Bagaimana India berubah dari Pembela Palestina ke Pendukung Israel
India pada masa menolak pendirian negara Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, MUMBAI -- Sejak awal merdeka dari Inggris, India seperti banyak negara poskolonial lainnya adalah pendukung sengit Palestina dan penentang penjajahan oleh Israel. Namun terungkap belakangan, di bawah Perdana Menteri narendra Modi India justru memasok senjata ke Israel yang digunakan untuk melakukan genosida di Jalur Gaza. Apa yang berubah dalam 76 tahun belakangan?
Setelah memperoleh Kemerdekaan pada tanggal 15 Agustus 1947, India dihadapkan dengan isu pembagian Palestina menjadi dua negara. India, di bawah Perdana Menteri Jawaharlal Nehru, memberikan suara menentang resolusi Majelis Umum PBB tentang pembagian Palestina pada 29 November 1947.
Merujuk India Today, Pendirian Nehru didasarkan pada faktor moral dan geopolitik. Dari segi moral, Nehru mengikuti jejak mentornya, Mahatma Gandhi, yang sangat yakin bahwa orang-orang Yahudi telah melakukan kesalahan besar dalam upaya untuk "memaksakan diri mereka di Palestina dengan bantuan Amerika dan Inggris".
Menurut Gandhi, Palestina adalah milik bangsa Arab seperti halnya Inggris milik Inggris, atau Prancis milik Prancis, sebagaimana disebutkan dalam artikelnya di Harijan pada November 1938. Terlebih lagi, Nehru dan Gandhi telah melihat kengerian dari pemisahan berdasarkan agama antara India dan Pakistan. Mereka tidak ingin mendukung pertumpahan darah lagi dan percaya jika pemisahan harus dilakukan maka hal itu harus dilakukan dengan persetujuan orang-orang Arab Palestina.
Dari segi geopolitik, Nehru mengetahui bahwa sebagai negara baru, India membutuhkan dukungan asing, terutama dari negara-negara Arab yang gigih menentang pembentukan Israel. Nehru juga khawatir pemberontakan di kalangan penduduk Muslim yang besar di India jika pemerintah mendukung lahirnya Israel.
Israel akhirnya berdiri pada tanggal 14 Mei 1948. Tak lama kemudian, Israel mengirimkan surat ke negara-negara, termasuk India, meminta mereka untuk mengakui bangsa Yahudi. Meskipun India pada awalnya tidak menanggapi permintaan tersebut, India kemudian secara resmi mengakui Israel pada tanggal 17 September 1950. Namun hubungan diplomatik penuh harus menunggu beberapa dekade.
Pengakuan India terhadap Israel terjadi setelah semua negara Arab tetangga Israel menandatangani gencatan senjata dengan negara Yahudi tersebut. Bahkan negara Muslim seperti Turkiye mengakui Negara Israel pada 1949.
Korespondensi pertama Jawaharlal Nehru dengan Israel terjadi pada 1962 ketika ia menulis surat kepada Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion selama perang dengan Cina. Nehru meminta bantuan Israel dalam bentuk senjata dan amunisi, dengan ketentuan dikirimkan tanpa bendera Israel untuk menghindari ketegangan hubungan India dengan negara-negara Arab.
Namun, Ben-Gurion, meski menyatakan empati terhadap situasi India, menolak memberikan bantuan dalam kondisi seperti ini. Hanya ketika India setuju untuk menerima pengiriman berbendera Israel, Israel mulai menjalin hubungan dengan India pada tingkat yang strategis.
India kembali terpaksa menghubungi Israel selama perang pada 1971 dengan Pakistan. AS saat itu sedianya mendukung Islamabad, tetapi Israel memilih untuk menjawab permintaan bantuan India.
Dalam bukunya 1971: A Global History of the Creation of Bangladesh, sejarawan Srinath Raghavan mencatat bahwa Israel sendiri menghadapi kekurangan senjata dan tidak dapat memasok senjata secara langsung ke India. Namun Perdana Menteri Israel Golda Meir mengalihkan pengiriman yang ditujukan ke Iran ke India hanya dengan satu permintaan – menjalin hubungan diplomatik dengan imbalan senjata.
Meskipun ada bantuan Israel pada 1971, India, di bawah kepemimpinan Indira Gandhi, tetap menjadi pendukung setia perjuangan Palestina. Pemerintahan Indira Gandhi secara konsisten mendukung hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, mengutuk pendudukan Israel dan menganjurkan solusi dua negara.
Pada 1974, India secara resmi mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang dipimpin oleh Yasser Arafat, sebagai satu-satunya perwakilan rakyat Palestina yang sah. Arafat memiliki ikatan yang lebih dalam dengan Indira Gandhi, yang disebut sebagai "adik perempuanku".
Yasser Arafat mengunjungi India beberapa kali selama masa jabatan Indira Gandhi. Kunjungannya berperan penting dalam memperkuat hubungan politik dan diplomatik antara kedua pemerintah, karena India mengizinkan PLO membuka kantor di New Delhi pada 1975. Setelah Indira Gandhi dibunuh pada tahun 1984, Arafat datang ke pemakamannya. Menurut beberapa laporan, dia "menangis seperti anak kecil" di pemakaman Indira Gandhi.
Pada 1988, India menjadi salah satu negara pertama yang mengakui Negara Palestina setelah PLO mendeklarasikan kemerdekaan. Pada tahun 1996, India membuka Kantor Perwakilannya di Gaza, yang kemudian dipindahkan ke Ramallah.
Perang di Kashmir dan pergeseran sikap... baca halaman selanjutnya
Namun pada 1999, terjadi perang Kargil. Kala itu Pakistan dan India merebutkan wilayah perbatasan di Jammu-Kashmir tersebut. Kala itu, pada 3 Mei 1999, India merasa pasukan Pakistan hendak memasuki wilayah tersebut dan melancarkan serangan balasan, yang diberi nama sandi Operasi Vijay. Namun, pasukan India, yang menggunakan peralatan militer dan teknis yang sudah ketinggalan zaman, kesulitan menemukan dan menyerang tentara Pakistan yang bersembunyi di lokasi-lokasi strategis.
India meminta bantuan. Namun New Delhi menghadapi embargo teknologi, ekonomi dan senjata oleh negara-negara, yang dipimpin oleh AS, karena uji coba senjata nuklirnya pada 1998. Hanya satu negara yang secara terbuka mendukung India, yaitu Israel.
Israel, meskipun merupakan sekutu AS, membantu India dengan mortir dan amunisi, bahkan memberikan Angkatan Udara India rudal berpemandu laser untuk jet tempur Mirage 2000H miliknya.
Dalam buku The Evolution of India’s Israel Policy karya Nicolas Blarel, Israel menghadapi tekanan dari AS dan komunitas internasional untuk menunda pengiriman peralatan pertahanan ke India. Namun Israel terus maju dan mengirimkan senjata yang sangat dibutuhkan tepat waktu.
Tak hanya itu, Israel juga menyediakan foto-foto dari satelit militernya untuk mencari lokasi strategis Angkatan Darat Pakistan.
India adalah pemimpin Gerakan Non-Blok (GNB) selama era Perang Dingin dan memelihara hubungan dekat dengan dunia Arab dan Uni Soviet. Hal ini juga berarti bahwa India tidak mendukung rezim “kolonial” (seperti Israel) atau apartheid (Afrika Selatan).
Setelah perang Kargil, pemerintahan BJP yang dipimpin Atal Bihari Vajpayee mengirim Menteri Luar Negeri Jaswant Singh ke Israel untuk kunjungan bilateral pertama pada tahun 2000. LK Advani, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, juga mengunjungi Israel pada tahun yang sama.
India merasakan kebutuhan untuk memodernisasi infrastruktur pertahanannya yang rapuh setelah perang Kargil dan meminta bantuan Israel, yang terkenal dengan teknologi pertahanannya yang canggih. India menandatangani perjanjian pertahanan pertamanya dengan Israel pada tahun 2000 untuk sistem rudal permukaan-ke-udara Barak-1.
Sistem rudal Barak terutama dirancang untuk pertahanan angkatan laut, dan dimaksudkan untuk dipasang di kapal perang Angkatan Laut India. Kesepakatan tersebut tidak hanya melibatkan penjualan sistem rudal Barak tetapi juga mencakup transfer teknologi, yang memungkinkan India memproduksi rudal tersebut di dalam negeri.
Tidak hanya pertahanan, India dan Israel telah berkolaborasi di sektor lain seperti pertanian, teknologi, dan penelitian dan pengembangan. Pada 2003, Ariel Sharon menjadi Perdana Menteri Israel pertama yang mengunjungi India.
Meskipun Sharon harus mempersingkat kunjungannya karena serangan teror di Tel Aviv, Wakil Perdana Menterinya Yosef Lapid menyatakan bahwa: "India dan Israel memiliki hubungan dekat dalam bidang pertahanan dan Israel adalah pemasok senjata terbesar kedua ke India."
Era baru Modi dan Bibi... baca halaman selanjutnya
Hubungan India-Israel kemudian meroket sejak Perdana Menteri India Narendra Modi naik tampuk pada 2014. Narendra Modi yang basis dukungannya adalah kelompok nasionalis Hindu tak lagi mempertimbangkan perasaan Muslim India seperti para pendahulunya. Selain itu, di masa datang Modi terbukti punya rencana terhadap wilayah Jammu-Kashmir yang masuk bagian India. ia mencabut otonomi khusus daerah itu pada 2019 dan menerapkan darurat militer sejak itu.
Ketika Narendra Modi menjadi perdana menteri pada 2014, dia memberikan sentuhan pribadi pada hubungan India-Israel. Bahkan pada 2006, sebagai Ketua Menteri Gujarat, Modi mengunjungi Israel untuk mengikuti pameran Agritech dan memberikan pujian kepada masyarakat dan negara Yahudi.
Secara kebijakan umum, Modi, mempertahankan sikap awal India atas negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. Namun, hubungan New Delhi dengan Israel juga mencapai tingkat yang baru. Modi menjadi perdana menteri India pertama yang mengunjungi Israel pada 4 Juli 2017.
India juga tidak bersikap keras terhadap Israel di forum internasional. Hal ini terlihat ketika New Delhi abstain dalam pemungutan suara di Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang menyetujui laporan Komisi Penyelidikan Gaza pada Juli 2015. Empat puluh satu negara memilih untuk mengadopsi temuan laporan tersebut, dan India adalah salah satu dari lima negara yang abstain.
Pada 2021, India berpartisipasi dalam debat Dewan Keamanan PBB tentang bentrokan antara Israel dan Hamas.
TS Tirumurti, wakil tetap India untuk PBB saat itu, menegaskan kembali komitmen India yang “tak tergoyahkan” terhadap solusi dua negara. Namun, ia juga “mengutuk” penembakan roket “sembarangan” dari Gaza dan menyebut serangan Israel bersifat “balas dendam” dan bukan tindakan agresi.
Saat Operasi Badai al-Aqsa dilancarkan pejuang Palestina dan kemudian dibalas dengan brutal oleh Israel, Modi menegaskan sikapnya. “Rakyat India berdiri teguh bersama Israel di masa sulit ini. India dengan tegas dan tegas mengutuk terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya,” kata PM Modi dalam postingan media sosial yang mengutuk serangan tersebut.