Mesir Ungkap Proposal Baru Gencatan Senjata di Gaza
Kairo menolak tegas operasi militer Israel di Rafah.
REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir mengungkap adanya proposal baru untuk gencatan senjata di Jalur Gaza, yang diblokade Israel untuk membalas serangan kelompok pejuang Hamas Palestina. “Ada usulan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza,” kata Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry dalam pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Arab Saudi, Senin, (29/4/2024).
Tanpa menjelaskan lebih lanjut, dia mengatakan, telah meminta Hamas dan Israel untuk mempelajari proposal tersebut. “Kita harus mengakhiri krisis yang sedang berlangsung di Gaza untuk menyelesaikan masalah Palestina,” kata Shoukry.
Menlu Mesir itu menegaskan kembali penolakan Kairo terhadap operasi militer Israel di Rafah, yang merupakan rumah bagi lebih dari 1,4 juta pengungsi Palestina. “Kami menekankan perlunya menghindari bencana kemanusiaan terhadap warga sipil,” ujar dia.
Delegasi intelijen Mesir mengadakan pembicaraan dengan para pejabat Israel pada Jumat (26/4/2024) untuk membahas usulan kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza. Proposal baru tersebut mencakup kesediaan Israel untuk membahas “pemulihan ketenangan secara berkelanjutan” di Gaza setelah pembebasan awal sandera atas dasar kemanusiaan, kata dua pejabat Israel kepada situs berita Axios.
Delegasi Hamas dijadwalkan mengunjungi Mesir pada Senin untuk menyampaikan tanggapannya terhadap proposal gencatan senjata. Delegasi Israel juga diperkirakan akan mengunjungi Mesir pada Selasa (30/4/2024) untuk melakukan negosiasi tidak langsung dengan Hamas mengenai gencatan senjata di Gaza, demikian laporan lembaga penyiaran publik, KAN.
Hamas diperkirakan menyandera lebih dari 130 warga Israel, sementara Tel Aviv menahan lebih dari 9.100 warga Palestina di penjara-penjaranya. Hamas menuntut diakhirinya serangan mematikan Israel di Jalur Gaza dan penarikan pasukan Israel dari wilayah tersebut untuk kesepakatan pertukaran sandera-tahanan dengan Tel Aviv.
Kesepakatan sebelumnya pada November 2023 mencakup pembebasan 81 warga Israel dan 24 warga asing dengan imbalan 240 warga Palestina, termasuk 71 wanita dan 169 anak-anak.