Hujan pada Puncak Kemarau, Begini Tafsir Meteorologi Ayat-Ayat Alquran

Alqur'an telah mengisyaratkan proses yang terjadi di dalam atmosfer sebelum hujan.

Tangkapan Layar/VOA
Badai kuat Beryl di Karibia, hujan deras di Tiongkok, India, hingga Serbia, membuat ahli cuaca mengingatkan kembali dampak perubahan iklim.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergeseran cuaca akhir-akhir ini kerap terjadi akibat perubahan iklim. Memasuki Juli yang menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai puncak kemarau pun ternyata kerap  hujan di sejumlah daerah. Perubahan tersebut bisa dijelaskan dengan ilmu meteorologi yang merupakan kajian saintifik tentang atmosfer dan berbagai proses yang berlaku di dalamnya.

Meteorologi merupakan disiplin ilmu yang menghasilkan berbagai kajian sains, seperti klimatologi (kajian tentang iklim), hidrologi, strata vegetasi, botani, zoologi, dan biogeografi. Oleh karena itu, disiplin ilmu ini membicarakan tentang banyak hal yang terkait dengan atmosfer bumi, seperti cahaya, suhu udara, arah pergerakan angin, pembentukan awan, radiasi elektromagnetik, tekanan udara, dan seterusnya. 

BACA JUGA: The Story of Samson in Islam

Dikutip dari Tafsir Alquran Tematik tentang Pelestarian Lingkungan Hidup terbitan Balitbang Kemenag, secara global beberapa ayat Alquran yang berkaitan dengan meteorologi, antara lain sebagai berikut.

  1. Surah Al-A‘rāf 7: 57
  2. An-Nahl 16: 65
  3. Al-Mu′minūn 23: 18
  4. An-Nūr 24: 43
  5. Al-Furqān 25: 48-50
  6. Ar- Rūm 30: 48
  7. As-Sajadah 32: 27
  8. Fushilat 41: 39
  9. Al-Mulk 67: 30

Kesemua ayat-ayat tersebut adalah ayat-ayat Makkiyyah, kecuali an-Nūr 24: 43 yang merupakan ayat Madaniyyah. Dalam Surah ar-Rum 30: 48, misalnya, Allah subhanahu wa taala berfirman:

"Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba- hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka bergembira." (ar- Rūm 30: 48) 

Penumpang kereta berjalan melewati genangan air di Mumbai, India, Senin (8/7/2024). Banjir setinggi sekitar 40 centimeter disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi. - (AP Photo/Rafiq Maqbool)

Pada ayat ini, Alqur'an telah mengisyaratkan tentang proses yang terjadi di dalam atmosfer sebelum hujan turun. Dimulai dengan awan bergerak (dengan bantuan angin), lalu awan membentang, kemudian bergumpal, dan hujan pun turun. 

Sementara dalam Surah an-Nūr 24: 43, sehubungan dengan fenomena hujan, terdapat isyarat yang tidak persis sama dengan isyarat pada Surah ar-Rūm 30: 48 di atas. Di dalam Surah an-Nūr Allah Ta‘ālā berfirman:

"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah- celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (QS an- Nūr 24: 43)

Baca Juga


Peran atmosfer...

Terdapat sedikit perbedaan yang saling melengkapi di antara dua ayat tentang proses turunnya hujan di atas, di mana dalam Surah an-Nūr 24: 43, proses itu dapat diringkas sebagai berikut: awan bergerak, lalu berkumpul, kemudian bergumpal/saling tindih, untuk selanjutnya hujan/salju pun turun ke bumi.

Dapat dikatakan bahwa, jika Surah ar-Rūm 30: 48 menggambarkan tentang klasifikasi awan, maka Surah an-Nūr 24: 43 menerangkan tentang proses turunnya butiran-butiran es/salju (precipitation). 

Bumi yang dihuni manusia  diselimuti oleh atmosfer, yang biasa kita sebut dengan lapisan udara (yang bila bergerak disebut angin). Atmosfer meliputi kawasan yang dimulai dari permukaan bumi sampai sekitar 560 km di atas permukaan bumi. Pertanyaannya adalah: faktor apa yang menyebabkan udara yang berada dalam lapisan atmosfer itu bergerak sehingga menjadi angin?

Di sinilah peran sinar matahari yang menciptakan tekanan udara, sehingga udara bergerak dengan aliran angin dari tempat yang memiliki tekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah, atau dari daerah yang memiliki suhu/temperatur rendah ke wilayah bersuhu tinggi. Oleh karena itu, tak berlebihan bila Prof. Manshur Hasbennabi, guru besar fisika Universitas ‘Ainus Syams, Mesir, menyebut matahari sebagai “motor penggerak angin” (dīnāmū ar-riyā), berdasarkan firman Allah subhānahu wa ta‘ālā dalam Surah an-Naba′78: 13-14.

"Dan Kami menjadikan pelita yang terang-benderang (matahari),dan Kami turunkan dari awan, air hujan yang tercurah dengan hebatnya."(an- Naba′ 78: 13-14)

Ar-Rāzī dalam tafsirnya mengatakan bahwa kata wahhāj pada ayat ke-13 di atas berasal dari madar al-wahj. Kata ini memiliki arti, antara lain, ‘panas api dan matahari’ (arr an-nār wasy-syams), sehingga wahhāj dapat dimaknai sebagai matahari yang memiliki derajat panas yang sangat tinggi. Sedangkan kata mu‘irāt pada ayat selanjutnya—berdasarkan salah satu riwayat dari Ibnu ‘Abbās, Mujāhid, Muqātil, dan Qatadah—memiliki arti angin yang menggiring awan.

Dengan demikian, ayat 13 dan 14 Surah an-Naba′ di atas memberikan suatu fakta ilmiah bahwa sinar matahari yang panas permukaannya mencapai 6000 derajat dan panas pada pusatnya mencapai 30 juta derajat, yang menghasilkan energi berupa ultraviolet 9%, cahaya 46%, dan infra merah 45%, dinamai dengan sirājaw-wahhāj (pelita yang bercahaya atau menyala).

Matahari mengandung cahaya dan panas secara bersamaan yang sangat sesuai dengan kondisi atmosfer bumi. Cahaya dan panas inilah yang menimbulkan tekanan udara sehingga bergerak menjadi angin yang berfungsi membawa dan menggiring uap air berkumpul ke atas menjadi awan untuk kemudian menjadi hujan.

Penjelasan BMKG...

Musim hujan masih mengguyur sebagian wilayah di Indonesia meski bulan Juli diprediksi sudah memasuki, bahkan mencapai puncak musim kemarau. Prediksi  BMKG mengungkapkan, puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi  Juli dan Agustus 2024.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto membenarkan prediksi bahwa sebagian besar wilayah di Indonesia telah memasuki musim kemarau. Namun demikian, menurutnya perlu diluruskan bahwa meski statusnya adalah musim kemarau bukan berarti akan tidak turun hujan sama sekali. Hanya saja , kata dia, intensitas curah hujan di bawah 50 mm / dasarian.

"Betul sebagian besar wilayah Indonesia terjadi di bulan Juli dan Agustus 2024 yaitu sebanyak 77,27%, dimana 63,95% durasi musim kemarau diprediksi terjadi selama 3 hingga 15 dasarian. Meski demikian bukan berarti dalam periode kemarau tidak ada hujan sama sekali, tetapi ada hujan meski kisaran di bawah 50 mm / dasariannya," terang Guswanto di Jakarta, Jumat (4/7) dilansir dari laman BMKG.

Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan pada layar yang menampilkan citra satelit cuaca di Kantor BMKG, Jakarta, Senin (6/5/2024). - (Republika/Putra M. Akbar)

Guswanto menyebut, dalam sepekan ke depan, masih terdapat potensi peningkatan curah hujan secara signifikan di sejumlah wilayah Indonesia. Fenomena ini disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional - global yang cukup signifikan. Diantaranya, termonitornya aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial di sebagian besar wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Sebagian besar Papua. Selain itu, suhu muka laut yang hangat pada perairan wilayah sekitar Indonesia memberikan kontribusi dalam menyediakan kondisi yang mendukung pertumbuhan awan hujan signifikan di wilayah Indonesia.

"Fenomena atmosfer inilah yang memicu terjadinya dinamika cuaca yang berakibat masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia," imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengatakan, kombinasi pengaruh fenomena-fenomena cuaca tersebut diprakirakan menimbulkan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang disertai kilat/angin kencang di sebagian besar wilayah Indonesia pada tanggal 5 - 11 Juli 2024. Wilayah yang dimaksud yaitu, Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Maluku, dan Pulau Papua.

Andri mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai terhadap kemungkinan adanya potensi hujan yang dapat mengakibatkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, banjir bandang. Utamanya masyarakat yang bermukim di wilayah perbukitan, dataran tinggi, juga sepanjang daerah aliran sungai.

 
BMKG ingatkan untuk mengantisipasi siklon tropis pada musim hujan ini. - (BMKG)

Terkait cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai angin kencang dan hujan es yang terjadi di wilayah Bedahan, Sawangan, Kota Depok pada tanggal 3 Juli yang lalu, Andri mengatakan bahwa kejadian tersebut disebabkan adanya awan Cumulunimbus (CB) yang terbentuk akibat daya angkat atau konvektif yang cukup kuat di wilayah tersebut.

Diterangkan, proses hujan diawali dengan kondensasi uap air teramat dingin melewati atmosfer di lapisan atas level beku. Es yang terbentuk umumnya memiliki ukuran besar. Pada saat kumpulan es yang besar di atmosfer turun ke area lebih rendah dan hangat, maka terjadi hujan. Hanya saja, kadang tidak semua es akan mencair sempurna dan menjadikannya hujan es, dimana suhu puncak awan CB mencapai minus 80 derajat Celcius.

"Selagi masih turun hujan, alangkah baiknya dimanfaatkan untuk menabung air. Hemat dan menggunakan air secara bijak, supaya memiliki cadangan air saat Puncak Musim Kemarau melanda wilayah kita nantinya,"ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler