Harmoni Multisektoral Dinilai Mampu Jadi Solusi untuk Pengelolaan Sampah
Sejak 2008 silam sudah dibuat undang-undang untuk mengurangi timbunan sampah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sampah merupakan isu yang menjadi tanggung jawab bersama. Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (Ditjen PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia pada 2021 menyebutkan volume sampah di Indonesia tercatat 68,5 juta ton dan tahun 2022 naik mencapai 70 juta ton. Peningkatan timbulan sampah ini terus terjadi dengan meningkatnya pendapatan rata-rata per kapita Indonesia selama beberapa tahun terakhir.
Analis Kebijakan Ahli Pertama, Kedeputian Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kemenko Marves Makna Fathana Sabila mengatakan, bagaimana upaya Pemerintah Indonesia dalam menangani isu sampah tersebut.
Menurut Makna, sejak 2008 silam sudah dibuat undang-undang untuk mengurangi timbunan sampah, yang disusul kemudian dengan undang-undang terbaru, yaitu Peraturan Menteri LHK Nomor 75 terkait Roadmap pengurangan sampah oleh produsen. Pemerintah juga telah mengajak para pelaku usaha, terutama produsen untuk mengimplementasikan konsep ekonomi sirkular dalam menangani pengurangan timbunan sampah.
“Terkait private sector, kami juga membutuhkan dukungan mereka, karena mereka juga dapat membantu dalam mengelola sampah. Kita menyebutnya Pentahelix kolaborasi dari stakeholder,” ujar Makna, dalam webinar Katadata dan Nestlé Indonesia berjudul, “Jelajah Solusi: Kelola Sampah melalui Harmoni Multisektoral”, Selasa (25/6/2024).
Ketua KSM Sahabat Lingkungan Hendro Wibowo, salah satu narasumber pada webinar ini turut mengungkapkan perspektifnya akan solusi isu sampah di Indonesia. Sejak 2019, KSM Sahabat Lingkungan secara aktif telah mengajak warga di lingkungan Sukaluyu di Karawang, Jawa Barat untuk ikut mengelola sampah di pengolahan sampah organik di Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) Baraya Runtah.
“Pada masa pandemi lalu, timbunan sampah sangat luar biasa. KSM Sahabat Lingkungan mulai melakukan dua hal yaitu penanganan dan pengurangan sampah. Pada fasilitas TPS3R Baraya Runtah, kami melayani 4.000 rumah tangga yang menghasilkan sampah dan kami kelola secara terpadu,” kata Hendro.
Hendro menambahkan, pengelolaan sampah bisa dilakukan secara efektif dengan cara kolaborasi lintas sektor. Salah satunya adalah dengan mengajak rumah tangga untuk terlibat aktif dalam pengelolaan sampah.
“Kami melakukan pendekatan 4E untuk mengajak rumah tangga agar mau mengelola sampah yang dihasilkan yaitu ekonomi, ekologi, edukasi dan ekososial. Pada dasarnya, sampah identik dengan karakter manusia, jadi bagaimana mindset kita dalam memperlakukan sampah di rumah. Pemilahan sampah sebenarnya tidak terkait dengan kaya dan miskin, tingkat pendidikan dan lain-lain tapi lebih pada karakter bagaimana cara kita memperlakukan sampah,” ujar Hendro.
Sustainable Packaging Manager PT Nestlé Indonesia Faiza Anindita menyampaikan salah satu inisiatifnya bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Karawang dan KSM Sahabat Linkungan yang sudah dilakukan semenjak 2019 untuk membangun dan mengelola tempat TPS3R Baraya Runtah guna mengatasi persoalan sampah yang sudah menjadi isu seluruh dunia. Nestlé Indonesia meyakini bahwa kerja sama para pemangku kepentingan dibutuhkan untuk menyelesaikan tantangan ini.
Faiza menjelaskan, sejak 2018 Nestlé secara global memiliki komitmen untuk memastikan bahwa 95 persen kemasan yang digunakan harus bisa didesain untuk didaur ulang atau diguna ulang. Selain itu, juga mengurangi satu per tiga dari penggunaan resin plastik baru di tahun 2025.
Terdapat tiga strategi yang dipaparkan Nestlé Indonesia untuk mendukung upaya pemerintah dalam Peta Jalan Pengurangan Sampah, yaitu mengurangi kemasan (less packaging), membuat kemasan yang lebih baik (better packaging), dan meningkatkan sistem yang ada (better system). Kemudian, untuk mewujudkannya, setidaknya ada lima pilar untuk mengurangi (reduce), mendesain ulang (redesign), mengisi ulang dan menggunakan kembali (refill and reuse), mendaur ulang (recycle), serta mengubah perilaku (rethinking behavior).
“Kami yakin bahwa pengembangan kemasan saja tidak cukup, hal tersebut tidak bisa mengatasi seluruh masalah sampah di dunia. Jadi, kami berkomitmen untuk bisa berkontribusi atau mengembangkan infrastruktur pengelolaan sampah di negara-negara Nestlé di seluruh dunia dan mempromosikan gaya hidup yang bijak sampah,” kata dia.
Faiza menegaskan, promosi gaya hidup harus terus disinergikan supaya masyarakat dan konsumen bisa kelola sampahnya mulai dari rumah tangga. Menurut dia, banyak jenis sampah rumah tangga yang dapat didaur ulang menjadi barang yang berguna. Sampah yang sering dianggap tidak memiliki nilai guna sebenarnya masih mempunyai manfaat yang cukup besar untuk kehidupan manusia sehari-hari.
“Terdapat perspektif negatif di masyarakat, ketika berbicara mengenai barang hasil daur ulang. Jadi perlu untuk mengubah mindset tersebut, karena banyak sekali dan ada di keseharian kita. Kresek yang dianggap tidak ada nilainya, ternyata nilai daur ulangnya tinggi sekali. Yang tak kalah penting ialah bagaimana peningkatan kolaborasi supaya pemanfaatan sampah-sampah dari hulu bisa dilakukan dengan baik,” kata Faiza.
Faiza turut menuturkan bahwa kolaborasi sangat dibutuhkan dalam pengelolaan sampah, karena tidak bisa hanya melibatkan satu pihak saja. Setiap pihak memiliki porsi masing-masing dalam membantu wujudkan pengelolaan sampah supaya lebih baik lagi.