Kecelakaan Maut Cikampek, Menhub Sebut Travel Gelap Kelebihan Muatan
Kemenhub akan menata kembali berkaitan dengan angkutan ilegal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecelakaan antara bus dan minibus di lajur contraflow kilometer 58 + 600 ruas Tol Jakarta-Cikampek, Jawa Barat pada Senin (8/4/2024), ada kemungkinan keterlibatan travel gelap. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebut hal tersebut dalam sejumlah evaluasi yang sudah dilakukan.
"Dari situ (kecelakaan Cikampek) ada beberapa hal yang kita ambil maknanya. Satu titik letih, dia kejar setoran, muatannya berlebih, dan ketiga ilegal," kata Budi saat ditemui di sela-sela acara Halal Bi Halal Idul Fitri 2024 di kantor Kemenhub, Jakarta Pusat, Rabu (10/4/2024).
Untuk itu, Budi memastikan Kemenhub dan Korlantas Polri pada arus balik nanti untuk memperhatikan kejelasan angkutan umum yang digunakan. Budi meminta masyarakat tidak menggunakan travel gelap atau ilegal dalam perjalanan mudik dan balik.
"Kalau tidak teregister, saya pikir kalau dia kecelakaan, bikin masalah. Bisa saja tidak dapat asuransi. Jadi itu yang menjadi pelajaran," ujar Budi.
Budi memastikan, saat ini, Kemenhub akan menata kembali berkaitan dengan angkutan ilegal. Dia memastikan setelah berkoordinasi dengan Korlantas, akan ada razia yang dilakukan terhadap angkutan gelap.
"Penumpang kalau bisa jangan naik yang kayak begitu. Jadi, satu sisi kita melakukan penindakan, law enforcement. Di sisi lain, kita menganjurkan mereka pakai angkutan umum yang ada, kan bus masih banyak," kata Budi menjelaskan.
Sebelumnya, Ketua IPOMI dan Ketua Bidang Angkutan Orang DPP Organda, Kurnia Lesani Adnan mengatakan, kecelakan maut di Cikampek perlu pengusutan lebih lanjut. Organda menduga kecelakaan tersebut terindikasi praktik angkutan ilegal atau travel gelap.
"Indikasinya, dari korban penumpang yang tidak saling kenal. Berdasarkan KTP korban yang tersiar di media sosial. Korban, tidak berada dalam satu daerah atau satu tempat tinggal sehingga bisa kami pastikan penumpang tidak saling kenal satu sama lain," kata Kurnia.
Di sisi lain, Kurnia menyebut kendaraan dengan nomor STNK pemilik kendaraan tidak merasa memiliki kendaraan tersebut. Kepemilikan STNK atas nama Yanti Setiawan Budi yang tersiar di media sosial.
"Ini bisa di cek di data Samsat yang harusnya terkoneksi link ke pajak, terlihat tidak pernah ada verifikasi pajak atas nama tersebut. Tentu dugaan ini harus ditelusuri, apakah pengemudi yang menjadi korban atau hanya pekerja atau pesuruh saja yang bertindak sebagai pengemudi," ucap Kurnia. Rahayu Subekti