Jelang Idul Adha, Israel Masih Terus Bombardir Gaza
Tak ada baju baru dan mainan untuk anak-anak Gaza menjelang Idul Adha.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Menjelang perayaan Idul Adha pekan depan, tentara penjajahan Israel (IDF) masih terus membombardir Jalur Gaza, menewaskan warga sipil dan memperluas bencana kelaparan. Hari yang mestinya penuh suka cita itu dibayangi kehancuran, kematian, dan kesulitan hidup akibat sembilan bulan tanpa henti serangan brutal penjajah.
Tahun lalu, warga Gaza merayakan Idul Adha penuh kegembiraan. The New Arab melaporkan saat itu, di pagi hari puluhan ribu jamaah, termasuk perempuan dan anak-anak, berbondong-bondong ke masjid dan lapangan untuk melaksanakan salat Idul Adha . Mereka saat itu mendengarkan khotbah, yang sebagian besar mendesak perlunya rekonsiliasi Palestina dan diakhirinya perpecahan di antara faksi-faksi.
Usai salat Id, warga Palestina bergegas menuju rumah jagal dan kemudian membagikan sepertiga daging kurban kepada sanak saudara dan sepertiganya kepada fakir miskin, sedangkan sepertiga terakhirnya untuk keluarga, sesuai ketentuan di agama Islam.
Di sebagian wilayah Timur Tengah, Idul Adha adalah hari raya yang biasanya lebih meriah ketimbang Idul Fitri. Perayaannya bisa berlangsung tanpa henti selama sepekan, tak seperti Idul Fitri yang biasanya langsung disusul puasa sunnah Syawal setelah hari pertama Lebaran.
Masyarakat Palestina mengungkapkan kegembiraannya bisa merayakan Idul Adha saat itu. Harapan mereka membuncah, dengan harapan tahun-tahun mendatang akan lebih baik dan masyarakat setempat dapat menikmati perdamaian politik dan kemakmuran ekonomi.
Saat itu, Idul Adha selang beberapa bulan dari pemboman Israel ke Gaza pada Agustus 2022. “Kami menantikan intervensi internasional untuk menekan Israel agar menghentikan pelanggarannya terhadap rakyat Palestina,” ujar Sameh Abu Shaaban saat itu.
Sentimen penuh harapan yang sama juga disampaikan warga Gaza lainnya, Ibrahim Shaladan, warga lain yang tinggal di Gaza. “Saat-saat yang menggembirakan seperti itu membantu anak-anak kami mengetahui bahwa kami mengadakan festival dan bahwa kami mencintai kehidupan. Sayangnya, anak-anak kami terpaksa hidup di bawah tekanan sepanjang waktu karena serangan Israel dan eskalasi di Gaza,” kata ayah empat anak berusia 43 tahun itu.
Semua harapan dan optimisme pada Idul Adha tahun lalu itu musnah saat ini. “Kami tidak punya apa-apa untuk mempersiapkan Idul Adha,” kata seorang pengungsi Palestina, Umm Thaer Naseer, kepada Aljazirah semalam.
“Anak-anak meminta ayah mereka membelikan pakaian untuk hari raya ini,” katanya di Beit Lahiya di Gaza utara. Namun, akibat serangan brutal Israel, semua barang-barang sudah melonjak tak terjangkau, mulai dari bahan pokok hingga mainan anak-anak.
“Dari mana ayah mereka membelinya? Dia telah menganggur selama delapan bulan dan berpindah dari satu tenda ke tenda lainnya… Ayah mereka hampir tidak bisa memberi makan dirinya sendiri.”
Fadi Naseer, pengungsi perang lainnya, mencatat bahwa “di masa normal”, rumah dan jalan di Gaza akan dipenuhi dekorasi menjelang Idul Adha. “Saat ini kami bahkan tidak memiliki rumah lagi, dan tidak ada apa pun untuk didekorasi”.
Sementara, tank-tank Israel terus meluncur ke bagian barat Rafah pada Kamis. Dari udara, kota itu mendapat serangan hebat dari helikopter, drone, dan artileri. Warga menggambarkan serangan itu sebagai salah satu pemboman terburuk di wilayah tersebut sejauh ini.
Serangan terhadap Rafah telah mengusir lebih dari satu juta warga Palestina yang selama ini berlindung di sana. Memaksa mereka mengungsi ke daerah-daerah yang memiliki sedikit atau tanpa akses terhadap makanan, air atau tempat berlindung. PBB telah memperingatkan bahwa lebih dari satu juta orang diperkirakan “menghadapi kematian dan kelaparan pada pertengahan Juli”.
Resolusi gencatan senjata yang disepakati di Dewan Keamanan PBB pekan lalu belum ada ujungnya. Pihak Israel sama sekali belum mengeluarkan pernyataan menerima proposal tersebut. Sementara Hamas menyatakan setuju namun mengamandemen beberapa bagian dari draf awal yang diusulkan Amerika Serikat itu.
Pasukan pendudukan Israel telah melancarkan perang genosida di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. Agresi berkelanjutan ini telah mengakibatkan terbunuhnya lebih dari 37.232 orang dan melukai 85.037 lainnya, serta ribuan korban masih terjebak di bawah reruntuhan.
Pembantaian berlanjut... baca halaman selanjutnya
Kantor berita WAFA melansir, enam warga sipil, termasuk seorang anak, syahid semalam dalam serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di Kota Gaza. Koresponden WAFA melaporkan bahwa pesawat tempur Israel menargetkan sebuah rumah di kawasan Jalan Nafeq Kota Gaza dengan dua rudal.
Serangan tersebut mengakibatkan terbunuhnya enam orang, termasuk seorang wanita dan seorang anak dari keluarga Sheikh. Para korban diangkut ke Rumah Sakit Arab Al-Ahli di kota tersebut.
Mengutip sumber lokal, WAFA melaporkan bahwa satu warga syahid dan lainnya terluka dalam serangan pesawat tak berawak Israel terhadap sekelompok orang di Jalan Kashko di lingkungan Al-Zaytoun di Kota Gaza.
Selanjutnya, pesawat tempur Israel mengebom lingkungan Al-Shuja'iya di timur Kota Gaza, mengakibatkan terbunuhnya satu warga dan melukai empat lainnya.Dalam insiden lainnya, dua warga syahid dan beberapa lainnya luka-luka akibat serangan udara Israel di lingkungan Tel Al-Sultan di Rafah barat, yang terletak di selatan Jalur Gaza.
Tiga pemuda Palestina juga semalam dibunuh oleh pasukan penjajahan Israel di kota Qabatiya, sebelah utara Tepi Barat yang diduduki. Sebelumnya pada hari itu, pasukan Israel menyerbu kota tersebut, mengepung sebuah rumah, dan membombardirnya dengan rudal sebelum buldoser militer mulai menghancurkannya, menewaskan dua warga Palestina di dalamnya. Keduanya masih belum diketahui identitasnya.
Serangan gencar Israel ini juga menyebabkan konfrontasi dengan kekerasan di daerah tersebut, di mana pasukan Israel menembakkan banyak peluru tajam ke arah rumah dan orang yang lewat.
Kemarin, Philippa Greer, kepala kantor hukum badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), telah membagikan klip video pendek tentang kehancuran di Gaza. “Tak ada yang bisa Anda siapkan menghadapi pemandangan ini. Ini adalah rumah penduduk, kafe favoritnya, tamannya, sekolahnya. Hilang. Kehidupan, tempat, waktu, dan kebudayaan semuanya hancur luar dalam.”