Akui Data tak Selamat Usai Diserang Hacker, BSSN Ungkap PDNS tak Punya Back Up
Ketiadaan back up data PDNS diungkap BSSN dalam rapat dengan Komisi I DPR.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Siber Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian mengungkapkan bahwa tidak ada back up (cadangan) terhadap data-data pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 yang telah mengalami gangguan dengan serangan siber. Semestinya, data-data tersebut bisa terselamatkan jika ada cadangan data pada PDNS yang lain.
"Kami memang melihat secara umum, mohon maaf pak menteri, permasalahan utama adalah tata kelola, ini hasil pengecekan kita dan tidak adanya back up," kata Hinsa saat rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Dia mengatakan bahwa cadangan data itu diperlukan dan sesuai dengan Peraturan BSSN Nomor 4 Tahun 2021 tentang pedoman manajemen keamanan informasi sistem pemerintahan berbasis elektronik.
Menurutnya aturan itu mengharuskan adanya cadangan data. PDNS 1 berlokasi di Serpong, dan PDNS 2 berlokasi di Surabaya, serta pemerintah pun memiliki Pusat Data Nasional di Batam.
"Sejauh ini, hanya sekitar 2 persen data dari PDNS 2 yang sudah tercadangkan di Pusat Data Nasional yang berlokasi di Batam," katanya.
Saat memaparkan tidak adanya cadangan tersebut, dia lantas dikritik oleh salah satu anggota DPR yang mengikuti rapat. Menurut legislator tersebut banyak pakar teknologi informasi yang mempertanyakan hal tersebut.
"Mungkin nanti dari Kominfo yang bisa menjelaskan," kata Hinsa.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid memanggil Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan Kepala BSSN karena dalam sepekan terakhir telah terjadi keresahan di tengah masyarakat terkait adanya gangguan siber tersebut yang menyebabkan gangguan pada layanan publik.
Berdasarkan Pasal 46 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, menurutnya pengelola data wajib memberitahukan kepada masyarakat jika ada kegagalan dalam perlindungan data pribadi.
Sejauh ini, menurutnya, pemerintah dan pihaknya masih belum bisa menyatakan adanya potensi kebocoran data, namun dia menganggap kegagalan perlindungan data pribadi sudah terjadi akibat gangguan siber tersebut.