Ekonom: Optimalisasi SRBI dan SVBI Redam Volatilitas Rupiah
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah akan mendorong perpindahan modal ke safe haven.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) dapat meredam volatilitas rupiah di tengah ketidakpastian global dan ketegangan geopolitik.
"Beberapa kebijakan yang dilakukan untuk meredam volatilitas rupiah antara lain optimalisasi penerbitan SRBI, SVBI, dan SUVBI," kata Reny kepada ANTARA di Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah akan mendorong perpindahan modal ke instrumen safe haven seperti dolar AS dan emas. Meningkatnya ketegangan geopolitik dapat mengganggu sistem pasokan, meningkatkan biaya pangan dan energi, serta memperlambat penurunan inflasi global.
Reny mengatakan, ketiga instrumen baru yakni SRBI, SVBI, dan SUVBI itu dapat menarik aliran modal masuk untuk memperkuat ketahanan eksternal perekonomian Indonesia dari dampak global spillovers.
Upaya berikutnya untuk meredam volatilitas rupiah adalah meningkatkan kolaborasi global dengan otoritas dari negara mitra dan bank sentral, khususnya dalam QRIS antar negara dan Transaksi Mata Uang Lokal (LCT).
Pemerintah dan seluruh pihak juga perlu terus mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia agar terus tumbuh. Konsumsi rumah tangga dan investasi terus tumbuh seiring dengan kepercayaan masyarakat dan terus diselesaikannya Proyek Strategis Nasional (PSN). Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024 diperkirakan tumbuh sekitar 5 persen.
Yang juga penting dilakukan untuk menekan volatilitas rupiah adalah memastikan inflasi dalam negeri tetap berada dalam target Bank Indonesia (BI) dan rendah. BI berkolaborasi dengan pemerintah untuk menjamin stabilitas harga pangan.
Lebih lanjut Reny mengatakan rupiah kerap melemah pasca libur Idul Fitri dalam satu dekade terakhir. Dalam sepuluh tahun terakhir, dalam tujuh kali hari perdagangan setelah libur Idul Fitri, rupiah rata-rata melemah sebesar 0,44 persen dibandingkan nilai rupiah sebelum hari raya.
Melemahnya nilai tukar rupiah erat kaitannya dengan perkembangan perekonomian dan sentimen di pasar keuangan, baik dari sisi global maupun domestik.
Fluktuasi nilai tukar rupiah dipengaruhi antara lain oleh perkembangan perekonomian Amerika Serikat (AS) dan kebijakan bank sentral AS atau The Fed terutama terkait suku bunga kebijakan Fed Funds Rate (FFR), serta faktor domestik.
Dari dalam negeri, kondisi fundamental, arah aliran dana asing, inflasi dan prospek pertumbuhan ekonomi turut menentukan perubahan nilai tukar rupiah.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan hingga 19 Maret 2024 lelang Sekuritas Rupiah BI (SRBI) mencapai Rp409,38 triliun guna mendukung pendalaman pasar uang dan aliran modal asing masuk ke dalam negeri.
Pada periode yang sama, posisi Sekuritas Valas BI (SVBI), dan Sukuk Valas BI (SUVBI) masing-masing tercatat sebesar 2,31 miliar dolar AS, dan 387 juta dolar AS. "Untuk meningkatkan upaya pendalaman pasar uang dan mendukung aliran masuk ke dalam negeri, instrumen moneter pro-market SRBI, SVBI, dan SUVBI, yang diterbitkan sejak 2023 terus dioptimalkan," kata Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Maret 2024 di Jakarta, Rabu (20/3).