AROPI: Tingkat Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga Survei 75,4 persen
Lembaga survei tidak ada selisih soal pemenang pilpres dan pileg.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Ketua Umum Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI), Sunarto ciptoharjono, mengatakan pada Pemilu 2024 ini, tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga survei baik dalam melakukan survei elektabilitas maupun quick count atau hitung cepat mengalami peningkatan.
Saat ini menurut survei Aropi, tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga survei adalah 75,4 persen. Angka ini kata Sunarto meningkat dibandingkan Pemilu 2019 di mana kepercayaan publik kepada lembaga survei saat itu adalah 67,8 persen. “Ini menunjukkan perkembangan menarik lagi lembaga survei di Indonesia. Di mana sudah banyak yang menjadikan survei dan quick count sebagai rujukan,” kata Sunarto, di Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Sunarto menjelaskan survei ini dilakukan 26 Januari 2024 sampai 6 Februari 2024 lalu. Survei ini dilakukan dengan teknik pengambilan data wawancara tatap muka dan margin off error 2,9 persen. Survei melibatkan 1.200 responden dan metode sampling multistage random sampling.
Sunarto mengatakan tingkat kepercayaan publik kepada lembaga survei, selain hasil survei yang dilakukan AROPI, juga diperkuat dengan banyaknya kepala negara yang sudah mengucapkan selamat kepada Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih menurut quick count.
“Sebelum KPU resmi mengumumkan hasil pilpres, sejumlah kepala negara sudah mengucapkan selamat kepada Prabowo Subianto sebagai pemenang versi quick count. Itu adalah petunjuk bahwa quick count semakin diakui, tidak hanya masyarakat tapi dunia internasional,” ujar Sunarto.
Sunarto menyebut sejak tahun 2004, hasil quick selalu tidak jauh berbeda dengan hasil resmi yang ditetapkan KPU. Dia menyebut selagi quick count dilakukan dengan metode yang benar dan pengawasan yang ketat dari peneliti di lapangan, hasilnya akan akurat.
Pada Pemilu 2024 ini lanjut Sunarto, semua lembaga survei tidak ada yang berselisih soal pemenang pilpres dan pileg.
“Sekarang yang berkembang ketika data sirekap menyampaikan beberapa partai melejit dan beberapa melorot, berbeda dengan quick count. Maka publik itu kemudian menggunakan quick count sebagai pembanding. Itulah fenomena baru di mana quick count dipercaya dan diakui bahwa layak dijadikan rujukan bahkan sebagai pembanding hasil resmi,” kata Sunarto menambahkan.\