Pegi Setiawan Berpeluang Menang di Putusan Praperadilan Besok Menurut Pakar, Ini Alasannya
Sampai saat ini, pihak jaksa belum menyatakan berkas Pegi Setiawan lengkap.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra memandang pengajuan praperadilan Pegi Setiawan berpeluang besar dikabulkan oleh hakim. Pegi mempersoalkan penetapannya sebagai tersangka dalam pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky.
Azmi menyebut kasus Pegi sejak awal sudah menjadi perhatian masyarakat dimana terdapat kepentingan masyarakat terganggu. Ini termasuk ditemukan adanya catatan kejanggalan pelanggaran hukum acara pidana sejak tahap proses penyelidikan kasus ini yang sudah perlahan terungkap di ruang publik.
"Pihak jaksa juga sampai saat ini belum menyatakan lengkap berkas perkara kasus ini, poin- poin ini dapat menjadi bagian penentu peluang dikabulkan hakim praperadilan dalam kasus Pegi," kata Azmi dalam keterangannya pada Ahad (7/7/2024).
Sehingga Azmi berharap hakim berani dan aktif mengejar persesuaian fakta dan kualitas alat bukti untuk dijadikan dasar pertimbangan dan putusan hakim. Azmi mendorong hakim jangan membatasi dalam jebakan formalitas semata.
"Sebab kasus ini perlu penelusuran yang utuh atas dokumen -dokumen alat bukti , subjek hukum termasuk prosedur agar ada kepastian hukum dan tidak muncul lagi keraguan publik dalam kasus ini," ujar Azmi.
Azmi juga menilai pemeriksaan sidang praperadilan kasus ini dapat menjadi ruang pengujian dan sarana koreksi. Tujuannya agar perkara tidak berlarut -larut sekaligus mewujudkan keadilan.
"Putusan hakim ini diharapkan dapat melindungi masyarakat dari kejahatan bukan pula untuk mengabsahkan kejahatan dari pelaku sebenarnya yang tersembunyi," ujar Azmi.
Sidang putusan praperadilan kasus Pegi digelar besok (08/07/2024) di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat. Dalam gugatan ini Pegi menilai proses penetapan tersangkanya oleh polisi tak sesuai prosedur dan meminta untuk dinyatakan tak bersalah.
Kubu Pegi pun yakin bahwa mereka akan memenangkan putusan. Dalam persidangan kubu Pegi berulangkali menyoroti sejumlah bukti polisi dan keanehan hilangnya dua DPO. Hal itu dapat terlihat dari strategi menghadirkan ahli pidana Suhandi Cahaya.
Suhandi kepada hakim menilai perubahan status DPO tidak bisa dianulir atau direvisi kecuali terdapat berita acara DPO sudah ditangkap atau meninggal.
"Siapa yang berhak menetapkan DPO," tanya hakim kepada ahli di sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (3/7/2024). "Penyidik," jawab ahli Suhandi.
"Siapa yang berhak menghapus DPO, ada gak yang berhak menganulir atau merevisi," tanya hakim kembali.
"Oh itu tidak bisa," jawab ahli.
Ahli menjelaskan status DPO tidak bisa diubah jika tidak terdapat berita acara yang menyatakan DPO telah ditangkap atau meninggal dunia. "Gak bisa (berubah) kalau gak ada berita acara DPO ditangkap atau meninggal," kata dia.
Hakim tunggal praperadilan Eman Sulaeman kembali bertanya apabila orang yang ditetapkan DPO bukan pelaku. Ahli menyebut harus dilakukan terlebih dahulu gelar perkara. "Mesti gelar perkara, harus dilaporkan dalam gelar," kata ahli.
Ia mengatakan apabila kedua DPO yang dikatakan fiktif maka penilaian penyidik salah saat penetapan DPO. "Awal penetapan DPO salah," kata dia.
Seperti diketahui, polisi sebelumnya menyebut ada tiga DPO yang diburu. Namun belakangan setelah Pegi Setiawan tertangkap, dua DPO lainnya dianulir. Sementara dalam persidangan, kubu polisi masih menyebut landasan penetapan DPO.
Hal ini yang menimbulkan keanehan mengapa hanya Pegi yang dijadikan tersangka. Lagi pula, pada 2016 kediaman Pegi pernah digeledah. Tapi setelah itu tidak jelas kejuntrungannya.
Sebaliknya polisi menghadirkan saksi yang menguatkan penetapan tersangka Pegi Setiawan. Guru Besar Ahli Pidana Universitas Pancasila di Jakarta Selatan, Agus Surono menyampaikan, penetapan tersangka dalam kasus pidana minimal harus memiliki dua alat bukti dari tiga alat bukti berdasarkan Pasal 184 KUHAP. Alat bukti yang dimaksud yaitu keterangan saksi, saksi ahli, dan surat.