Banyak Disebutkan dalam Alquran, Apa yang Dimaksud dengan Akal yang Dimiliki Manusia?
Islam memberikan perhatian besar terhadap akal manusia
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Persoalan akal dikemukakan secara khusus dalam Alquran. Kata akal dalam bahasa Arab aql, disebutkan Alquran sebanyak 49 kali.
Bahkan banyak ayat yang mendorong agar manusia memaksimalkan penggunaan akalnya guna menuju kehidupan dunia akherat yang lebih baik.
Pakar tafsir Alquran, Prof M Quraish Shihab, dalam buku Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-Batas Akal dalam Islam menjelaskan kata akal sendiri, mengutip pendapat Imam Ghazali, memiliki banyak pengertian.
Akal merupakan potensi yang membedakan manusia dari binatang dan yang menjadikan manusia mampu menerima berbagai pengetahuan teoritis. Selain itu, akal juga adalah pengetahuan yang dicerna oleh seorang anak yang telah mendekati usia dewasa. Akal dapat pula dimaknai sebagai pengetahuan yang diperoleh seseorang berdasar pengalamannya yang pada gilirannya memperhalus budinya.
Meski demikian, ada batasan-batasan yang perlu diketahui terkait keberadaan akal ini. Seperti dikutip dari QS l-Mulk ayat 10, disebutkan kata na'qil (kami berakal), menurut mantan Menag RI tahun 1998 ini, sesuai dengan makna kebahasaannya yakni aql (akal) yang artinya tali pengikat."Ia adalah potensi manusiawi yang fungsinya sebagai tali pengikat yang akan menghalanginya terjerumus ke dalam dosa."
Akal semacam itulah mestinya harus diupayakan untuk meraihnya, karena dapat menyelamatkan seseorang kelak. Sebab tanpa akal, imbunya, siapa pun pasti akan terjerumus meski memiliki pengetahuan teoritis yang mumpuni.
Begitu pula apabila yang dimaksudkan akal merupakan potensi berpikir manusia yang mengantarnya mampu menjangkau serta memahami semua persoalan, namun harus dikatakan bahwa potensi itu tidaklah memadai.
Dijelaskan, bahwa pada setiap agama ada ajaran yang tidak mampu dicerna oleh akal dan praktek-praktek yang sifatnya ta'abbudiy yang tidak terjangkau nalar, meski tidak bertentangan dengan akal.
"Uraian-uraian yang menyangkut persoalan metafisika pun bukan dalam wilayah akal serta kemampuannya untuk mencernanya apalagi menolaknya," papar Quraish dalam bukunya.
Dia mencontohkan, ada manusia mau melihat Tuhan, tapi melihat matahari saja tidak sanggup karena pasti yang bisa dilihat hanya cahayanya. "Cahayanya pun kita tidak bisa tangkap berlama-lama. Ini menunjukkan bahwa manusia angkuh," tukas dia kemudian.
Oleh karenanya, dalam kaitan ini, Quraish sekali lagi menekankan bahwa Dzat Tuhan tidak terbatas. Di mana pun manusia berada, Tuhan ada di situ. "Dia mengetahui anda dan senantiasa mengawasi. Kalau saya berkata tidak ada Tuhan, maka saya tidak bisa menerima bagaimana sesuatu bisa ada sedang tidak ada yang mengadakannya."
Selanjutnya dikenal pula rasional, ini merupakan yang terjangkau dan dibenarkan oleh akal. Ada juga irasional, yaitu bertentangan dengan akal dan ada yang dinamakan supra-rasional yang adalah hakikat yang benar namun tidak dapat dicerna akal.
Maka dari itu ungkapnya, akal memiliki wilayahnya, demikian juga agama. Keduanya harus saling mengakui dan tidak boleh dipertentangkan."Sebab begitu dipertentangkan, maka pasti salah satunya keliru," kata mantan Dubes RI untuk Mesir, Djibouti, dan Somalia ini seraya menambahkan, bahwa ada perbedaan antara sesuatu yang bertentangan dengan akal dan sesuatu yang belum dimengerti akal.
Jadi pada intinya, akal pikiran serta logika hanya dapat menjangkau hal-hal yang bersifat lahir dan nyata bagi pandangan manusia. Sementara hal-hal yang bersifat ghaib dan bathin serta rahasia di balik kata-kata, tukasnya, itu semua jika tidak dijelaskan oleh Allah SWT atau Rasulullah SAW, maka akal manusia akan sulit dan mustahil untuk menjangkaunya.