Bagaimana Bisa Samsudin Disebut Gus? Begini Tanggapan Asparagus
Samsudin ditangkap Polisi sebab konten diduga nodai agama
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Belakangan ini nama Samsudin Jadab alias Gus Samsudin banyak diperbincangkan di Indonesia.
Pria berambut gondrong dan berjenggot panjang ini kerap membuat kontroversi, mulai dari praktik pengobatan di padepokannya sampai membuat konten yang menghalalkan suami istri untuk bertukar pasangan.
Melihat perilaku Samsudin tersebut, anggota Aspirasi Para Lora dan Gus (Asparagus) dari Pesantren Sidogiri Pasuruan, KH Mas Kholil Nawawi Abd Jalil Wakil mengungkapkan bahwa Samsudin tidak layak menyandang gelar Gus.
"Ya pasti gak layak (menyandang gelar gus)," ujar Kiai yang biasa dipanggil Mas Kholil ini saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (6/3/2024).
Putra almarhum KH Nawawi Abdul Jalil ini mengatakan, gelar Gus di kalangan pesantren biasanya hanya disematkan kepada putra kiai atau yang sudah menjadi kiai.
Namun, di zaman sekarang ini, menurut dia, banyak yang mengaku sebagai 'Gus'. "Sekarang sudah rancu mas. Semua siapapun banyak yang mengaku-ngaku dan merasa 'Gus'. Jangankan cuma Gus, wong yang mengaku kiai juga ada. Yang mengaku Nabi juga ada," ucap Mas Kholil.
Dia pun mengaku tidak mengetahui asal usul dari Samsudin Jadab, apakah putra seorang kiai atau tidak. Jika pun merupakan seorang putra kiai, tentu perilakunya telah merusak citra seorang Gus dan tidak layak menyandang gelar itu. "Kalau putra kiai ya pastinya ngerusak," kata Wakil Katib PWNU Jawa Timur ini.
Dia menuturkan, dalam masyarakat Jawa panggilan Gus itu sendiri sebenarnya bermacam-macam, dan terkadang digunakan sebagai panggilan untuk paman.
Sedangkan kakeknya disebut dengan panggilan kiai. Ada juga panggilan Cah Bagus, yang merupakan panggilan orang tua Jawa kepada anaknya.
Namun pada akhirnya...
Namun, pada umumnya kalau di kalangan pesantrem panggilan Gus itu memang digunakan untuk putra seorang kiai. Sedangkan yang layak dipanggil Gus dalam arti ini adalah yang bisa meneladani orang tuanya.
"Pastinya kalau panggilan itu untuk kiai atau untuk gus. Sepertinya untuk orang yang disegani atau dituakan. Namun, untuk sebutan-sebutan itu sendiri kadang-kadang antara kota-kota juga beda-beda. Ada yang dipanggil Mas, Lora, bahkan ada juga yang dipanggil 'Nun' kalau yang untuk putra kiai," jelas Mas Kholil.
Sebutan 'Nun' untuk anak kiai biasanya kerap dipakai di Pondok Pesantren Genggong Probolinggo. Sementara, di Pondok Pesantren Sidogiri sendiri kerap memanggil putra kiai dengan sebutan 'Mas'.
"Tapi kalau di Sidogiri banyak yang memanggil Mas. Kalau untuk Lora biasanya Madura," kata Mas Kholil.
Samsudin Jadab sendiri saat ini telah diringkus oleh pihak kepolisian lentan membuat konten yang membolehkan tukar pasangan.
Baca juga: Diisyaratkan Alquran, Para Ilmuan Ungkap Keajaiban Padang Pasir Terkini Ada di Maroko
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto mengatakan, alasan utama Samsudin Jadab memproduksi video aliran sesat yang membolehkan tukar pasangan adalah untuk meningkatkan subscriber-nya di Youtube. Dengan peningkatan subscriber, diyakini pendapatannya dari adsense Youtube juga bakal meningkat.
Saat ditanya besaran penghasilan Samsudin dari adsense Youtube, Dirmanto mengungkapkan, pendapatannya mencapai Rp 100 juta per bulan. Besaran tersebut diperoleh dari keseluruhan konten yang telah dibuat dan diunggahnya di Youtube.
"Secara keseluruhan daripada kontennya, Samsudin itu mendapatkan pendapatan Rp 100 juta per bulan, dari adsense. Yang tertinggi dari konten yang baru ini, karena ini jadi polemik dan ditonton banyak orang," kata Dirmanto di Mapolda Jatim, Surabaya, Selasa (5/3/2024).