Biden: Islamofobia tidak Memiliki Tempat di Negara Kami
Ada 3.578 pengaduan insiden anti-Islam di AS selama tiga bulan terakhir tahun 2023.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengutuk gelombang Islamofobia yang marak terjadi sejak perang Israel-Gaza pada 7 Oktober tahun lalu. Peningkatan Islamofobia di Negeri Paman Sam meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
‘’Kami mengakui kekerasan dan kebencian yang sering dihadapi umat Islam di seluruh dunia karena keyakinan agama mereka. Kebangkitan Islamofobia yang buruk setelah perang dahsyat di Gaza,” kata Biden dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Jumat (16/3/2024).
‘’Islamofobia tidak memiliki tempat di negara kita,’’ ujarnya. ‘’Namun umat Islam di Amerika Serikat sering kali mengalami ketakutan, diskriminasi terang-terangan, pelecehan, dan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari mereka.’’
Biden mengeluarkan pernyataannya pada ‘Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia’ yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 15 Maret 2022. Tanggalnya bertepatan dengan peringatan penembakan di masjid di Christchuch, Selandia Baru, tahun 2019 yang menewaskan 51 orang saat mereka sedang menunaikan ibadah shalat Jumat.
Islamofobia mulai marak terjadi di Amerika Serikat dalam beberapa bulan terakhir. Wadea Al-Fayoume, warga Palestina-Amerika berusia 6 tahun di Illinois, mengalami penikaman fatal pada Oktober tahun lalu.
Penembakan terhadap tiga siswa keturunan Palestina terjadi di Vermont pada November 2023. Seorang pria Palestina-Amerika ditikam di Texas pada Februari 2024.
Para aktivis HAM menyebut peningkatan Islamofobia terjadi akibat biasnya anti-Palestina dan antisemitisme. Kelompok advokasi Dewan Hubungan Amerika-Islam mengatakan mereka menerima 3.578 pengaduan selama tiga bulan terakhir tahun 2023. Angkanya meningkat 178% dari pengaduan tentang insiden anti-Muslim pada periode yang sama dibandingkan tahun sebelumnya.