Minta Pemblokiran Rekening Dicabut, SYL Klaim Ingin Nafkahi Keluarga
Majelis hakim masih membutuhkan barang bukti terkait blokir rekening SYL.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) memohon kembali kepada majelis hakim agar pemblokiran terhadap rekeningnya dicabut. SYL menjamin rekening yang dimaksud tidak ada kaitannya dengan perkara dugaan korupsi yang menjeratnya.
Hal itu disampaikan ketua tim kuasa hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen dalam sidang lanjutan di pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu (12/6/2024). Koedoeboen menegaskan SYL ingin tetap menafkahi keluarganya.
"Yang Mulia, mohon izin, terkait dengan apa yang pernah dimohonkan oleh klien kami, soal pembukaan rekening untuk menafkahi kehidupan keluarga. Maka, mohon berkenan kami akan menyampaikan suratnya kepada yang mulia untuk dipertimbangkan," kata Koedoeboen dalam sidang tersebut.
Atas permintaan itu, hakim ketua Rianto Adam Pontoh menyebut, jadwal persidangan masih berlangsung. Sehingga majelis hakim masih membutuhkan barang bukti.
"Tapi kalau memang sudah tidak ada relevansinya dengan pemeriksaan perkara ini dalam hal pembuktian, tentunya kami akan ambil sikap ya kan," ujar Rianto.
Rianto juga berpesan supaya Jaksa KPK memperhatikan permintaan kubu SYL itu. Dengan demikian nantinya dapat dicek apakah rekening yang diajukan pencabutan blokirnya ini merupakan barang bukti yang diajukan oleh penuntut umum dalam persidangan atau bukan.
"Kalau masih barang bukti dan dalam sitaan, dalam pemblokiran, masih dibutuhkan untuk pemeriksaan perkara ini. Tentunya lain ceritanya, kan gitu. Kalau nggak dibutuhkan lagi, kami akan ambil sikap, begitu ya," ujar Rianto.
Sebelumnya, JPU KPK mendakwa SYL melakukan pemerasan hingga Rp 44,5 miliar. Sejak menjabat Mentan RI pada awal 2020, SYL disebut mengumpulkan Staf Khusus Mentan RI Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta dan ajudannya, Panji Harjanto.
Mereka lantas diminta melakukan pengumpulan uang "patungan" dari semua pejabat eselon I di Kementan untuk keperluan SYL. Perkara ini menjerat Syahrul Yasin Limpo, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e, atau Pasal 12 Huruf F, atau Pasal 12 huruf B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.