Brasil dan Venezuela Kutuk Operasi Israel di Rafah
Brasil menilai Israel kembali menunjukkan ketidakpeduliannya atas prinsip dasar HAM.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Brasil dan Venezuela mengutuk dimulainya operasi militer Israel di Rafah Timur, Jalur Gaza. Kedua negara ini menyerukan komunitas internasional, organisasi, dan Dewan Keamanan PBB untuk mengatasi ketidakpedulian terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan hukum humaniter.
“Pemerintah Brasil mengutuk peluncuran operasi angkatan bersenjata Israel di kota Rafah di Jalur Gaza," kata Kementerian Luar Negeri Brasil, seperti dilaporkan Sputnik, Selasa (7/5/2024).
Dengan aksi militer tersebut, menurut Brasil, Israel dengan sengaja meningkatkan konflik di wilayah Gaza yang kini diketahui memiliki konsentrasi tinggi warga sipil.
Pemerintah Brasil menilai Israel kembali menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dan hukum humaniter, meskipun ada seruan dari komunitas internasional, termasuk sekutu-sekutu terdekatnya.
Brasil meminta organisasi internasional dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengatasi ketidakpedulian dan sikap pasif yang menyebabkan bencana kemanusiaan di Jalur Gaza semakin buruk.
Negara Amerika Latin lainnya, Venezuela, juga meminta komunitas internasional untuk menegakkan kembali legalitas dan keadilan internasional di wilayah tersebut.
“Venezuela dengan tegas mengutuk pengeboman Rafah di Jalur Gaza selatan, oleh negara Zionis Israel yang melanjutkan kebijakan kriminal sistematis dan ekspansionis di wilayah tersebut,” kata Kemenlu Venezuela melalui pernyataan.
Kemenlu Venezuala memperingatkan, ada lebih dari 1,4 juta warga Palestina, yang terpaksa mengungsi, tinggal di Rafah.
Pada Senin (6/5/2024), Angkatan Bersenjata Israel (IDF) memulai operasi militer di bagian timur Rafah setelah mendesak warga untuk mengungsi. Lebih dari satu juta orang diyakini berlindung di kota tersebut.
Gerakan Palestina Hamas mengatakan bahwa mereka telah menyetujui ketentuan perjanjian gencatan senjata Gaza yang diusulkan oleh Mesir dan Qatar. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut perjanjian gencatan senjata itu tidak dapat diterima.
Sudah lebih dari 34.700 orang yang terbunuh sejauh ini akibat serangan Israel di Jalur Gaza, menurut otoritas setempat, dan lebih dari 100 sandera diyakini masih ditahan oleh Hamas di Gaza.