Sekjen Golkar Nilai tak Elok Jika ada Pembahasan Revisi UU MD3
Kita kursi belum tahu dapat berapa, tentunya nggak elok dong bahasa revisi UU MD3.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Letjen (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus mengatakan, saat ini, partainya masih fokus terhadap sidang sengketa Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Pun semua partai peserta Pemilu 2024 juga sedang fokus di MK.
Adanya proses tersebut, Lodewijk menilai, tak elok jika DPR melakukan revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3).
Baca: Mengenal Pangdam Jaya Mayjen M Hasan, Eks Pengawal Jokowi
"Jadi kalau kita kursi belum tahu dapat berapa, belum ada kepastian, tentunya nggak elok dong kita udah mau bahas MD3. Nanti itu ada masanya. Jadi kita sementara ya kita menunggu saja," ujar wakil ketua DPR tersebut di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024).
Adapun saat ini, Fraksi Golkar DPP menggunakan UU MD3 yang ada saat ini dalam penentuan kursi ketua DPR. Dengan begitu, posisi pemenang Pileg 2024 adalah PDIP. "Kita lihatlah perkembangan pemerintahan yang baru nanti, sementara belum ada sih," ujar Lodewijk.
Sebelumnya, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo menjelaskan, masuknya revisi UU MD3 di Prolegnas Prioritas jauh sebelum Pemilu 2024. Hanya saja, Fraksi Partai Golkar tetap akan mengikuti UU MD3 yang ada saat ini.
Baca: SBY dan Prabowo, Penghuni Paviliun 5A Akmil yang Jadi Presiden
"Selama UU belum diubah, ya suara terbanyak itu yang akan jadi ketua DPR, gitu loh. sekarang kan undang-undangnya masih seperti itu. Belum ada yang diubah, belum ada yang mengajukan, dan itu pun kalau ada yang mengajukan prosesnya panjang juga, dan harus bersama pemerintah," ujar Firman saat dihubungi di Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Dia menjelaskan, masuknya revisi UU MD3 ke Prolegnas Prioritas berkaitan dengan penyesuaian pemindahan ibu kota negara. Pasalnya, DPR menjadi salah satu lembaga yang juga akan pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
"Prolegnas itu dibahas bersama pemerintah itu udah jauh sebelumnya ada pemilu, karena Prolegnas itu menjadi acuan untuk tata cara pembuat undang-undang. Jadi proses mekanisme membahas undang-undang itu harus masuk Prolegnas," ujar Firman.