Tangguhnya Hizbullah Lebanon Lawan Israel dan Syahidnya Putra Sayed Hassan Nasrallah

Sayed Hasan Nasrallah memimpin Hizbullah Lebanon

Reuters
Pemimpin Hizabullah, Sayyed Hassan Nasrallah, dikenal sebagai pemimpin pemberani.
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sayed Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah, dikenal sebagai petinggi Hizbullah Lebanon. Nasrallah adalah sosok politisi cerdas yang membimbing Hizbullah meraih puncak keberhasilan yaitu penarikan mundur Israel dari wilayah Lebanon selatan. 

Baca Juga


Semuanya berawal pada 1992. Di usia 32 tahun, Nasrallah terpilih duduk di tampuk pimpinan Hizbullah menggantikan Abbas Mussawi yang terbunuh di Lebanon selatan oleh helikopter Israel. Saat itulah ia bertekad mengabdikan seluruh hidupnya untuk menggempur Israel.

Bagi para pendukungnya, pemakai sorban dan kacamata bingkai hitam ini mampu menarik perhatian dengan kemampuan berbahasa Arabnya. Di tengah kerumunan massa, ia berusaha keras menembus ketatnya pengawalan para pasukan keamanan. 

Dengan senyum di wajahnya, Nasrallah tetap mencoba melakukan kontak personal. Berkat perhatian khusus itulah, pria kelahiran Quarantaine, pinggiran utara Beirut, ini mampu merebut hati ribuan pemuda Islam.

Masa muda Nasrallah pun tak jauh dari nuansa perjuangan. Pada 1976, Nasrallah muda pindah ke wilayah Lebanon selatan menyusul aksi pembersihan milisi Kristen terhadap wilayah kelompok syiah. Saat itu Nasrallah menjadi partisan gerakan Amal Syiah yang dibentuk oleh Mussa Sadr. Tetapi belakangan Sadr menghilang setelah melakukan kunjungan ke Libya pada 1978. 

Nasrallah sempat tinggal di Najaf, kota suci di Irak yang sempat menjadi pusat syiah sebelum Revolusi Islam Iran, selama tiga tahun. Di kota inilah, Nasrallah belajar dari Ayatullah Mohammad Baker el-Sadr. Tetapi pendiri partai Islam Ad-Dawaa ini terbunuh saat pemerintahan Saddam Hussein pada 1979.

Usai berguru, Nasrallah kembali ke Lebanon. Saat itu ia diangkat menjadi pejabat Amal di Lembah Bekaa dan berhasil pula masuk dalam jajaran keanggotaan resmi Amal. Namun Nasrallah memutuskan keluar dari Amal pada 1982. Pasalnya, ia menilai strategi gerakan Amal melawan pendudukan Israel terlalu lambat dan terkesan takut-takut.

Ayah lima anak, dua gadis dan tiga lelaki, ini turut membidani lahirnya Hizbullah atau Partai Allah dengan bantuan 3.000 Pasukan Revolusi dari Iran. Tak menunggu lama, ia langsung membentuk pasukan Hizbullah di Bekaa. 

Popularitas Nasrallah mencapai puncaknya sekitar satu setengah tahun lalu ketika ia berusaha keras menahan diri saat menghadapi syahidnya sang anak, Hadi (20 tahun), yang terbunuh di Israel.

Hizbullah dibentuk dengan sponsor Iran segera setelah invasi Israel ke Lebanon. Tujuannya, sebagaimana dinyatakan dalam surat terbuka pada 1985, di antaranya, jihad melawan Israel dan pembentukan negara Islam.

 

Mereka menolak Persetujuan Tha'if (Thaif Accord) yang, di antaranya, menyetujui kesejajaran umat Kristen dan Islam dalam pemerintahan Lebanon. 

Sebagaimana diketahui, berdasarkan Pakta Nasional Lebanon pada 1943 yang disponsori Prancis, Presiden Lebanon harus selalu berasal dari pihak Kristen Maronit, Perdana Menteri berasal dari kelompok Islam Sunni, dan Ketua Parlemen dari kelompok Syiah.

Perang saudara 1975 bersumber dari tuntutan pihak Islam agar mengubah Pakta Nasional tersebut, mengingat komposisi demografi Lebanon telah jauh berubah di mana kelompok Muslim, khususnya Syiah, telah menjadi mayoritas.

Para pendukung Hizbullah awal adalah golongan Syiah di Provinsi Bekaa (Biga), santri Lebanon yang terusir dari Irak menyusul pembersihan aktivitas politik Syiah pada 1970-an, orang-orang Syiah yang tergusur dari selatan Lebanon akibat invasi Israel itu, orang Syiah Lebanon yang pernah dilatih dan ikut berjuang bersama gerilyawan Palestina, serta sekitar 1.000 personel pasdaran (Pengawal Revolusi Iran). 

Mereka mulai menarik perhatian dunia ketika melancarkan bom bunuh diri terhadap markas tentara Amerika Serikat dan Prancis di Lebanon (1983) yang menewaskan ratusan orang.

Popularitasnya makin meningkat ketika terlibat dalam berbagai tindak kekerasan, khususnya penculikan terhadap warga Barat, yang baru berakhir pada 1992.

Tapi Hizbullah tak hanya terlibat dalam kegiatan militer-politik. Mereka juga membangun jalan-jalan yang mulus, sumur di pedesaan, rumah sakit, apotek, dan pabrik tekstil. Juga memberikan buku secara cuma-cuma, beasiswa, serta pekerjaan bagi korban perang. 

Untuk memperluas basis dukungannya, mereka mendirikan klub sepak bola, media massa, dan stasiun radio. Dengan begitu, kian banyak pendukung Amal Syi'ah pimpinan Nabih Herri, kelompok Syiah moderat Lebanon yang didukung kaum profesional dan pedagang, yang membelot ke Hizbullah.

Tak heran, dalam Pemilu 1992, Hizbullah memperoleh setengah dari total suara Syiah Lebanon. Di kawasan selatan, kelompok itu bahkan mengumpulkan seluruh 8 kursi yang tersedia, yang merupakan blok tunggal terbesar dalam parlemen.

Dengan sekitar 5.000 sampai 10 ribu personel bersenjata yang terlatih dan memiliki determinasi, Hizbullah melancarkan taktik hit and run melawan Israel. Cara ini ternyata efektif dibanding harus berkonfrontasi secara langsung menghadapi profesionalisme dan kecanggihan militer Israel yang telah teruji. 

 

Kebanyakan tentara Israel justru dibunuh melalui bom bunuh diri atau pemasangan bom di ''zona keamanan'' yang kemudian diledakkan dengan remote control. Tapi ini tak akan jalan tanpa jaringan intelijen canggih yang dibangun Hizbullah.

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler