Ini Penjelasan DKPP Mengapa Kerap Beri Peringatan Keras Tapi tak Pernah Berhentikan KPU
Ketua DKPP Heddy Lugito hari ini memberikan keterangan di sidang MK.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito menjelaskan soal amar putusan yang memberi sanksi peringatan keras berkali-kali, tetapi tidak pernah memberhentikan penyelenggara pemilu. Heddy menjelaskan bahwa DKPP dalam memeriksa perkara fokus pada pelanggaran etik yang diadukan. Amar putusannya tergantung pada derajat pelanggaran yang diadukan dan kuat atau lemahnya bukti yang ditemukan.
"DKPP dalam memeriksa perkara, itu fokus pada pelanggaran etik yang diadukan, dan ini yang sedang kita periksa. Jadi, berapa besar derajat pelanggaran etik perkara itu kita lakukan hukuman atau putusan atau sanksi," kata Heddy saat memberikan keterangan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024).
Dia menjelaskan bahwa tidak semua pengaduan berujung amar putusan yang menjatuhi sanksi. Dari total 322 laporan yang masuk pada tahun 2023, beberapa kasus berujung merehabilitasi pihak yang teradu.
"Karena memang pengaduannya tidak terbukti. Jadi, DKPP memang selama ini diharuskan merehabilitasi penyelenggara pemilu yang tidak terbukti," ucapnya.
Penjelasan Heddy tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan hakim konstitusi Arief Hidayat. Mulanya, Arief menanyakan perihal putusan DKPP yang tidak memberhentikan penyelenggara pemilu meski telah disanksi peringatan keras terakhir.
"Amarnya yang pertama memberi sanksi kepada seluruh anggota KPU dengan peringatan keras terakhir, begitu ya. Ini terakhir, kalau besok ada pelanggaran lagi, ya, harus dibuang. Jangan keras terus, terakhir-terakhir terus, sampai enggak selesai-selesai, kan begitu. Jadi, ada itu, ini supaya dijelaskan kepada kita," ucap Arief.
Selain itu, diakui Heddy, DKPP pernah menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada penyelenggara pemilu, terutama di tingkat kabupaten/kota. "Baik pemberhentian tetap maupun pemberhentian dari jabatan," imbuhnya.
Hari ini, Jumat, MK memanggil empat menteri Kabinet Indonesia Maju, yakni Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Selain empat menteri, MK juga memanggil DKPP untuk memberikan keterangan dan didalami lebih jauh oleh hakim konstitusi dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang diajukan oleh tim hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud Md.