Alasan Mengapa Judi Online Marak di Indonesia Menurut Studi
Kriminolog tawarkan tiga pendekatan pencegahan kejahatan judi online yang marak.
REPUBLIKA.CO.ID, Hasil studi peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Muhammad Nidhal menunjukkan, bahwa maraknya judi online di Indonesia akibat dari rendahnya literasi digital dan literasi keuangan, serta kurangnya ketegasan hukum terhadap pelaku judi online. Nidhal dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Selasa (25/6/2024), menambahkan faktor lingkungan seperti aksesibilitas yang mudah, iklan yang masif, pergaulan dan ajakan teman, serta faktor individual seperti kurangnya pemahaman terhadap risiko judi online juga turut mendorong terjadinya perilaku yang sifatnya candu.
"Literasi keuangan yang belum memadai, dorongan mencari keuntungan cepat dan kebutuhan hiburan yang sifatnya candu, menjadi penyebab utama maraknya judi online," kata Nidhal.
Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2022, literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah, baru 49,6 persen. Padahal inklusi keuangannya sudah 85 persen. Literasi digitalnya juga masih kurang, yaitu 41,48 persen.
Melihat hal ini, literasi digital dan literasi keuangan menjadi dua hal yang masih perlu ditingkatkan. Literasi digital dan keuangan yang baik dapat membantu masyarakat mengelola keuangannya untuk hal-hal produktif, terhindar dari kecanduan judi online, serta terhindar dari penipuan daring, kejahatan digital, hingga kebocoran data.
Upaya perlindungan konsumen di ruang digital, regulasi yang lebih tegas dan jelas, serta pendekatan sinergi dan kolaborasi antara pemerintah-swasta dalam peningkatan program, inisiatif edukasi, dan kampanye literasi digital dan keuangan yang terarah, diperlukan untuk mengurangi 'korban' judi online dan menciptakan ekosistem yang terbebas dari judi online ilegal, ujarnya.
Otoritas Jasa Keuangan telah mengambil langkah pencegahan seperti memperketat sistem uji kelayakan dana nasabah ke bank dan mengkonsolidasi data nasabah yang terindikasi terlibat judi online, serta bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening terkait. Nidhal memandang perlu upaya lebih untuk perlindungan konsumen, khususnya di ruang digital, terlebih saat ini regulasi perlindungan konsumen yang berlaku (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999) belum mengakomodasinya.
Selain upaya penegakan hukum yang lebih tegas dan jelas melalui pengaturan pemerintah mengenai judi online, masyarakat juga perlu berpartisipasi dalam mendukung program dan inisiatif pemberantasan judi online serta turut mencegah kasus perjudian online terus meningkat di lingkungannya masing-masing, tambahnya.
Sebelumnya, Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Josias Simon memaparkan tiga pendekatan pencegahan kejahatan judi online yang marak terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Pertama, pendekatan sosial ekonomi.
“Jadi segala macam bentuk kebijakan dalam rangka tadi (misalnya) meningkatkan ekonomi, meningkatkan kemampuan masyarakat,” kata Simon ketika dihubungi di Jakarta, Jumat pekan lalu.
Kedua, lanjut dia, pendekatan regulasi, yakni membuat regulasi yang jelas untuk mencegah terjadinya praktik judi online. Adapun pendekatan ketiga, yakni pendekatan situasional yang lebih mendekatkan kepada kelompok-kelompok sasaran atau korban judi online.
Dia menyebut pendekatan tersebut sedianya dapat dipakai untuk mencegah kejahatan pada umumnya, termasuk perjudian online maupun konvensional “Jadi online-nya ini harus ditekankan, bagaimana kemudian versi onlinenya harus muncul, dari segi pencegahan secara online,” ujarnya.
Meski demikian, dia menilai prioritas saat ini dalam memberantas judi online yang kian marak di tengah masyarakat ialah mengedepankan penanganannya terlebih dahulu. “Karena judinya sudah meluas dan dampaknya itu sudah banyak dari segi orang, kerugian, dan sebagainya, jadi memang pertama dia mesti jadi prioritas dalam penanganan,” katanya.
Menurut dia, penanganan terhadap maraknya judi online pun perlu dilakukan secara terintegrasi, tak hanya dilakukan pada tataran online, serta perlu dilakukan mulai dari tingkat pusat hingga daerah. “Jadi tidak hanya secara online penanganannya karena dampaknya yang cukup besar. Selain ya kasus hukum diselesaikan secara hukum, kemudian take down (situs judi online) oleh Kemenkominfo,” paparnya.
Dia menambahkan bahwa individu yang sudah kecanduan judi online pun bila perlu mendapatkan rehabilitasi sebagai bentuk pencegahan situasional yang didasarkan pada tingkat keparahannya. “Rehab itu bisa terkait dengan rehab medis, rehab sosial terkait dengan perilakunya yang mungkin sudah mentok kali ya mengganggu kejiwaannya, rehabilitasi psikologis segala macam,” kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto pada 14 Juni 2024. Satgas Pemberantasan Perjudian Daring juga diperkuat 26 anggota Bidang Pencegahan yang diemban pejabat berwenang lintas kementerian/lembaga, mulai dari Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kejaksaan Agung, hingga TNI dan Polri.
Satgas Pemberantasan Perjudian Daring pun mengajak seluruh komponen strategis yang ada di tengah masyarakat Indonesia, mulai dari tokoh masyarakat hingga akademisi, untuk ikut berperan mencegah sekaligus menindak praktik judi online.
"Intinya adalah kami ingin mengajak seluruh komponen strategis yang ada di masyarakat untuk ikut bersama-sama melakukan pencegahan dan penindakan terhadap praktik judi online," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) sekaligus Wakil Ketua Satgas Pemberantasan Perjudian Online Muhadjir Effendy kepada wartawan di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Sejalan dengan hal tersebut, satuan tugas yang biasa disebut Satgas Judi Online itu menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pengarahan tentang Pencegahan Perjudian Daring di Kantor Kemenko PMK dengan mengundang perwakilan komponen strategis itu, seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, perwakilan organisasi sosial, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai wadah yang mengoordinasikan langkah dalam mencegah sekaligus menindak judi online.
"Hadir tadi dari semua unsur agama yang ada di Indonesia, mulai dari Islam sampai Konghucu, ada Buddha, Hindu, kemudian Katolik, Kristen. Kemudian, ada pula dari unsur masyarakat, ada PGRI, ada MUI, ada Dewan Masjid, ada Forum Rektor, dan seterusnya," kata Muhadjir.
Menurut dia, keikutsertaan beragam pihak tersebut bernilai penting untuk mengupayakan pencegahan dan penindakan terhadap judi online yang sudah sangat meresahkan dan membahayakan keutuhan bangsa Indonesia. "Judi online ini sudah sangat-sangat meresahkan dan sangat membahayakan untuk keutuhan bangsa kita ini," kata dia.
Pekan lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi meminta seluruh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Layanan Gerbang Akses Internet (Network Access Point/NAP) untuk memutus akses komunikasi internet yang diduga digunakan untuk judi online. Budi Arie yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Satgas Pencegahan Pemberantasan Perjudian Daring, meminta NAP untuk melakukan pemutusan akses jalur komunikasi internet yang diduga digunakan untuk judi online, terutama dari dan ke Kamboja dan Davao Filipina.
"Semua upaya kita lakukan untuk pemberantasan judi online," ucap Budi Arie, Ahad lalu.
Permintaan tersebut tertuang dalam surat Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia kepada Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Layanan Gerbang Akses Internet (Network Access Point/NAP), dengan nomor surat B-1678/M.KOMINFO/PI.02.02/06/2024 tertanggal 21 Juni 2024. Dalam surat tersebut, Budi Arie meminta tindakan pemutusan akses harus dilakukan dalam waktu paling lambat 3x24 jam sejak surat itu ditandatangani.
"Melakukan pemutusan akses jalur komunikasi internet yang diduga digunakan untuk judi online terutama dari dan ke Kamboja dan Davao Filipina dalam waktu paling lambat 3 x 24 jam (hari kerja) sejak surat ini ditandatangani," bunyi surat tersebut.
Adapun jangka waktu pemutusan akses akan dievaluasi untuk segera dipulihkan apabila situasi telah kondusif. NAP juga diminta untuk melaporkan langkah-langkah pemutusan dan hasil pelaksanaannya untuk evaluasi dan tindak lanjut.