Inilah Kesenian yang Dipilih Wali Songo untuk Berdakwah
Sekurang-kurangnya, tiga jenis kesenian ini menjadi medium dakwah Wali Songo.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali songo adalah sembilan orang tokoh penting dalam proses Islamisasi di Pulau Jawa. Kesuksesan dakwah yang dilakukan mereka tidak lepas dari kepiawaian dalam membaca situasi sosial dan demografis penduduk setempat. Alhasil, syiar Islam dapat sampai kepada masyarakat sasaran dengan lebih mengakar.
Para pendakwah itu terdiri atas Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Berdasarkan penelitian sejarah, mereka tidak hidup pada masa yang persis bersamaan. Akan tetapi, satu sama lain memiliki keterkaitan yang erat, baik dalam hal nasab maupun relasi guru-murid.
Kelompok alim ulama itu kerap menggunakan kesenian sebagai media dakwah. Di samping itu, mereka pun melalui pendekatan kepada berbagai lapis masyarakat, mulai dari raja hingga kaum papa. Konsep tablig yang diterapkan Wali Songo selaras dengan tuntunan surah Ali Imran ayat 159, yakni agar seorang mubaligh “berlaku lemah lembut.”
Seni suluk
Suluk adalah sebuah istilah dalam dunia tasawuf. Suluk dapat diartikan sebagai berkhalwat atau menyendiri dari keramaian manusia untuk sementara. Tujuannya untuk mengintensifkan zikir kepada Allah SWT.
Berkat dakwah Wali Songo, suluk akhirnya masuk dalam khazanah sastra Jawa. Dalam konteks ini, suluk merupakan nyanyian dalang yang dibawakan untuk menimbulkan suasana tertentu. Karena itu, teks suluk tidak bisa dibaca secara datar-datar saja. Ia harus menggunakan nada naik atau turun, seiring dengan emosi yang hendak diekspresikan.
Suluk sebagai sebuah karya seni dipopulerkan oleh Sunan Bonang ketika berdakwah pada abad ke-15. Salah satunya adalah Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab As-Shidiq karya Abu Said al-Khayr.
Pertunjukan wayang
Kesenian wayang pada awalnya bernuansa Hindu-Buddha. Bagaimanapun, kalangan Wali Songo memandang bentuk kesenian itu dapat menjadi alat yang efektif untuk syiar Islam. Maka, sejumlah lakon wayang diubah atau dimodifikasi menjadi islami. Hasilnya, jalan ceritanya menuturkan kisah-kisah para nabi, rasul, serta orang-orang saleh dalam khazanah Islam. Pesan moralnya pun sarat akan anjuran tentang tauhid, tasawuf, akhlak dan sebagainya.
Dulu, wayang dipertunjukkan di masjid. Masyarakat non-Muslim bebas untuk menyaksikan, tetapi dengan syarat. Misalnya, mereka harus berwudhu terlebih dahulu dan mengucapkan syahadat sebelum memasuki masjid. Dengan begitu, mereka mengenal amalan-amalan Islam.
Tembang permainan
Salah seorang Wali Songo, Sunan Giri, menggunakan permainan sebagai medium berdakwah. Beberapa permainan anak-anak yang diciptakannya ialah jemblongan, jelungan, dan juga tembang-tembang syair. Nyanyian liris itu bahkan populer hingga saat ini, semisal Ilir-ilir atau Padang Bulan. Liriknya sarat akan pesan keislaman.
Adapun prinsip permainan jelungan adalah si pemenang bersembunyi, sementara pemain yang kalah berusaha mencari pemain lain tanpa harus berada terlalu jauh dari pangkalan atau pokok pohon yang sudah ditentukan. Filosofinya, seorang yang berpegang teguh pada tauhid akan selamat dari ajakan setan atau iblis yang dilambangkan sebagai pemburu.