Soal Tambang, Gus Falah: Jangan Ragukan NU
Pengamat menilai, Perpres No 70 Tahun 202 bertentangan dengan UU Minerba.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru menilai kualitas sumber daya manusia (SDM) organisasi Nahdlatul Ulama (NU) memiliki kemampuan yang mumpuni dalam pengelolaan tambang negara.
"Jangan meragukan kompetensi SDM NU. Di NU ada banyak profesor dan secara organisasi ada badan badan yang menangani ekonomi sektoral, termasuk energi," kata Nasyirul Falah Amru dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (8/6/2024).
Hal tersebut, menurut pria yang akrab disapa Gus Falah, memungkinkan NU berperan dalam pengelolaan tambang sesuai dengan kebijakan Presiden RI Joko Widodo yang memberikan hak tersebut kepada organisasi kemasyarakatan (ormas).
Gus Falah menjelaskan, sedari awal NU sudah memiliki perangkat organisasi yang lengkap di bidang pengelolaan perekonomian, energi, dan pertambangan. Gus Falah menilai, tokoh yang mengisi posisi tersebut pun berlatar belakang pendidikan profesor sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan pemanfaatan tambang dalam negeri.
Selain NU adalah ormas Islam yang berkualitas, Gus Falah menjelaskan, keterlibatan NU dapat mewakili masyarakat Indonesia dalam pengelolaan tambang. Hal tersebut karena keanggotaan NU tercatat mencapai 56,9 persen dari seluruh penduduk Indonesia yang totalnya 280 juta jiwa.
"Dalam kebijakan afirmatif, sangat layak untuk dilibatkan dalam pengelolaan pertambangan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara,"kata Gus Falah.
Oleh karena itu, Gus Falah meminta masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan pengelolaan tambang di tangan ormas Islam, terutama NU.
IUPK PBNU terbit pekan depan..
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang sebelumnya sudah diajukan oleh PBNU di wilayah tambang Kalimantan Timur, segera terbit pada pekan depan.
Ia menyampaikan izin yang diberikan kepada PBNU tersebut, merupakan bekas wilayah izin usaha pertambangan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (WIUP PKP2B) yang sebelumnya dikelola oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC). "Saya sudah membaca beberapa rilis PBNU, dan betul mungkin kalau tidak salah minggu depan sudah selesai urusannya," ujar Bahlil di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, percepatan proses perizinan tambang bagi PBNU tersebut bertujuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, melalui peningkatan peran ormas."Kalau NU sudah jadi, sudah berproses. Saya akan pakai prinsip karena ini untuk tabungan akhirat, lebih cepat lebih baik," kata dia.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan, Bisman Bakhtiar turut berbicara mengenai isu Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) mengelola tambang. Keputusan Presiden Joko Widodo itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang ditetapkan pada Kamis 30 Mei 2024.
Dalam beleid tersebut, terdapat aturan yang membuka peluang bagi ormas untuk memiliki wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Itu tertuang dalam pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024. Menurut Bisman, ini bukan hal baru.
Pada 2023 lalu, ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 Tahun 2023. Peraturan tersebut, jelas Wisman sebenarnya berisi badan usaha bisa diberikan penawaran, dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Kementeriana Investasi atau Kepala BKPM. Kemudian, PP No 25 Tahun 2024 pun keluar. Ia menilai secara normatif, ketentuan tersebut menyalahi Undang-Undang Minerba. Mengapa demikian?
"Karena Undang-Undang Minerba itu jelas menyebut Badan Usaha (swasta) yang mengakses IUP (Izin Usaha Pertambangan) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), harus dilakukan dengan cara lelang," kata Bisman saat dihubungi Republika.