PDIP Ingatkan Partai Lain, Partai Pemenang Pemilu Berhak Atas Jatah Kursi Ketua DPR
Belakangan muncul isu Golkar mewacanakan revisi UU MD3 terkait jatah kursi ketua DPR.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan partai pemenang Pemilu dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 berhak mendapatkan kursi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029. Pernyataan Puan ini merespons isu akan adanya revisi Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
“Pemenang pemilu legislatif, yang seharusnya berhak untuk menjadi ketua DPR," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Diketahui, PDI Perjuangan (PDIP) kembali keluar menjadi partai pemenang Pileg untuk ketiga kalinya. Berdasarkan hasil perhitungan KPU, PDIP berhasil menjadi partai urutan pertama di Pileg 2024 dengan jumlah 16,72 persen suara. Sementara, Puan Maharani saat ini menjabat salah satu unsur ketua di DPP PDI Perjuangan.
Dengan hasil tersebut, kursi anggota Fraksi PDIP juga akan menjadi yang terbanyak di DPR. Artinya, PDIP berhak kembali memperoleh kursi Ketua DPR sesuai UU MD3.
Adapun dalam UU MD3, aturan tersebut tertuang dalam Pasal 427 D ayat (1) huruf b yang berbunyi: Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.
Terkait dengan adanya isu revisi UU MD3 yang dapat mengubah aturan soal kursi Ketua DPR, Puan menegaskan hingga saat ini fraksi di DPR masih tetap kompak. Bahkan ia menyebut Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra yang memenangkan Pilpres 2024 versi KPU, Sufmi Dasco Ahmad pun mengaku tak ada pembahasan mengenai hal itu dari partai koalisinya.
“Kita kompak, Pak Dasco malah bilang belum ada. Nggak pernah dengar kan Pak Dasco kan? Nggak pernah dengar ada hal itu,” kata Puan sambil bertanya langsung ke Dasco yang ada di sampingnya.
Puan menegaskan pihaknya menghargai bahwa UU MD3 itu harus tetap menjadi UU yang memang harus dilaksanakan dan dihargai prosesnya di DPR. Menurut dia, proses pemilu sudah berjalan dan harus dilaksanakan sesuai UU.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto pun mengingatkan partai politik untuk tak mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). "Tidak bisa undang-undang yang terkait hasil pemilu lalu diubah setelah pemilu berlangsung," ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (25/3/2024).
Ia pun menyindir Partai Golkar yang kerap menyuarakan kemungkinan revisi UU MD3. Sebab, hal serupa pernah disuarakan partai berlambang pohon beringin itu usai pemilihan umum (Pemilu) 2014.
Menurut dia, seluruh partai politik harus membangun kultur politik yang baik, terutama berdasarkan jejak norma dan supremasi hukum. Di samping itu, ia mengingatkan agar Partai Golkar tak meniru apa yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Khususnya saat Jokowi meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
"Itu menunjukkan ambisi, nafsu kekuasaan apakah tidak belajar dari dulu, ketika 2014 seharusnya apa yang disuarakan oleh rakyat melalui Pemilu itu, one electoral process, yang juga direpersentasikan di DPR," ujar Hasto.
Hasto menegaskan, ambisi kekuasaan dengan segala upaya merebut kursi Ketua DPR justru akan menimbulkan konflik sosial. Apalagi, menggunakan instrumen hukum dengan merubah aturan UU MD3.
"Jangan pancing sikap dari PDI Perjuangan yang tahun 2014 sudah sangat sabar, 2014 kan ketua DPR kan bermasalah dan masuk penjara. Ketika etika dan norma diabaikan terjadi Karmapala. Itu yang seharusnya menjadi pelajaran," ujar Hasto.
Pengamat hukum tata negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riewanto mengatakan, bahwa ketua DPR RI seharusnya berasal dari partai yang memenangi Pemilu 2024. Hal itu sesuai dengan amanat Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau Undang-Undang MD3.
"Iya, sesuai UU MD3 begitu," ujar Agus, Kamis.
Selain itu, aspek politiknya adalah menghormati partai pemenang untuk mendapatkan posisi strategis di DPR sebagai ketua. Kemudian, menurut Agus, pemilihan ketua DPR RI dari partai pemenang pemilu juga sebagai bentuk menghargai suara pemilih.
Menurut Agus, terpilihnya Puan Maharani kembali menjadi Ketua DPR RI periode 2024 hingga 2029 sesuai dengan Pasal 427 D ayat (1) huruf b yang berbunyi: Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.
"Memang seharusnya Mbak Puan Ketua DPR sesuai pasal 427 D ayat (1) huruf b UU MD3," kata Agus.
Dia juga mengungkapkan Puan Maharani memiliki suara terbanyak di internal PDI Perjuangan. Cucu Proklamator RI Soekarno itu berhasil meraih 187.681 suara di Daerah Pemilihan Jawa Tengah V.
Hal senada juga disampaikan pengamat hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Andi Sandi Antonius bahwa posisi ketua DPR RI ditempati oleh anggota partai politik yang memperoleh suara terbanyak. Sementara posisi para wakilnya berasal dari anggota partai politik yang mendapatkan peringkat dua sampai dengan peringkat lima.
"Ketentuan ini secara spesifik menentukan bahwa pola pemilihan yang ditentukan dalam Pasal 427 D berlaku setelah Pemilu 2019," tambah Andi.
Dia tak menampik secara default dalam Pasal 84 UU MD3 turut menentukan pemilihan dapat dilakukan secara musyawarah dan mufakat.
"Namun, ketentuan tersebut disimpangi dengan Pasal 427 D yang menentukan pola berdasarkan hasil suara yang diperoleh dalam pemilu," pungkasnya.
Pada Pemilu 2024, PDI Perjuangan memperoleh 25.387.279 suara dari total sebanyak 151.796.631 suara sah.
Selanjutnya, posisi kedua ditempati Partai Golkar dengan 23.208.654 suara, sedangkan posisi ketiga diisi oleh Partai Gerindra yang meraih 20.071.708 suara.