Hikmah 3 Peristiwa antara Nabi Musa dan Khidir
Sebelumnya, Nabi Musa AS selalu mengomentari setiap perbuatan Nabi Khidir AS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada suatu ketika, Nabi Musa AS menyampaikan ceramah kepada umatnya, Bani Israil. Kemudian, seorang dari para pendengar bertanya kepada saudara Nabi Harun AS itu.
"Wahai Musa, siapakah orang yang paling banyak ilmunya?" tanya dia.
Karena merasa bahwa dirinya adalah utusan Allah, maka Musa pun menjawab, "Aku."
Allah SWT langsung menegur nabi-Nya itu. Wahyu Allah turun kepadanya, memberi tahu Nabi Musa AS bahwa ada sosok yang lebih alim daripada dirinya.
Rasul dari kalangan Bani Israil ini pun menyadari kekeliruannya. Setelah memohon ampun, ia meminta kepada Allah agar dipertemukan dengan orang alim tersebut. Sebab, Musa ingin berguru kepadanya.
Allah kemudian menyuruh Nabi Musa AS untuk mengadakan perjalanan. Hingga di suatu titik dekat pantai, ia pun dipertemukan dengan sosok alim yang dimaksud, yakni Nabi Khidir AS.
Kisah Nabi Musa dan Khidir diabadikan dalam Alquran surah al-Kahfi ayat ke-60 hingga 82. Begitu pula dengan sejumlah hadis Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW menerangkan kisah ini kepada para sahabat lantaran banyaknya hikmah yang terkandung di dalamnya.
Dalam surah al-Kahfi, dikisahkan bahwa Nabi Khidir yang ditemani Nabi Musa AS berlayar dengan perahu milik seseorang yang baik kepada mereka. Namun, sesampainya di pelabuhan tujuan, diam-diam Khidir AS justru melubangi perahu tersebut. Melihatnya, Nabi Musa AS heran dan bertanya, "Mengapa engkau merusak perahu milik orang yang sudah berbuat baik kepada kita?"
Padahal, sebelumnya Nabi Musa sudah berjanji kepada Khidir bahwa dirinya tidak akan bertanya apa pun. Karena mengingat janjinya itu, Musa AS lalu meminta maaf. Dan mereka pun kembali melanjutkan perjalanan.
Keduanya lalu menyaksikan beberapa anak sedang bermain gembira. Kemudian, Nabi Khidir AS memanggil seorang anak dan membawanya ke tempat sepi. Seketika, anak itu dibunuhnya.
Menyaksikan itu, Musa AS sontak emosi. "Mengapa engkau membunuh jiwa yang tak berdosa!?"
Nabi Khidir AS lalu mengingatkannya pada janjinya untuk tak bertanya. Maka persoalan itu pun tidak diungkitnya lagi.
Perjalanan diteruskan. Kedua insan mulia ini tiba di sebuah desa. Mereka menyaksikan dinding sebuah rumah yang hampir roboh. Khidir AS lalu membetulkan dinding tersebut.
Melihat perbuatan itu, Musa AS mengomentari, "Mengapa engkau tidak meminta upah dari perbuatanmu itu kepada si pemilik rumah?"
Sampai di sini, Khidir AS akhirnya mengatakan, kebersamaan Musa AS dengan dirinya telah berakhir. Sudah tiga kali nabi Bani Israil itu bertanya kepadanya, tentang tiga perkara yang dilakukannya.
Hikmah di balik peristiwa ....
Ibnu 'Arabi dalam Fushush al-Hikam menafsirkan kisah tersebut. Musa diketahui memprotes Khidir yang menghilangkan nyawa seorang anak. Padahal, jauh sebelumnya, Musa sendiri pernah memukul seorang Mesir sehingga tidak sengaja membunuhnya.
Dengan menemani Khidir, Nabi Musa sesungguhnya diingatkan kembali bahwa ada kehendak Allah SWT di balik dua perbuatan menghilangkan nyawa itu, baik pelakunya Nabi Khidir maupun Musa sendiri.
Tentang Nabi Khidir yang melubangi kapal milik orang miskin. Perbuatan ini tampak zalim. Namun, belakangan diketahui bahwa adanya lubang itu membuat penguasa yang zalim enggan merampas kapal yang menjadi sumber mata pencaharian bagi orang papa itu.
Kisah ini sejatinya mengingatkan Musa sendiri tentang ibu kandungnya. Saat masih bayi, Musa dihanyutkan oleh ibunya ke sungai. Sekilas, perbuatan ini tampak zalim. Akan tetapi, Musa justru selamat dari peraturan Firaun yang mewajibkan bayi laki-laki untuk dibunuh.
Malahan, ibunya Musa dapat menyusui anaknya itu di lingkungan istana Firaun. Baik perbuatan Khidir maupun ibunda Musa sama-sama diilhami oleh Allah SWT.
Tentang Khidir yang membetulkan dinding rumah di suatu desa. Nabi Musa berkomentar karena orang alim itu tidak meminta imbalan dari perbuatannya itu. Akhirnya, terungkap bahwa rumah itu milik dua anak yatim. Di bawah dinding yang dibetulkan Khidir terdapat harta simpanan ayah mereka, seorang saleh lagi beriman kepada Allah SWT.
Makna kisah ini selaras dengan pengalaman Nabi Musa sendiri ketika baru tiba di Madyan, seperti dijelaskan dalam surah al-Qasas ayat 23-29. Waktu itu, Musa menolong dua putri Nabi Syu'aib dengan memberi minum kepada ternak mereka.
Tidak tebersit sedikit pun pikiran untuk meminta imbalan. Musa hanya berdoa memohon rahmat dan petunjuk kepada Allah SWT. Ternyata, ada hikmah di balik keikhlasan itu, yakni Musa akhirnya dapat bekerja untuk Syu'aib dan bahkan menjadi menantunya.