Putin Digdaya di Pemilu Rusia
Ia memperoleh sekitar 87 persen suara dari sekitar 60 persen daerah pemilihan.
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin bersiap untuk memenangkan rekor kemenangan telak pasca-Soviet dalam pemilu Rusia, sekaligus memperkuat cengkeramannya pada kekuasaan, meskipun sejumlah besar penentangnya terus melakukan protes di tempat pemungutan suara.
Tak lama setelah pemungutan suara terakhir ditutup pada Ahad (17/3/2024) waktu setempat, hasil pemilu awal menunjukkan kesimpulan yang diharapkan semua orang, bahwa Putin akan memperpanjang kekuasaannya yang hampir seperempat abad selama enam tahun lagi.
Menurut Komisi Pemilihan Umum Pusat Rusia, ia memperoleh sekitar 87 persen suara dari sekitar 60 persen daerah pemilihan yang sudah dihitung. Hasilnya berarti Putin, 71 tahun, akan menyalip Josef Stalin dan menjadi pemimpin Rusia yang paling lama menjabat dalam lebih dari 200 tahun.
Kandidat komunis Nikolai Kharitonov berada di urutan kedua dengan hanya di bawah empat persen, pendatang baru Vladislav Davankov di urutan ketiga dan ultra-nasionalis Leonid Slutsky di urutan keempat, berdasarkan hasil awal. Tingkat partisipasi pemilih secara nasional pun cukup tinggi, yakni mencapai 74,22 persen ketika pemungutan suara ditutup, kata pejabat pemilu, melampaui tingkat partisipasi pada tahun 2018 sebesar 67,5 persen.
Bagi Putin, mantan letnan kolonel KGB yang pertama kali naik ke tampuk kekuasaan pada 1999, hasil ini dimaksudkan untuk menggarisbawahi kepada Barat bahwa para pemimpinnya harus memperhitungkan keberanian Rusia, baik dalam perang atau damai, selama bertahun-tahun yang akan datang.
Amerika Serikat mengatakan pemungutan suara tersebut tidak bebas dan tidak adil. “Pemilu ini jelas tidak bebas dan adil mengingat Putin telah memenjarakan lawan politik dan mencegah orang lain mencalonkan diri melawannya,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.
Di Ukraina, Presiden Volodymyr Zelenskyy juga berkomentar, kecurangan pemilu ini tidak memiliki legitimasi dan tidak dapat dibenarkan. Pemilu ini diadakan lebih dari dua tahun setelah invasi besar-besaran Putin pada Februari 2022 ke Ukraina, konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II.
Pada Ahad (17/3/2024), ribuan penentang Putin melancarkan protes terhadapnya, meskipun tidak ada penghitungan independen mengenai berapa banyak dari 114 juta pemilih di Rusia yang ikut serta dalam demonstrasi tersebut. Pendukung lawan paling menonjol Putin, Alexei Navalny, yang meninggal di penjara Arktik bulan lalu, telah meminta warga Rusia untuk melakukan protes di siang hari untuk melawan Putin.
Putin pertama kali dicalonkan sebagai presiden ketika mantan Presiden Rusia Boris Yeltsin mengundurkan diri. Dia kemudian memenangkan pemilihan presiden pertamanya pada Maret 2000 dan masa jabatan kedua pada 2004.
Setelah dua kali menjabat sebagai presiden, Putin kembali menjadi perdana menteri pada 2008 untuk menghindari larangan konstitusional untuk memegang jabatan kepala negara lebih dari dua periode berturut-turut. Namun dia kembali menjadi presiden pada 2012 dan memenangkan masa jabatan keempat pada 2018.