Pemerintah Ungkap Rp 1.200 Triliun Potensi Belanja Produk Dalam Negeri
Produk dalam negeri yang dipamerkan tersebut beraneka ragam.
REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengidentifikasi sekitar Rp 1.200 triliun potensi belanja produk dalam negeri oleh pemerintah pusat, daerah, termasuk BUMN pada pameran Business Matching 2024 di Sanur, Denpasar, Bali.
“Kami coba memilah antara kebutuhan terhadap produk dan jasa. Khusus produk, kami targetkan (belanja) sebesar-besarnya,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Eko Cahyanto di sela pameran produk dalam negeri di Sanur, Denpasar, Senin (4/3/2024).
Potensi tersebut lebih tinggi dibandingkan komitmen oleh pemerintah pusat, daerah, dan BUMN pada pelaksanaan serupa pada 2023 mencapai Rp 1.157,47 triliun dengan kontrak yang dibukukan pada kuartal pertama 2023 mencapai sekitar Rp 200 triliun.
Eko mengaku optimistis untuk pelaksanaan pameran Business Matching pada 4-7 Maret 2024 ini, angkanya dapat mencapai lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
“Tahun lalu persentase antara yang dikomitmen dan realisasi itu cukup tinggi. Oleh karena itu, tahun ini kami optimistis angkanya lebih tinggi lagi. Nanti akan kami sampaikan lengkap,” imbuhnya.
Sementara itu, pada pelaksanaan tahun ini, sebanyak 182 stan produk dalam negeri sudah mengantongi sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mewakili sektor industri manufaktur termasuk yang disiapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi dan Kementerian Pertahanan.
Produk dalam negeri yang dipamerkan tersebut beraneka ragam mulai dari sektor industri agro, kimia hulu dan farmasi, logam mesin, alat transportasi, elektronika, industri kecil dan menengah serta industri aneka yang tergabung dalam 18 klaster industri.
Kemenperin juga menekankan peserta pameran menyediakan spesifikasi produk, harga, ketersediaan, kapasitas produksi, durasi produksi produk hingga informasi terkait produk yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pemilik anggaran atau pembeli.
Informasi tersebut diharapkan memberikan referensi kepada pemilik anggaran untuk membeli produk buatan anak bangsa sehingga menekan belanja impor.
“Ini terus kami perbaiki dari tahun ke tahun sehingga ada peningkatan komitmen pemilik anggaran untuk menggunakan produk dalam negeri. Kemudian produsen dalam negeri bisa masuk dan mendapatkan akses kepada proses pengadaan barang dan jasa pemerintah baik pusat, daerah termasuk BUMN,” katanya.