Kepada Para Ayah, Saatnya Belajar dari Luqman
Luqman mengajarkan kepada anaknya agar jangan syirik kepada Allah.
REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi orang tua pada zaman sekarang sungguh amat su lit. Tantangan seka rang di mana jutaan informasi berseliweran bisa membuat anakanak kita terhuyung. Apakah mereka hen dak ke barat, timur, utara, atau selatan. Di sinilah aga ma di butuhkan. Lewat aga ma, anak-anak bisa berdiri di atas landasan Iman dan Islam dan ber perilaku ih san. Dia pun akan kokoh menghadapi terjangan arus informasi yang menyimpan ragam ideologi.
Tidaklah salah jika kita bela jar dari orang-orang terdahulu da lam mendidik anak-anak me reka. Salah satunya adalah Luqman al Hakim. Tokoh ini diceritakan dalam Alquran karena ke arifannya dalam mendidik anak. Luqman, yang dikisahkan oleh beberapa riwayat hamba Allah berkulit hitam, merupakan se orang ahli hikmah sehingga menjadi hamba yang bersyukur.
"Dan sungguh telah Kami berikan hikmah kepada Luqman yaitu, 'Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyu kur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk diri nya sendiri, dan barang siapa ti dak bersyukur (kufur) maka se sungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji'." (QS Luqman: 12).
Ayat ini menunjukkan betapa Allah Mahakaya, tidak memerlukan hamba-hamba-Nya. Dia tidak kekurangan meski mereka tidak mensyukuri nikmat-nik mat-Nya. Seandainya semua penduduk bumi ingkar kepada nik mat-Nya, sesungguhnya Dia Ma ha kaya dari selain-Nya, tidak ada Tuhan selain Dia. Setiap makhluk tidak menyembah selain hanya kepada-Nya.
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran ke padanya, 'Wahai anakku! Jangan lah engkau mempersekutu kan Allah. Sesungguhnya mem per sekutukan (Allah) adalah benar- benar kezaliman yang be sar'." (QS Luqman: 13).
Syirik pada hakikatnya adalah merendahkan martabat Allah. Syirik menyetarakan Allah dengan makhluk. Betapa dalam makna nasihat Luqman pada anak nya yang mengajarkan jangan syirik kepada Allah. Dr Adian Husaini dalam Pendidikan Islam menjelaskan, ini adab yang pertama kali harus ditanamkan— bukan sekadar diajarkan—kepa da diri dan keluarga kita. Yakni, adab kepada Allah SWT.
"Dan Kami perintahkan ke pada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibu nya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu." (QS Luqman: 14).
Adab kepada orang tua...
Setelah itu, Luqman menasihati agar anaknya beradab kepada orang tua, khususnya kepada ibunya. Pada era modern ini, sua tu kebahagiaan punya anak yang memiliki adab kepada orang tua. Di sini perlunya kesungguhan orang tua untuk menjadikan diri nya sebagai teladan terbaik bagi anaknya. Karena itu, menjadi sebuah kewajiban bagi orang tua untuk memahami masalah adab dan ilmu agar bisa melaksanakan kewajiban mendidik keluarganya dengan baik.
"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau me naati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kem bali kepada-Ku. Kemudian ha nya ke pada-Ku tempat kemba li mu, ma ka akan Aku beritahu kan kepada mu apa yang telah kamu kerjakan." (QS Luqman: 15).
Dalam rangkaian pelajaran me ngenai akidah, ada bab toleransi yang harus selalu dipatuhi oleh seorang anak meski orang tuanya bukanlah Muslim. Meski anak itu dilarang untuk menaati keduanya jika memaksa mempersekutukan Allah, hubungannya dengan orang tua jangan sam pai rusak. "Wahai anakku! Sungguh jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, nisca ya Allah akan memberinya balas an. Sesungguhnya Allah Maha halus lagi Mahateliti." (QS Luq man: 16).
Luqman kemudian menerapkan kepada anak-anaknya kesa dar an Ihsan. Allah SWT senantiasa mengawasi di manapun ma nu sia berada. Sekecil apa pun sua tu benda, dan di tempat gelap sekalipun, seperti dalam gua, Allah pasti mengetahui. Mena nam kan kesadaran Ihsan ini perlu dilakukan terus-menerus pada setiap momentum.
"Wahai anakku! Laksanakan lah shalat dan suruhlah (manusia) ber buat yang makruf dan cegah lah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk per ka ra yang penting." (QS Luqman: 17).
Pada ayat ini, Luqman mendidik anakanya agar menegakkan shalat dan menyiapkan anaknya menjadi pejuang dakwah. Dia senantiasa melaksanakan aktivitas amar makruf nahi mungkar.
Kesadaran akan tanggung jawab dan keberanian serta kesanggup an untuk mengemban tugas ini meng isyaratkan pentingnya un tuk menyiapkan anak-anak de ngan berbagai perbekalan. Khu susnya kekuatan ilmu dan fisik. Anak-anak Muslim wajib memiliki dua hal itu sehingga mereka mampu mengemban perjuangan dakwah dengan baik. Lebih baik dari generasi orang tuanya.
"Dan janganlah kamu mema ling kan wajah dari manusia (ka re na sombong) dan janganlah ber jalan di bumi dengan angkuh. Sung guh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri." (QS Luq man: 18).
Terakhir, dalam pendidikan adab kepada anaknya, Luqman meng ajarkan untuk memiliki adab yang baik terhadap sesama manusia. Anak perlu dididik adab dan sopan santun kepada sesama. Anak pun diminta jangan som bong dan angkuh kepada sesama. Rangkaian kisah Luqman itu menginspirasi kita jika pembentukan manusia beradab diutamakan dalam pendidikan keluarga dan pendidikan secara keseluruhan.
Penanaman adab memerlukan keteladanan, pembiasaan, dan penegakan disiplin. Apa pun kondisi orang tua, mereka tidak boleh lepas tanggung jawab dari pendidikan anak-anaknya.
Orang tua tidak selamanya ha rus pintar—dalam arti bergelar aka demis—untuk menanamkan adab tersebut. Kesungguhan, ke ikh lasan, dan kesabaran lebih di pe rluhkan. Di sisi lain, orang tua se baiknya menuntut ilmu agar terus mampu menjalankan fung si nya dengan baik untuk meme nuhi hak-hak anak.