Apa yang Membuat Bumi Semakin Panas?
Bulan lalu merupakan Mei terpanas dalam catatan sejarah.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bulan demi bulan, suhu udara bumi semakin panas. Ilmuwan dan pembuat kebijakan iklim memperingatkan suhu bumi kemungkinan besar akan melewati target yang ditetapkan dalam pembicaraan iklim Paris tahun 2015 lalu.
Memahami dampak iklim ekstrem mungkin merupakan tantangan bagi sebagian orang. Berikut ini apa yang dikatakan para ilmuwan.
Badan pemantau iklim Uni Eropa, Copernicus mendeklarasikan bulan lalu merupakan Mei terpanas dalam catatan sejarah. Menyusul bulan-bulan sebelumnya yang juga menjadi bulan terpanas.
Dalam laporan terpisah Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memperingatkan terdapat kemungkinan 50 persen suhu rata-rata dunia dari tahun 2024 sampai 2028 akan melampaui 1,5 derajat Celsius, ambang batas pemanasan global yang disepakati dalam Perjanjian Paris.
Sekelompok 57 ilmuwan juga merilis laporan di jurnal Earth System Science Data yang mengatakan pemanasan global pada tahun 2023 sedikit lebih cepat dibandingkan 2022. Para ilmuwan tidak terlalu terkejut dengan temuan ini.
Banyak ilmuwan iklim yang mengatakan tren pemanasan global sesuai dengan apa yang telah mereka pelajari dan prediksi berdasarkan naiknya tingkat karbon dioksida yang disebabkan penggunaan bahan bakar fosil.
Badan Oseania dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) mengatakan gas yang terperangkap di atmosfer pada tahun 2023 mencapai tingkat tertingginya. NOAA mengatakan karbon dioksida yang merupakan gas rumah kaca yang paling melimpah dan penting yang dihasilkan aktivitas manusia pada tahun 2023 meningkat mencapai jumlah tertinggi ketiga dalam 65 tahun pencatatan.
Perubahan iklim yang ditimbulkan aktivitas manusia mengakibatkan perubahan cuaca ekstrem, badai semakin tidak bisa diprediksi dan gelombang panas dalam waktu lama di sejumlah wilayah.
Gelombang panas yang melanda Asia...lanjut baca >>>
Gelombang panas yang melanda Asia memaksa Filipina meliburkan sekolah, menewaskan beberapa orang di Thailand dan mendorong suhu panas hingga tingkat tertinggi di Indonesia, Malaysia, Maladewa dan Myanmar.
Gelombang panas yang berlangsung selama berpekan-pekan di India bulan lalu juga menewaskan puluhan orang dan memaksa sekolah-sekolah di liburkan. Para ilmuwan mengatakan kehidupan tidak akan berakhir bila suhu bumi di atas 1,5 derajat Celsius, tapi mempersulit kehidupan.
Penelitian PBB sebelumnya menunjukkan bila suhu bumi di atas 1,5 atau mencapai 2 derajat Celsius, maka akan terjadi perubahan ekosistem besar-besaran. Dampak yang ditimbulkan seperti hilangnya terumbu karang dan es laut di Artik, punahnya sejumlah spesies flora dan fauna, dan memburuknya fenomena cuaca ekstrem mematikan dan menghancurkan infrastruktur.
"Ambang batas Paris bukan angka ajaib. Mencapai tingkat pemanasan rata-rata itu selama beberapa tahun tidak akan meningkatkan dampak dari apa yang sudah kita saksikan," kata ilmuwan di Woodwell Climate Research Center di Massachusetts, Jennifer Francis.
Ilmuwan iklim berpendapat penggunaan bahan bakar fosil harus dikurangi untuk menghindari konsekuensi terburuk dari perubahan iklim. Pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, gas dan batu bara merupakan kontributor utama pemanasan global yang disebabkan aktivitas manusia.
"Sampai tingkat konsentrasi gas rumah kaca turun, kami akan terus melihat suhu udara tembus rekor, bersamaan dengan semakin sering dan intensnya peristiwa-peristiwa cuaca ekstrem," kata Francis.
Energi terbarukan tumbuh dengan cepat tapi masih perlu tumbuh lebih cepat. Efisiensi sedang dipelajari, dikembangkan, dan diterapkan di seluruh perekonomian seperti dalam cara menghangatkan rumah dan bangunan, memasak dan memproduksi semen. Tapi ilmuwan mengatakan adaptasi harus segera dilakukan.