Aktivis Lingkungan Dunia Tolak Kebangkitan Energi Nuklir
Setengah dari negara-negera Uni Eropa mendukung kebangkitan energi nuklir.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar setengah dari negara-negara anggota Uni Eropa telah bergabung dalam seruan untuk kebangkitan nuklir global, dengan beralasan bahwa nuklir akan menjadi elemen penting dalam menyetop pemanasan global. Akan tetapi, para aktivis lingkungan menepis anggapan bahwa tenaga atom adalah alat iklim yang penting untuk menghentikan kenaikan suhu global.
Para aktivis dari berbagai kelompok lingkungan melancarkan kritik dan protesnya di luar acara Nuclear Energy Summit yang dihelat pada 21 Maret 2024 di Brussels, Belgia. Presiden Prancis Emmanuel Macron adalah salah satu dari puluhan pemimpin pemerintahan Uni Eropa yang menyerukan kerja sama internasional untuk meningkatkan investasi dalam tenaga atom.
Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo juga mengundang sejumlah pemimpin dunia untuk menghadiri Nuclear Energy Summit di bawah bayang-bayang Atomium yang ikonik di Brussel, untuk mendukung seruannya guna mendorong penyebaran infrastruktur nuklir.
Romania, Bulgaria, Croatia, Ceko, Finlandia, Hongaria, Belanda, Swedia, Slovakia, Slovenia, dan Italia bergabung dengan sejumlah negara Asia, Amerika Utara dan Selatan, serta Afrika untuk menyerukan dukungan kebijakan dan pendanaan dalam sebuah deklarasi yang dikoordinasikan oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Meskipun sebagian besar retorika para pemimpin Eropa berfokus pada perlunya meningkatkan kedaulatan energi Uni Eropa, mereka juga menyampaikan pesan bahwa menghentikan pemanasan global tidak mungkin dilakukan tanpa meningkatkan tenaga atom.
"Kami menyadari bahwa kami tidak dapat mencapai net zero dalam waktu dekat tanpa berinvestasi dalam energi nuklir, jadi itulah yang sedang kami lakukan," kata Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, sebuah pernyataan yang digaungkan oleh para pemimpin pemerintahan sebelum menandatangani Deklarasi Energi Nuklir yang menggambarkan nuklir sebagai sumber energi listrik tanpa emisi yang dapat diandalkan dan dispatchable.
Potensi tenaga nuklir sebagai perbaikan iklim tersebut dipertanyakan oleh kelompok-kelompok lingkungan hidup. Para pegiat lingkungan menolak gagasan bahwa membangun lebih banyak reaktor nuklir akan membantu memperlambat kenaikan suhu global. Menurut mereka, fokus pada tenaga atom dapat mengalihkan perhatian dari peluncuran energi terbarukan yang sangat dibutuhkan.
“Semua bukti menunjukkan bahwa tenaga nuklir terlalu lambat untuk dibangun, terlalu mahal, dan tetap sangat berpolusi dan berbahaya.Pemerintah seharusnya lebih fokus pada investasi pada energi terbarukan dan penghematan energi, dan pada solusi-solusi nyata yang bermanfaat bagi masyarakat seperti insulasi rumah dan transportasi umum,” ujar juru kampanye Greenpeace, Lorelei Limousin, seperti dilansir Euro News, Senin (25/3/2024).
Sebuah laporan yang diterbitkan bertepatan dengan KTT ini, Biro Lingkungan Eropa (EEB) mengungkap bahwa tenaga surya, angin, dan energi ramah lingkungan lainnya dapat menggantikan kapasitas nuklir yang sudah ada. Cosimo Tansini, seorang spesialis energi terbarukan dari EEB, berpendapat bahwa tenaga nuklir akan menjadi mubazir karena kapasitas energi terbarukan meningkat seiring dengan menurunnya permintaan energi, sejalan dengan kebijakan Uni Eropa.
"Ambil contoh Spanyol, di mana melonjaknya tenaga angin, tenaga surya, dan tenaga air telah menjatuhkan harga listrik dan memaksa perusahaan-perusahaan energi untuk menghentikan penggunaan nuklir untuk menghindari kerugian finansial,” kata Tansini.
Anggota parlemen Michael Bloss, yang partainya (Green Party) merupakan bagian dari pemerintahan koalisi Berlin, juga mengkritik keras klaim kredensial ramah lingkungan energi nuklir, dan menggambarkannya sebagai jalan buntu yang mahal, dan hanya memberikan sedikit keuntungan untuk subsidi publik yang besar. Selain itu, kata dia, energi nuklir membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diterapkan.
"Kita terjebak dalam perdebatan yang mengganggu yang merusak upaya perlindungan iklim kita. Sudah jelas bahwa Perancis sedang berjuang untuk menyelamatkan armada nuklirnya yang gagal, yang sudah menghabiskan banyak uang. Dengan perusahaan energi raksasa EDF yang mengalami kerugian besar, Perancis berusaha untuk mendapatkan peluang investasi baru dari Uni Eropa,” kata Bloss dalam sebuah pernyataan.