Banjir Bandang Sumbar yang Mematikan: Pemerintah Lengah, Padahal Sudah Diberi Peringatan
Menko PMK Muhadjir Effendy mengakui agak lengah terkait banjir bandang di Sumbar.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro
Banjir bandang yang juga membawa material lahar dingin hasil erupsi Gunung Marapi yang terjadi pada Sabtu (11/5/2024) terbilang sangat mematikan, lantaran hingga Rabu (15/5/2024) tercatat 58 warga dari beberapa wilayah di Sumatera Barat (Sumbar) meninggal dunia. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengakui pemerintah agak lengah terkait bencana banjir bandang tersebut.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa mencari solusi yang permanen, utamanya bagaimana mengatasi lahar dingin dari Gunung Marapi, itu yang utama. Memang sudah bisa dipastikan sebetulnya kalau habis erupsi, kemudian ada banjir, itu pasti nanti akan diikuti, yang itu yang kemarin mungkin agak lengah kita, dan ini menjadi pelajaran yang sangat berharga walaupun sangat menyakitkan," kata Muhadjir, di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Ahli Geologi dan Vulkanologi Sumbar Ade Edward mengatakan, peringatan akan dampak erupsi Gunung Marapi kepada pemerintah sudah diberikan sejak awal erupsi terjadi. Menurut dia, sebelum terjadinya banjir bandang, warga telah meminta aparat pemerintahan untuk melakukan sosialisasi terkait langkah mitigasi apabila terjadi bencana, tapi tidak kunjung dilakukan.
“Sejak awal itu sudah diingatkan. Ketika 3 Desember itu terjadi erupsi Marapi,” tutur Ade kepada Republika lewat sambungan telepon, Rabu (15/5/2024).
Ade mengatakan, bentuk kelengahan pemerintah sejatinya sudah terlihat dengan jatuhnya 24 korban jiwa akibat erupsi Gunung Marapi. Di mana, ketika itu status gunung tersebut ada di level Siaga, yang mana terlarang bagi wisatawan untuk memasuki kawasan tersebut dalam radius 3 km. Tapi, ternyata mereka diizinkan untuk berwisata ke puncak Gunung Marapi.
“Padahal itu adalah daerah terlarang itu dimasuki. Karena status itu masih siaga. Itu dilarang memasuki kawasan 3 km. Tetapi diizinkan oleh pemerintah daerah untuk wisata ke puncak Marapi. Itu bukti pertama kelalaian,” kata Ade.
Dari kejadian erupsi tersebut, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memperluas daerah yang dilarang untuk dimasuki menajdi radius 4,5 km dari puncak. Tak lama dari sana juga dibuat prediksi daerah mana saja yang berisiko terkena ancaman banjir lahar akibat erupsi.
“Akhirnya keluarlah peta itu. Versi terbaru. Desember minggu ketiga rasanya sudah selesai. Dengan permodelan yang paling baiklah rasanya di Indonesia saat ini,” jelas dia.
Data tersebut kemudian diberikan dan disosialisasikan kepada para pegiat bencana Sumbar dan komunitas serupa untuk disosialisasikan lebih lanjut. Itu juga dilakukan untuk membantu pemerintah daerah dalam menyiapkan perencanaan mitigasi. Dari sana, pegiat bencana dan komunitas mengonversi data tersebut menjadi versi aplikasi yang dapat digunakan di ponsel pintar.
“Januari sudah selesai. Sudah kita rilis. Dan kita update terus. Sampai sekarang, di mana lokasi, korban, itu ada di Google Maps. Versi yang kita rilis itu 24 jam kita perbarui terus datanya. Namun, itu tidak diitndak lanjut,” ungkap Ade.
Upaya pencegahan dan kesiapsiagaan tak kunjung dilakukan, terjadilah banjir pertama sekitar April 2024. Ade mengaku, dia dan pegiat lainnya terus mengingatkan pemerintah akan pentingnya pencegahan dan kesiapsiagaan akan dampak lanjutan dari erupsi Gunung Marapi tersebut.
“Ironinya setelah banjir bandang pertama itu, BNPB itu mengadakan peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana di Padang. Dengan tema kesiapsiagaan gempa-tsunami. Kan ironis sekali. Yang siaganya itu Marapi. Kok latihan kesiapsiagaannya gempa-tsunami? Yang kebutuhan masyarakat kan harusnya mitigasi persepsiagaan Merapi. Dan itu tidak dilakukan sama sekali,” kata dia.
Menurut dia, sebelum terjadi banjir bandang akibat lahar dingin beberapa hari lalu pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah memberikan peringatan. Tapi, lagi-lagi tidak ada tindak lanjut akan peringatan tersebut. Padahal, pada masa itu pula, masyarakat desa di sekitar Marapi beserta relawan juga sudah meminta untuk diberikan pemahaman tentang upaya mitigasi bencana.
“Masyarakat desa itu sudah meminta untuk diberikan sosialisasi, pemahaman bagaimana upaya-upaya. Tidak direspons sama sekali. Jadi kalau menurut saya, Pak Muhajir itu bilang begitu (lengah), benar adanya,” kata dia.
Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup Walhi Sumbar Tommy Adam juga menilai pemerintah abai dan lalai dalam melihat persoalan yang sudah terjadi di kawasan Gunung Marapi, Sumbar. Lemahnya mitigasi dan kesiapsiagaan berimplikasi pada banyaknya korban jiwa yang berjatuhan
“Kritik terhadap pemerintah, baik kabupaten atau provinsi, adalah bukan lemah, tapi abai dan lalai dalam melihat persoalan yang sudah terjadi di kawasan Gunung Marapi,” kata Tommy kepada Republika, Rabu (15/5/2024).
Ada sejumlah alasan yang membuatnya berpandangan seperti itu. Pertama, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah sejak jauh hari mengingatkan tetnang kondisi cuaca ekstrem di Sumatera Barat, khususnya pada lokasi bencana. Kedua, adanya peringatan Pusat Vulkanologi & Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait potensi banjir lahar dingin.
“Lalu adanya kejadian bencana lahar dingin yang sebelumnya sudah terjadi di Agam dan Tanah Datar pada 5 April 2024. Tidak ada respon atas tiga hal di atas, misal upaya pemindahan orang dari lokasi rawan bencana, atau pemasangan alat deteksi dini banjir bandang atau early warning,” kata Tommy.
Dia mengatakan, semua pihak tentu berduka dengan atas apa yang sudah terjadi. Tapi, kata dia, tetap harus ada yang bertanggung jawab atas kejadian yang menimbulkan puluhan korban jiwa tersebut. Apa yang terjadi, kata dia, menjadi bukti lemahnya mitigasi dan kesiapsiagaan yang berimplikasi terhadap banyaknya korban jiwa.
“Atas kejadian yang terjadi sekarang pemerintah harus memenuhi segala kebutuhan masyarakat yang terdampak, air bersih, makanan pokok, kesehatan, dan lainnya,” jelas dia.
Dia menambahkan, berkaca pada kasus bencana sebelumnya di Kabupatem Pesisir Selatan, Sumbar, ketika pascabencana banyak yang meninggal karena diare. Dia ingin hal itu tak kembali terulang di penanganan bencana kali ini
“Tanggung jawab pemerintah tidak hanya pada kondisi tanggap darurat, tapi juga pada saat pra bencana yang tidak siap dan siaga,” terang dia.
In Picture: Pencarian Korban Banjir Lahar Dingin di Tanah Datar
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Rabu (15/5/2024) melaporkan jumlah korban banjir lahar hujan Gunung Marapi yang melanda lima kabupaten/kota di Sumbar kembali bertambah delapan orang. Sehingga total korban meninggal dunia menjadi 58 orang.
"Ini berdasarkan data yang dilaporkan ke Pusat Pengendalian dan Operasi BNPB hari ini," kata Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Fajar Setyawan saat ditemui di Bukittinggi, Sumbar, Rabu.
Sementara, ia menjelaskan, jumlah korban hilang kembali bertambah dari 27 menjadi 35 orang yang semuanya masih dalam proses pencarian. Selain itu, untuk keluarga terdampak berjumlah 1.543 keluarga dan 33 orang mengalami luka-luka.
Para korban dikonfirmasi berasal dari lima kabupaten/kota terdampak yakni Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Pariaman, Kota Padang, dan Padang Panjang. "Jumlah kemungkinan berubah lagi karena BNPB, beserta tim gabungan termasuk BPBD di Sumatera Barat masih melaksanakan pengkajian dan melangsungkan proses pencarian, evakuasi korban," kata dia.
Terlepas dari itu, Fajar memastikan semua kebutuhan pokok dan penunjang akan segera disalurkan baik melalui pengiriman jalur darat, maupun udara menggunakan helikopter karena keselamatan masyarakat korban bencana menjadi hal yang diprioritaskan.
"Demi menunjang kelancaran operasi penanganan darurat dan rujukan laporan dari BMKG ada potensi hujan sedang-deras beberapa hari ke depan, maka hari ini kami mulai melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca," imbuhnya.
Pusdalops BNPB mencatat sejumlah kecamatan di Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Panjang dilanda banjir bandang bercampur material lahar hujan pada Sabtu (11/5/2024) malam, selanjutnya setelah dilakukan asesmen pada Senin (13/5/2024) diketahui bencana juga melanda wilayah Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang. Bencana tersebut dilaporkan menimbulkan dampak kerusakan yang serius hingga sempat memutus jalur transportasi Padang-Agam-Tanah Datar-Bukittinggi-Solok sehingga ditetapkan dan diberlakukan masa tanggap darurat selama 14 hari ke depan terhitung sejak Senin (13/5/2024).
Sejumlah posko utama tanggap darurat bencana pun didirikan untuk mengakomodasi logistik, dan pusat koordinasi, yang salah satunya berada di Halaman Kantor Bupati Tanah Datar. Pemerintah pusat melalui BNPB dengan persetujuan dari Komisi VIII DPR RI siap menyalurkan dukungan berupa pendanaan untuk operasional penanggulangan dampak bencana dari alokasi Dana Siap Pakai (DSP) total senilai Rp3,2 miliar dengan pembagian masing-masing senilai Rp200 juta - Rp250 juta.
Selain itu memberikan dukungan bantuan logistik berupa puluhan tenda pengungsian, tenda keluarga, ratusan paket sembako, makanan siap saji, hygiene kit, puluhan terpal, selimut, kasur, Pompa alkon, jendet light, lampu solar panel, toilet portable, gergaji pohon, dan perlengkapan kebersihan.