Beda Sikap Legislator soal Pembentukan Pansus Haji
Evaluasi soal haji dinilai cukup dilakukan saat raker.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhyiddin dari Makkah, Arab Saudi
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Yandri Susanto tidak sepakat dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengevaluasi pelaksanaan ibadah haji 2024 berdasarkan temuan masalah oleh Timwas Haji DPR. Dia menilai, isu pansus tersebut sangat politis, karena dari sisi waktu juga tidak memungkinkan.
"Saya kira kalau Pansus, itu dari sisi waktu udah gak mungkin. Kalau untuk dari sekarang ya, karena sebentar lagi akan reses. Jadi itu sangat politis," ujar Yandri saat diwawancara di Kantor Daker Makkah, Rabu (19/6/2024).
Mantan Ketua Komisi VIII DPR ini mengatakan, masa reses DPR akan berlangsung hingga 17 Agustus 2024 mendatang. Selain itu, masa jabatan DPR sekarang juga akan segera habis.
"Setelah 17 Agustus biasanya minggu pertama itu nyusun jadwal, minggu kedua baru rapat, berarti masuk Spetember. September baru mau sidang, dan 1 Oktober berhenti DPR sekarang," ujar politisi PAN ini.
Karena itu, menurut dia, isu Pansus yang dihembuskan baru-baru ini cenderung politis. Bahkan, ia menilai yang menggaungkan isu Pansus ini tidak mengerti tentang masalah perhajian.
"Jadi menurut saya isu Pansus itu sangat politis dan mungkin juga tidak tahu banyak persoalan yang sebenarnya di ekosistem haji. Jadi perlu banyak mendalami apa yang terjadi haji, baru ngomong," kata Yandri.
"(Mereka) terlalu cari-cari masalah dan tadi sangat politis. Makanya saya yang pertama menyampaikan saya tidak setuju dengan Pansus," ujar dia.
Menurut Yandri, evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan ibadah haji yang digelar oleh Kementerian Agama cukup dibahas di Rapat Kerja Komisi atau Panitia Kerja (Panja) Haji di DPR RI.
"Cukup melalui Raker, Panja atau FGD. Karena setelah ini Menag dan Komisi VIII juga harus menyiapkan haji tahun depan," kata Yandri.
"Nah kalau kita ribut masalah politis ini apa? Terus apa yang mau dipansuskan?," jelas dia.
Yandri juga merasa heran dengan masalah haji yang disoroti Tim Pengawas DPR, khususnya terkait dengan tenda yang disediakan Pemerintah Arab Saudi hanya berukuran 10x12 meter diperuntukkan bagi 160 orang jamaah. Artinya, jatah per orang di dalam tenda itu hanya 0,8 meter.
"Ya memang kasur itu semua tenda 0,8 ukurannya. Mau tenda haji khusus, mau Mesir, mau Sudan, mau Suria, mau Afghanistan, mau Afrika, mau Indonesia ukuran kasurnya ya 0,8. Masak mau dipansuskan? Ngerti gak itu yang ngomong masalah haji," kata Yandri.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani menyebut pihaknya menyiapkan pansus untuk mengevaluasi pelaksanaan Ibadah Haji 2024. Karena, menurut Puan, Timwas Haji DPR masih menemukan banyak kebijakan yang perlu perbaikan guna meningkatkan kualitas pelayanan haji. Beberapa aspek yang menjadi perhatian Timwas Haji DPR, di antaranya terkait dengan manajemen kuota haji, petugas haji, dan anggaran haji.
Sebelumnya, Tim pengawas (Timwas) haji DPR RI menemukan kondisi tenda jamaah haji Indonesia mirip barak pengungsian di Mina, Arab Saudi.
"Kami menyesalkan buruknya pelayanan jemaah di Mina ini. Akibat tenda di bawah kapasitas, terpaksa sebagian jamaah berbaur antara jamaah laki-laki dan perempuan tanpa pembatas," kata anggota Timwas Haji DPR Wisnu Wijaya Adiputra.
Menurut dia, bahkan banyak jamaah haji tidur di luar tenda, yang sangat tidak baik untuk kesehatan, lebih-lebih buat jamaah lanjut usia. Dia meminta Kemenag harus melakukan evaluasi besar-besaran untuk memperbaiki persoalan itu.
Lanjut dia, persoalan tenda di bawah kapasitas tidak hanya menimpa jamaah haji reguler, tapi juga jamaah haji plus. Bahkan lebih parah di Maktab 111 tempat jamaah haji plus bermukim, kata dia, tenda berkapasitas 80 orang terpaksa ditempati 1.200 orang.
Selain itu, Timwas Haji DPR juga mendapati adanya jamaah yang diusir dari tenda, akibat penempatan tenda jamaah haji Indonesia yang tidak sesuai dengan maktab yang telah ditentukan. Mereka terpaksa meninggalkan tenda karena hak-haknya tidak bisa terpenuhi karena salah tempat.
"Semestinya tidak akan terjadi kalau Kemenag bisa mengantisipasi sejak awal," ucapnya menegaskan.
Salah seorang jamaah haji Dedi Karyadi dari kelompok terbang 49 asal Kota Bogor, mengungkapkan tenda yang disediakan Pemerintah Arab Saudi hanya berukuran 10x12 meter diperuntukkan bagi 160 orang jamaah.
"Artinya jatah per orang di dalam tenda itu hanya 0,8 meter. Ruang gerak kita tidak ada 1 meter. Itu pun masih tidak bisa menampung jamaah karena tenda-nya sangat sempit," ungkapnya.
Kata dia, dengan terpaksa ada jamaah yang tidur di luar tenda. Mereka juga bergiliran tiap dua jam untuk bergantian tidur di dalam tenda.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily memaparkan beberapa catatan saat melakukan inspeksi dadakan ke tenda jamaah haji Indonesia di Mina, Makkah, Arab Saudi, yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
"Di JKS 11, yang seharusnya menampung 440 orang jamaah, ternyata hanya memiliki kapasitas sekitar 380 orang. Akibatnya, sekitar 50 orang jamaah harus dipindahkan ke tenda lain," kata Ace Hasan.
Hal itu disampaikan Ace Hasan Syadzily ketika melakukan sidak ke Maktab 72 di Mina, Makkah, Arab Saudi, Senin (17/6/2024) malam waktu setempat.
Selain catatan masih terjadinya kondisi tenda jamaah melebihi daya tampung (over capacity), Ace juga memberikan catatan mengenai terbatasnya ketersediaan MCK (mandi, cuci, kakus).
Ace mengatakan jamaah haji Indonesia sering mengantre cukup panjang untuk menggunakan fasilitas MCK pada waktu-waktu tertentu, terutama menjelang shalat.
"Bahkan, kami temukan beberapa jamaah terpaksa buang air kecil di luar toilet, yang tentu saja mengganggu kenyamanan," ujarnya.
Catatan ketiga, Ace menyoroti soal kesulitan untuk mengakses tenda bagi jamaah lanjut usia (lansia) yang harus dinaiki dengan tangga.
"Di maktab 72, tenda JKS 10 dan JKS 11, jamaah lansia mengalami kesulitan untuk naik tangga. Hal ini perlu menjadi perhatian untuk menciptakan haji yang ramah lansia," katanya.
Kemudian, Ace juga menyinggung masalah ketersediaan makanan yang meskipun sudah ada perbaikan, ternyata masih banyak keluhan soal menu makanan.
Untuk itu, ia berharap DPR dan pemerintah dapat memastikan pengadaan konsumsi yang beragam dan sesuai dengan cita rasa Nusantara.
"Ada keluhan bahwa menu makanan kadang-kadang banyak, kadang-kadang sedikit, dan selama di Makkah, menunya hanya daging paha semua. Ini perlu diperbaiki ke depannya," tuturnya.
Berangkat dari temuan-temuan itu, Ace Hasan pun mengingatkan perlu adanya perbaikan untuk meningkatkan kenyamanan dan pelayanan bagi jamaah haji Indonesia ke depannya.
"Ini semua harus menjadi bahan perbaikan, terutama untuk memastikan ketersediaan toilet yang memadai dan makanan yang sesuai selera jamaah," kata dia.
Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas atau yang biasa dipanggil Gus Men menegaskan bahwa pihaknya pasti akan mengevaluasi seluruh layanan haji tahun ini. Hal ini disampaikan Gus Men menyusul adanya laporan matinya AC di tenda jamaah haji saat wukuf di Mina.
"Semua kita akan evaluasi, tidak ada yang tidak kita evaluasi demi perbaikan layanan jamaah , itu poinnya," ujar Gus Men saat ditemui usai melontar jumrah di Jamarat, Mina, Makkah, Selasa (18/6/2024).
Sejauh ini, rata-rata jamaah haji Indonesia merasa puas dengan layanan puncak haji. Kendati demikian, Gus Men akan tetap melakukan evaluasi terkait kekurangan layanan.
"Meskipun jamaah merasakan layanan yang sangat memuaskan tapii bagi kami tetap harus ada evaluasi, apapun harus dievaluasi dan evaluasi itu harus berbasis pada data," ucap Gus Men.
"Jadi termasuk katanya AC mati, di mana AC mati, kita akan segera evaluasi," kata dia.
Ketika ada masalah terkait layanan, Gus Men juga akan langsung berupaya memberikan respons cepat. Misalnya, saat mendapatkan aduan dari jamaah kloter Kuala Namu Medan (KNO) yang tidak mendapatkan tenda, Gus Men langsung mendesak masyariq agar menyediakan tenda.
"Kita langsung eksekusi. Kita mintakan pada masyariq untuk tenda mereka kita pakai. Hari ini kita menggusur tendanya perusahaan masyariq untuk dipakai oleh jamaah kita. Alhamdulillah bisa," jelas Gus Men.
"Ini kan evaluasi-evaluasi yang sifatnya responsif, tetapi ke depan supaya layanan jamaah lebih baik tentu butuh evaluasi yang lebih komprehensif," kata Gus Men.
Demi kebaikan penyelenggaraan ibadah haji, Gus Men juga tidak menolak kritik atau saran. Karena, pada intinya adalah untuk kenyamanan jamaah haji Indonesia untuk beribadah.
"Kita senang ada pengawasan, ada masukan, ada kritik, ada saran, saya kira ujungnya adalah bagaimana jamaah merasakan kepuasan layanan dari pemerintah, jamaah bisa melaksanakan ibadah dengan baik dan nyaman dan tenang, pulang dengan membawa predikat haji mabrur," jelas dia.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan bahwa keterbatasan lahan menjadi salah satu alasan jamaah haji di Mina, Arab Saudi tidak mendapatkan tenda.
“Kalau itu (jamaah haji tidak mendapatkan tenda) terjadi, saya kira memang belum ada solusi, karena memang tempatnya yang sangat terbatas, termasuk juga toilet. Saya mengusulkan itu supaya toiletnya dibuat beberapa lantai, tidak satu lantai, sehingga menghabiskan tempat, karena untuk toilet saja bisa habis banyak tempatnya sehingga harus dinaikkan di Mina itu,” katanya di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu.
Untuk mengatasi hal tersebut, Muhadjir menegaskan bahwa dirinya akan meninjau langsung ke Arab Saudi pada 3 Juli 2024, sekaligus mengevaluasi pelaksanaan ibadah haji.
“Nanti kira-kira tanggal 3 Juli saya akan ke sana (Arab Saudi) untuk mengecek dan mengevaluasi kekurangan-kekurangan yang ada,” ujar dia.
Muhadjir juga mengaku sudah memberikan arahan kepada direktur haji luar negeri terkait permasalahan tenda untuk jamaah haji tersebut.
“Memang waktu saya ke Arab Saudi ingin meninjau tetapi tidak diperbolehkan, karena masih dalam proses percepatan pembangunan, tetapi saya sudah wanti-wanti kepada direktur haji luar negeri waktu itu, agar itu mendapatkan perhatian, walaupun saya tidak bisa meninjau,” ucapnya.
Menurutnya, ada tiga titik krusial yang menjadi permasalahan jamaah haji kesulitan mendapatkan tenda, yakni di Mina, Arafah, dan Muzdalifah. Namun, skema mabit (bermalam) di Muzdalifah dengan cara murur atau melewati kawasan Muzdalifah dengan tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan) untuk langsung menuju tenda di Mina dinilai cukup membantu.
“Mina itu memang masih menjadi masalah, tetapi waktunya kan tidak lama di Mina itu, di Arafah juga sebetulnya ada masalah, tetapi kan sangat sebentar, di Muzdalifah sekarang juga ada kebijakan hanya lewat saja tidak perlu mabit kan, itu memang tiga titik krusial,” tuturnya.