Kasus Kericuhan Pamulang, Begini Adab Bagi Para Pendatang dalam Islam
Pendatang harus beradabtasi dengan orang asli sekitar.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kericuhan terjadi antara sekelompok mahasiswa Universitas Pamulang (Unpam) dengan masyarakat setempat pada Ahad (5/5/2024) kemarin. Namun, berdasarkan keterangan sejumlah warga, kejadian di Pamulang itu merupakan puncak kejengkelan warga, bukan karena kelompok mahasiswa melakukan ibadat doa Rosario.
Selama ini warga mengaku resah dengan ulah mahasiswa yang kos-kosaan kerap kumpul-kumpul dan berisik sehingga mengganggu warga. Namun, dengan adanya tindak kekerasan, pihak kepolisian menetapkan empat warga sebagai tersangka.
Terlepas dari masalah itu, bagaimana sebenarnya Islam mengajarkan tentang adab dan tata krama manusia sebagai pendatang atau tamu di negeri orang? Apakah harus menyesuiakan dengan masyarakat setempat dan norma-norma apa saja yang harus dipatuhi?
Terlepas dari persoalan hukum yang sedang ditangani aparat penegak hukum, Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Ustadz Fathurrahman Kamal menjelaskan, sebagai kaum terpelajar terlebih sebagai pendatang hendaknya menyadari bahwa mereka sebagai duta terhormat ilmu pengetahuan dan penjaga gawang moralitas publik di tengah-tengah masyarakat.
"Masyarakat tidak menilai mereka semata dari orasi dan narasi ilmiah yang hebat, tetapi dari sikap, tutur kata, serta prilaku nyata sehari-hari. Jangan runtuhkan kepercayaan (trust), terlebih membuat mereka apatis dengan komunitas terpelajar," ujar Ustadz Fathurrahman kepada Republika, Kamis (9/4/2024).
Lihat halaman berikutnya >>>
Kedua, lanjut dia, kekerasan atas nama apapun bukanlah jalan baik dalam merespons persoalan sosial di tengah masyarakat yang majemuk. Kekecewaan masyarakat pada tataran tertentu dapat dipahami, namun tidak perlu mengekapresikannya dalam bentuk kekerasan terlebih bila berhimpitan dengan suasana pelaksanaan ritual agama tertentu.
"Mudaratnya lebih besar dari manfaatnya," ucap dia.
Dalam konteks era sosial media yang tak terbatas apapun saat ini, kata dia, tindakan semacam ini dapat dikapitalisasi oleh oknum dan kepentingan tertentu yang justeru berakibat buruk, dan bertentangan dengan Islam yang mengajarkan kedamaian, toleransi, dan keamanan bersama.
Karena itu, tambah dia, penting bagi semua pihak untuk menghayati dan melaksanakan secara nyata adab dan etika kehidupan bersama (ko-eksistensi) sebagai tetangga, pendatang, maupun warga masyarakat pada umumnya.
Menurut Ustadz Fathurrahman, berikut beberapa adab dan tata krama manusia sebagai pendatang yang diajarkan dalam Islam:
1. Islam menjadikan sikap, tutur kata dan perilaku memuliakan tetangga sebagai bukti nyata atas keimanan; tak semata klaim.
2. Tidak mengganggu tetangga, merusak ketertiban umum bahkan dengan hal-hal yang bersifat kepentingan pribadi semisal gangguan suara, kegaduhan, membuang sampah sembarangan, sampai menutup akses jalan bersama. Ini termasuk bagian dari sumpah Nabi 'alaihissalam "Demi Allah, demi Allah, demi Allah tidaklah beriman mereka yang tetangganya tidak nyaman dari kebutukannya" (Bukhari dan Muslim);
3. Menjaga kehormatan tetangga, menutup aibnya, tidak mencari-cari aib dan kesalahannya, menjaga harta bendanya di saat kepergian tetangga, berempati serta membantunya bila diterpa musibah atau kesulitan, termasuk menjenguk yang sakit.
4. Menasihati tetangga dengan cara yang makruf, bermusyawarah, serta menjunjung tinggi kearifan lokal dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
5. Berbagi kegembiraan dengan tetangga semisal memberi makanan, hadiah, dan seterusnya utk menguatkan rekatan emosi sosial dan kebersamaan.
6. Selebihnya bersabar atas segala risiko kehidupan bermasyarakat seperti sabda Nabi, di antara orang yang dicintai Allah ialah seseorang yang disakiti oleh tetangganya lalu ia bersabar atas penderitaan tersebut (HR Ahmad).