

Dalam sebuah wawancara dengan koran Yediot Aharonot, 26 Mei 1974, Ariel Sharon menyatakan: “Kita harus selalu menyerang, menyerang, tanpa berhenti. Kita harus menyerang mereka di mana pun adanya. Di dalam negeri, di negeri Arab, dan bahkan di seberang lautan sekalipun. Semuanya pasti akan dapat dilakukan.”

Garaudy memaparkan bahwa tokoh-tokoh Zionis Israel, baik yang tergabung dalam Partai Likud, Partai Buruh, atau partai politik lainnya, merupakan tokoh-tokoh teroris.

Sebut saja nama Simon Perez, Presiden Israel saat ini. Perez adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pembantaian lebih dari 2000 warga Palestina yang dilakukan oleh pasukan Palangis Kristen Lebanon.

Ahli sejarah Israel Benny Moris melaporkan: "Ben Gurion jelas-jelas menginginkan sesedikit mungkin orang Arab tinggal di negara Yahudi. Dia ingin melihat mereka lari. Demikian yang dikatakannya kepada kolega-kolega dan ajudannya dalam pertemuan-pertemuan di bulan Agustus, September, dan Oktober 1948."

Saat menjadi anggota resmi PBB pada 11 Mei 1949, Israel sudah menguasai sekitar 80 persen wilayah Palestina. Berarti PBB hanya tidak mengesahkan pendudukan Israel atas 20 persen wilayah Palestina yang diduduki dalam perang tahun 1967, yaitu Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Namun, Resolusi PBB No 242 yang dikeluarkan Dewan Keamanan PBB pada 22 November 1967 mengharuskan Israel keluar dari seluruh wilayah yang diduduki dalam Perang 1967, yaitu Yerusalem Timur, Tepi Barat, Jalur Gaza, Golan, dan Sinai. Hanya saja, dengan berbagai alasan, Israel selalu menolak melaksanakan resolusi tersebut.

Sejak Perjanjian Oslo (1993) hingga Camp David II (2000), Israel tetap menolak pelaksanaan Resolusi No 242. Begitu juga yang terjadi dengan Resolusi PBB No 181.

Sampai diterima menjadi anggota PBB, Israel masih menaati Resolusi No 181 yang menyatakan bahwa Yerusalem adalah bagian dari enklave internasional. Tetapi, setelah diterima sebagai anggota PBB, Israel mangkir. Dan, hingga hari ini sikap Israel tetap pada pendiriannya, tidak menggubris keberadaan kedua Resolusi PBB ini.

Yang terbaru, kebrutalan Israel semakin menjadi-jadi. Mereka menyerang penumpang kapal Mavi Marmara yang bertujuan untuk memberikan bantuan-bantuan kemanusiaan terhadap masyarakat Gaza. Sejumlah orang menjadi korban akibat kekejaman Israel ini.

BUKTI GENOSIDA ISRAEL - (Republika)

 

 

sumber : Harian Republik
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler