Tafsir Al An'am Ayat 108: Islam Tegas Larang Menghina Agama Lain, Ini Hikmahnya
Ketika mereka menolak dan mencela, maka umat Muslim menghadapinya dengan kesabaran.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT memerintahkan untuk tidak melakukan penghinaan atau perbuatan semacamnya terhadap orang-orang yang menyembah sesembahan selain Allah. Hal ini ditegaskan dalam Alquran, yaitu pada Surat Al An'am ayat 108.
Allah SWT berfirman:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ وَاَقْسَمُوْا بِاللّٰهِ جَهْدَ اَيْمَانِهِمْ لَىِٕنْ جَاۤءَتْهُمْ اٰيَةٌ لَّيُؤْمِنُنَّ بِهَاۗ قُلْ اِنَّمَا الْاٰيٰتُ عِنْدَ اللّٰهِ وَمَا يُشْعِرُكُمْ اَنَّهَآ اِذَا جَاۤءَتْ لَا يُؤْمِنُوْنَ وَنُقَلِّبُ اَفْـِٕدَتَهُمْ وَاَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوْا بِهٖٓ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَّنَذَرُهُمْ فِيْ طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُوْنَ ࣖ ۔
"Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian, kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa jika datang suatu mukjizat kepada mereka, pastilah mereka akan beriman kepadanya. Katakanlah, “Mukjizat-mukjizat itu hanya ada pada sisi Allah.” Dan tahukah kamu, bahwa apabila mukjizat (ayat-ayat) datang, mereka tidak juga akan beriman. Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (Al-Qur'an), dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan." (QS. Al An'am ayat 108-110)
Dalam Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha disebutkan sebelum ayat-ayat tersebut diturunkan, Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya untuk menyampaikan wahyu-Nya dengan perkataan dan perbuatan serta berpaling dari orang-orang musyrik.
Ketika mereka menolak dan mencela, maka umat Muslim menghadapinya dengan kesabaran dan kelembutan. Sebab, adalah sunnatullah ketika sebagian besar manusia memiliki tingkat kesiapan, pemahaman, dan ketekunan yang berbeda-beda.
Karena manusia memiliki tingkat kesiapan, pemahaman, dan usaha yang berbeda-beda, maka tidak ada kesepakatan atas satu agama. Terlebih, Allah mengutus para rasul adalah untuk pembawa pesan, bukan sebagai pemaksa pesan itu sendiri.
Selanjutnya...
Mereka adalah pembimbing yang penuh kelembutan, tidak sewenang-wenang, dan bukan penguasa yang memaksakan kehendaknya. Karena itu, para rasul tidak membatasi kebebasan orang-orang dalam memilih dan memegang keyakinan mereka.
Sang Pencipta, Allah SWT, memberikan kebebasan ini kepada mereka dan tidak memaksa mereka untuk beriman berdasarkan paksaan maupun kekerasan. Allah SWT menambahkan peringatan tersebut dengan larangan mencela tuhan-tuhan yang disembah oleh orang lain selain Allah.
Ketika seorang Muslim melakukannya, yakni mencela atau menghina pemeluk agama lain, maka mereka pun akan mencela balik Allah tanpa dasar apapun. Melalui ayat tersebutlah, Allah mengingatkan untuk tidak menghina sesembahan yang disembah oleh orang lain.
Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan." (QS. Al An'am ayat 108)
Ayat tersebut merupakan perintah kepada orang-orang mukmin, agar tidak mencela tuhan-tuhan yang disembah oleh orang-orang kafir selain Allah. Ini karena mereka menyembahnya dengan harapan mendapatkan manfaat atau menangkal marabahaya melalui perantara di sisi Allah.
Selanjutnya...
Jika orang-orang mukmin mencela orang-orang musyrik, mereka pun akan mencela Allah secara tidak berdasar. Kondisi ini akan mengakibatkan celaan demi celaan yang melampaui batas, yang ujung-ujungnya justru membuat orang-orang mukmin geram.
Padahal, orang-orang yang menyembah selain Allah itu hanya tidak mengetahui bahwa perbuatan tersebut adalah penghinaan terhadap Allah. Mereka mencela tidak dengan pengetahuan yang cukup.
Mereka mencela Allah dengan menyebut sifat yang tidak mereka yakini sebagai sifat-Nya. Hal tersebut tentu harus dihindari. Artinya seorang Muslim tidak boleh mencela sesuatu yang dianggap suci oleh orang lain.
Saling memaki atau mencela bersumber dari ketidaktahuan yang mendorong seseorang untuk membalas suatu kesalahan dengan kesalahan yang sama, hingga terjadilah terus-menerus siklus tersebut. Hikmah ihwal larangan cela-mencela ini ada dalam hadits berikut ini:
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رضي الله عنهما أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: “مِن الكَبَائِرِ: شتم الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ” قِيْلَ: وَهَلْ يَسُبُّ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: “نَعَمْ، يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ، فَيَسُبُّ الرجل أَبَاهُ، وَيَسُبُّ أُمَّهُ، فَيَسُبُّ أُمَّهُ.” مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
"Diriwayatkan Abdullah bin Amr RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Termasuk dosa besar adalah seorang laki-laki mencela orang tuanya." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ada orang yang mencela kedua orang tuanya?" Beliau SAW menjawab, "Ada. Seorang lelaki mencaci ayah orang lain, maka orang lain tersebut mencaci balik ayahnya. Demikian juga, dia mencela ibu orang lain, lalu orang lain tersebut mencaci balik ibunya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Sumber: Islamweb