Lautan yang Memanas Bisa Picu Terumbu Karang Memutih, Ini Penjelasannya
Terumbu karang berada di ambang kehancuran dampak dari perubahan iklim.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lautan di dunia telah mencapai rekor suhu tertinggi yang pernah tercatat, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa terumbu karang berada di ambang guncangan panas yang masif dan berpotensi mematikan.
Data satelit terbaru dari European Copernicus Climate Change Service menunjukkan rata-rata suhu permukaan laut global pada bulan Februari adalah 21,06 derajat Celcius, lebih tinggi dari rekor sebelumnya sebesar 20,98 derajat Celcius yang dicapai pada Agustus tahun lalu.
Peta yang dirilis oleh organisasi tersebut menunjukkan area yang luas di lautan global jauh lebih hangat daripada rata-rata jangka panjang. Samudra Atlantik sangat hangat, termasuk laut di sekitar Inggris.
Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) telah memperingatkan bahwa suhu laut saat ini sudah sangat tinggi sehingga terumbu karang di dunia terancam mengalami pemutihan massal yang keempat kalinya.
Tekanan panas dapat menyebabkan karang mengeluarkan ganggang berwarna-warni yang hidup di dalam jaringannya. Tanpa ganggang, karang menjadi putih pucat dan rentan terhadap penyakit dan kelaparan, dan akhirnya mati.
Derek Manzello, koordinator Coral Reef Watch NOAA, memperkirakan karang di seluruh belahan bumi selatan akan memutih tahun ini.
"Kita benar-benar berada di titik puncak peristiwa pemutihan karang terburuk dalam sejarah planet ini,” kata Manzello seperti dilansir Sky News, Jumat (8/3/2024).
Data dari Copernicus Climate Change Service juga menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata global memecahkan rekor bulan Februari, yaitu mencapai 13,54 derajat Celcius. Angka tersebut 1,77 derajat Celcius di atas perkiraan rata-rata jangka panjang untuk bulan tersebut pada masa pra-industri.
Ini adalah kesembilan kalinya secara berturut-turut rekor bulanan terpecahkan. Perubahan iklim akibat ulah manusia telah dipicu oleh El Nino yang kuat, dengan suhu air yang tinggi di Samudra Pasifik yang memanaskan atmosfer.
Peristiwa El Nino yang bersifat siklus dan alamiah ini mencapai puncaknya pada bulan Desember dan kini melemah, yang seharusnya akan menurunkan suhu global dalam beberapa bulan mendatang. Namun para ilmuwan percaya bahwa iklim global akan menjadi semakin tidak stabil jika suhu tetap lebih dari 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri dalam jangka panjang.