PDIP: Selamat Datang Otoritarian Demokrasi
PDIP mengkhawatirkan berbagai praktik kecurangan pemilu secara masif.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) langsung menggelar rapat koordinasi nasional (rakornas) usai putusan sidang sengketa Pilpres 2024. Bukan ucapan selamat kepada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, partai berlambang kepala banteng itu mengatakan bahwa Indonesia akan memasuki masa otoritarian demokrasi.
Menurutnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah melegalkan Indonesia menjadi negara kekuasaan. Negara yang semakin melupakan etika dan moral dalam berpolitik.
"Indonesia masuk dalam kegelapan demokrasi, selamat datang otoritarian demokrasi. Demokrasi prosedural lemahkan legitimasi pemerintahan ke depan, nama hakim MK tercatat dalam sejarah bangsa, legalkan abuse of power Presiden," ujar Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto menutup rakornas, Senin (22/4/2024) malam.
Keputusan hakim MK seharusnya didasarkan pada pertimbangan hukum yang jernih berdasarkan suara hati nurani, keadilan yang hakiki, dan sikap kenegarawanan. Serta, keberpihakan pada kepentingan bangsa dan negara dalam menjalankan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
PDIP menilai bahwa para hakim MK tidak membuka ruang terhadap keadilan yang hakiki. Lembaga tersebut melupakan kaidah etika dan moral, sehingga MK semakin melegalkan Indonesia sebagai negara kekuasaan.
"Konsekuensinya, Indonesia masuk dalam kegelapan demokrasi yang semakin melegalkan bekerjanya otoritarian demokrasi melalui abuse of power Presiden Jokowi," ujar Hasto.
Mereka menilai bahwa demokrasi di Indonesia terbatas pada demokrasi prosedural. Dampaknya, legitimasi kepemimpinan nasional ke depan akan menghadapi persoalan serius, terlebih dengan berbagai persoalan perekonomian nasional dan tantangan geopolitik.
"PDI Perjuangan mengkhawatirkan bahwa berbagai praktik kecurangan pemilu secara masif. Termasuk penggunaan sumber daya negara dan instrumen negara, akan semakin mewarnai pelaksanaan pemilu ke depan," ujar Hasto.
"Mengingat berbagai kecurangan pemilu yang dibiarkan akan cenderung diterapkan kembali dengan tingkat kerusakan terhadap nilai-nilai demokrasi yang semakin besar dan mematikan prinsip kedaulatan rakyat di dalam menentukan pemimpinnya," sambungnya menegaskan.