Ganjar Resmi Bubarkan Tim Pemenangan Nasional

Ganjar dan Mahfud bangga dengan timnya yang selama ini perjuangkan demokrasi.

Republiika/Nawir Arsyad Akbar
Ganjar Pranowo menghadiri halal bihalal yang digelar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, di Posko Teuku Umar, Jakarta, Senin (6/5/2024) malam.
Rep: Nawir Arysad Akbar Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024, Ganjar Pranowo menghadiri acara halal bihalal Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud. Acara tersebut juga menjadi untuk membubarkan tim kampanyenya tersebut.

"Salam saya buat teman-teman dan dengan mengucap syukur Alhamdulillah, kita tutup seluruh kegiatan TPN," ujar Ganjar dalam sambutannya di Posko Teuku Umar, Jakarta, Senin (6/5/2024) malam.

Baca Juga



Pilpres 2020 adalah momen berharga baginya dan Mahfud MD yang dipilih sebagai calon wakil presiden (cawapres). Pasangan nomor urut 3 itu bangga memiliki tim yang hebat.

"Saya dan Pak Mahfud merasa bangga ada orang-orang hebat di belakang saya, dan di depan saya tentu saja yang selama ini kita bersama-sama memperjuangkan demokrasi dan kebenaran," ujar Ganjar.

Sebelumnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah melegalkan Indonesia menjadi negara kekuasaan. Negara yang semakin melupakan etika dan moral dalam berpolitik.

"Indonesia masuk dalam kegelapan demokrasi, selamat datang otoritarian demokrasi. Demokrasi prosedural lemahkan legitimasi pemerintahan ke depan, nama hakim MK tercatat dalam sejarah bangsa, legalkan abuse of power Presiden," ujar Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto menutup rakornas, Senin (22/4/2024) malam.

Keputusan hakim MK seharusnya didasarkan pada pertimbangan hukum yang jernih berdasarkan suara hati nurani, keadilan yang hakiki, dan sikap kenegarawanan. Serta, keberpihakan pada kepentingan bangsa dan negara dalam menjalankan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

PDIP menilai bahwa para hakim MK tidak membuka ruang terhadap keadilan yang hakiki. Lembaga tersebut melupakan kaidah etika dan moral, sehingga MK semakin melegalkan Indonesia sebagai negara kekuasaan.

"Konsekuensinya, Indonesia masuk dalam kegelapan demokrasi yang semakin melegalkan bekerjanya otoritarian demokrasi melalui abuse of power Presiden Jokowi," ujar Hasto.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler