Kematian Raisi Picu Pertanyaan Soal Penerus Khamenei

Pemimpin Tertinggi memiliki kekuasaan terbesar di Iran.

EPA-EFE/ROBERT GHEMENT
Seorang wanita muda berjalan melewati tugu peringatan darurat yang dipasang di luar kedutaan Iran, menyusul kematian Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Menteri Luar Negeri Amir-Abdollahian, di Bucharest, Rumania, 20 Mei 2024.
Rep: Lintar Satria Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kematian Presiden Iran Ebrahim Raisi mengubah rencana Raisi menjadi penerus Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei ketika ulama berusia 85 tahun itu meninggal dunia. Kepergian Raisi juga akan memicu persaingan siapa yang akan menduduki jabatan tertinggi di Iran itu.

Raisi yang merupakan anak didik Khamenei menduduki jabatan politik tertinggi lewat jalur teokrasi. Ia kandidat utama penerus Khamenei meski belum dipastikan dalam politik Iran.

Naiknya Raisi ke kursi presiden bagian dari konsolidasi kekuasaan antara kelompok garis keras Iran yang ingin menegakan pilar-pilar Republik Islam dalam menghadapi risiko yang ditimbulkan pembangkang di dalam negeri dan musuh-musuh di kawasan yang bergejolak.

Ia menikmati dukungan Khamenei yang juga merupakan presiden sebelum menjabat sebagai Pemimpin Tertinggi Iran pada 1989. Usai kematian pendiri Republik Islam Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Pemimpin Tertinggi memiliki kekuasaan terbesar di Iran. Bertindak sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata dan memutuskan kebijakan luar negeri yang sebagian besar fokus dalam menghadapi Amerika Serikat (AS) dan Israel.

Walaupun Khamenei tidak mendukung siapa pun untuk menjadi penerusnya. Pengamat Iran mengatakan Raisi salah satu dari dua nama yang paling sering disebut. Nama kedua adalah putra Khamenei, Mojtaba yang diyakini memiliki pengaruh di balik layar.

Baca Juga


Selanjutnya...

Profesor kajian Timur Tengah dan hubungan internasional John Hopkins School of Advanced International Studies Vali Nasr mengatakan Raisi didukung kelompok yang ingin melihatnya menjadi Pemimpin Tertinggi.

"Sekarang kami tidak memiliki kandidat, dan ini membuka pintu pada faksi lain atau tokoh lain yang muncul sebagai calon serius," kata Nasr.

Raisi yang merupakan ulama tingkat menengah, kursi presiden kendaraan menuju jabatan Pemimpin Tertinggi.

"Saat ini tidak ada kandidat lain (dengan) platform serupa dan dan itulah sebabnya pemilihan presiden di Iran, bagaimanapun hasilnya, akan menjadi penentu tentang apa yang akan terjadi selanjutnya,” kata Nasr.

Dua orang sumber mengatakan Raisi memiliki pandangan yang sama dengan Khamenei pada setiap topik besar. Ia menegakan kembali kebijakan-kebijakan yang menegaskan kekuasaan ulama, menindak oposisi, dan mengadopsi sikap keras dalam kebijakan luar negeri seperti perundingan nuklir dengan Washington.

Selanjutnya...

Kelompok garis keras berhasil mempertahankan kekuasaan mereka di pemilihan parlemen bulan Maret lalu tapi dengan angka partisipasi terendah sejak revolusi 1979. Pengamat menilai hal ini mencerminkan krisis legitimasi elite-elite ulama di tengah kesulitan ekonomi dan pembangkangan yang dilakukan rakyat Iran terhadap pembatasan sosial dan politik yang dipicu kematian perempuan muda di tahanan polisi moral pada 2022.

Meski namanya kerap disebut, Mojtaba yang merupakan ustadz di sebuah pesantren di Kota Qom diragukan akan menjadi kandidat kuat penerus ayahnya.

Sumber yang dekat dengan kantor Khamenei mengatakan Pemimpin Tertinggi Iran itu mengindikasi menentang pencalonan putranya karena tidak ingin melihat kekuasaan monarki turun-temurun yang digulingkan revolusi 1979.

Warga menggelar aksi belasungkawa atas meninggalnya Presiden Republik Islam Iran di depan Kantor Kedutaan Besar Republika Islam Iran di Jakarta, Senin (20/5/2024). Aksi tersebut sebagai bentuk belasungkawa atas meninggalnya Presiden Iran Ebrahim Raisi, Menteri Luar Negeri Hossein Amir Abdollahian beserta rombongannya atas insiden kecelakaan helikopter pada Ahad (19/5/2024) di pegunungan di Provinsi Azerbaijan Timur. Kedubes Iran juga mengibarkan bendera setengah tiang serta area kantornya dipenuhi oleh karangan bunga duka cita. - (Republika/Thoudy Badai)



Sumber di kawasan yang mengetahui arah pemikiran Teheran mengatakan penolakan Khamenei pada kekuasaan turun-menurun akan mengeliminasi Mojtaba dan cucu Ayatollah Ruhollah Khomeini, Ali Khomeini yang kini tinggal di Najaf, Irak, sebagai kandidat pemimpin tertinggi.

Seorang mantan pejabat tinggi Iran mengatakan aktor-aktor berpengaruh termasuk di Garda Revolusi dan ulama-ulama di Qom diperkirakan akan meningkatkan upaya untuk membentuk proses menentukan Pemimpin Tertinggi berikutnya.

Selanjutnya...

"Kematian Raisi merupakan pukulan keras bagi penguasa yang saat ini tidak memiliki kandidat lain," kata pejabat tersebut.

Ia menambahkan meski banyak pihak yang menilai Raisi menjadi kandidat terkuat yang didukung Khamenei, tapi sesungguhnya tidak ada yang tahu niat Pemimpin Tertinggi itu.

Pada 1989, Khamenei jelas bukan kandidat unggulan untuk jabatan Pemimpin Tertinggi dan baru muncul setelah adanya kesepakatan tertutup antara elite ulama. Berdasarkan konstitusi Iran, Pemimpin Tertinggi ditunjuk oleh Majelis Ahli, sebuah badan ulama yang beranggotakan 88 orang yang mengawasi dan secara teori dapat memecat Pemimpin Tertinggi.

Majelis Ahli dipilih dalam pemilihan tapi lembaga lain yang terdiri dari para ulama dan ahli hukum yang selaras dengan Khamenei memiliki kekuatan untuk memveto undang-undang dan memutuskan siapa yang dapat menjabat.

Dua sumber yang mengetahui masalah ini mengatakan sekitar enam bulan lalu Majelis Ahli telah mencoret Raisi dari daftar calon pengganti karena popularitasnya merosot karena kesulitan ekonomi yang disebabkan sanksi AS dan salah urus.

Selanjutnya...

Salah satu sumber mengatakan para ulama pro-Raisi melakukan lobi intensif untuk mengembalikan namanya. Direktur program Iran di International Crisis Group Ali Vaez mengatakan tidak ada seorang pun kecuali segelintir orang di tingkat atas yang mengetahui seberapa besar narasi Raisi sebagai penerus tahta yang memiliki dasar pada kenyataannya.

“Namun jika ini adalah rencananya, kematian Raisi menimbulkan ketidakpastian yang besar dalam suksesi,” katanya.

Direktur Program Iran di lembaga think-tank Middle East Institute yang berbasis di Washington Alex Vatanka mengatakan banyak pihak melihat peran Khamenei dalam mempromosikan Raisi sebagai tanda ia menginginkannya sebagai penerus.

"(Kematian Raisi) dapat mengakibatkan pertikaian internal di dalam rezim yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak awal 1980-an,” katanya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler