Ali Moustafa Mosharafa, Sahabat Einstein yang Diduga Tewas di Tangan Mossad

Einstein berduka atas kematian Ali Moustafa Mosharafa

Ist
Ali Moustafa Mosharafa
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ali Moustafa Mosharafa merupakan sosok ilmuwan jenius asal Mesir. Kontribusi terbesar sosok kelahiran 11 Juli 1898 di Damietta, Mesir, ini adalah mengembangkan teori kuantum dan teori relativitas Albert Einstein. Dia merupakan salah satu ilmuwan terbaik dalam bidang fisika. Sayangnya, Ali Moustafa meninggal dunia pada tahun 1950. 

Mosharafa merupakan satu dari tujuh ilmuwan di dunia yang mengetahui rahasia struktur atom. Pria yang dikirim Kementerian Pendidikan Mesir ke Inggris dan mendapat gelar sarjana sains dari Universitas Nottingham pada 1920 itu, tercatat pernah menulis buku tentang teori relativitas.

BACA JUGA: Genosida Gaza Masih Terjadi, 5 Intelektual Nahdliyin Ini Malah Menghadap Presiden Israel

Baca Juga



Buku tersebut lantas dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Jerman kemudian dicetak ulang di Amerika Serikat. Dia juga menerjemahkan buku astronomi dan matematika setidaknya 10 judul buku. 

Selama 1920 hingga 1930, Mosharafa mempelajari Persamaan Maxwell dan sering bertukar surat dengan Albert Einstein. Ketika Einstein mengunjungi Mesir, ia secara khusus meminta bertemu dengan Mosharafa. Dari pertemuan itulah, rumus E sama dengan MC kuadrat dikembangkan.

Tak hanya dikenal sebagai ilmuwan ulung, Mosharafa dikenal kontribusinya dalam bidang organisasi sosial. Pria yang memperoleh gelar Phd pada 1923 dari King's College London itu percaya gurun Mesir kaya akan uranium dan dia menganggap padang pasir sebagai sumber terkaya kedua setelah Sungai Nil.

Partisipasinya terekam dalam membangun asosiasi mahasiswa dan profesor. Dia pernah didaulat sebagai presiden asiosiasi itu. Para anggotanya terdiri atas mahasiswa dan profesor pilihan terbaik. Dia mengajarkan kebebasan berbicara dan cara mengatasi masalah serta diskusi yang lebih beradab dalam asosiasi tersebut.

Untuk kali pertama, fisikawan dan juga profesor matematika terapan di Fakultas Ilmu Pengetahuan di Universitas Kairo itu mengubah sejarah dengan menerima siswa dari negara Arab lainnya. Bagi dia, pembatasan nasional dan diskriminasi gender hanyalah cara lain menebarkan kebencian dan kecemburuan.

Perhatiannya terhadap perkembangan karya ilmiah tak bisa juga dipandang sebelah mata. Dia sangat ingin menyebarkan kesadaran ilmiah pada publik. Sebagai bukti dan contoh, dia menulis beberapa artikel dan buku untuk publik tentang sains secara sederhana. Warisan intelektualnya bisa ditelusuri, seperti tertuang dalam ensiklopedia ilmiah Arab dan buku-buku tentang warisan ilmiah orang Arab.

Setidaknya sebanyak 25 makalah di jurnal dan 12 buku ilmiah terkemuka mengenai teori kuantum, teori relativitas, dan hubungan antara radiasi dan materi, berhasil dicetuskan sosok penggemar musik dan matematika ini.  Buku-bukunya yang terkenal, di antaranya We and Science, Science and Life, Atom and Atomic Bomb, Scientific Claims, dan Engeneering in Pharaohs Times.

Beberapa judul artikel dalam jurnal ilmiah yang diterbitkan, di antaranya yang pertama On the appearance of unsymmetrical commponents in the stark effect terbit pada 1922 dan yang terakhir The mass defect curves on nuclear forces 1949.

Mosharafa tertarik dengan sejarah sains, terutama yang berasal dari ilmuwan Arab pada Abad Pertengahan. Bersama muridnya, M Morsi Ahmad, dia menerbitkan buku al-Khwarizm Book the compendious book on calculation by completion and balancing atau dikenal dengan kitab al-Jabr wa al-Muqabala.

Selanjutnya...

Keluarganya dikenal sebagai orang yang saleh dan menyukai sains. Ayahnya adalah seorang sarjana agama yang bekerja di Sekolah Gamal al-Din al-Afghani bernama Mohammed Abdou.

Sejak kecil, Mosharafa dekat dengan Alquran. Dia selalu diajarkan dalam memahami ilmu sains dihubungkan dengan kehadiran Allah SWT. Meski dikenal sebagai murid paling muda di kelasnya, dia mampu menggunguli seluruh kawannya dan termasuk murid paling cerdas. Sebab kecerdasan dan karakternya, sang guru memanggilnya dengan panggilan 'tuan'.

Mosharafa pernah mendapat sertifikat murid unggul tingkat nasional pada 1910. Pada 1914, saat  berusia 16 tahun, dia mendapat gelar baccalaureate (diploma) dan dia menjadi mahasiswa termuda yang mendapatkan gelar tersebut. Pada 1917 berkat kepandaiannya dalam bidang matematika, dia dinyatakan lulus. Kemudian, Kementerian Pendidikan Mesir mengirimnya ke Inggris dan mendapat gelar Sarjana Sains dari Universitas Nottingham pada 1920.

Kemudian, Universitas Mesir memberikan beasiswa lain untuk disertasi doktornya. Dia memperoleh gelar Phd dalam waktu yang singkat pada 1924 dari King's College London.

Pada 1924, Mosharafa dianugerahi gelar doctor of science. Dia merupakan ilmuwan Mesir yang menjadi 11 orang pertama di seluruh dunia untuk memperoleh gelar itu.

Selama menempuh pendidikan di London, Mosharafa banyak menerbitkan penelitian ilmiahnya di majalah sains terkemuka. Ketika kembali ke Mesir, dia menjadi guru di Perguruan Tinggi Keguruan. Kemudian setelah Universitas Kairo dibuka, dia menjadi asisten profesor matematika di fakultas sains.

Dia belum bisa menjabat sebagai profesor karena usia minimal menjadi profesor adalah 30 tahun. Pada 1926 Mosharafa baru diangkat sebagai profesor oleh parlemen yang diketuai Saad Zaghloul.

Selanjutnya...

Parlemen Mesir memuji kualifikasinya dan kelebihannya yang melampui dekan fakultas bahasa Inggris sehingga dia dipromosikan menjadi profesor. Dia merupakan prfesor matematika terapan Mesir pertama di fakultas sains.

Setelah diangkat menjadi profesor pada 1936, dia menjadi dekan fakultas pada usia 38 tahun. Dia tetap menjabat sebagai dekan hingga meninggal pada 1950.

Mosharafa adalah orang yang pertama meminta reformasi dan pengembangan sosial berdasarkan penelitian ilmiah. Dia sangat antusias menyebarkan kesadaran ilmiah dan menulis ilmiah. 

Dia juga menentang penggunaan energi atom dalam perang dan memperingatkan agar tidak terjadi eksploitasi sains untuk dijadikan alat penghancuran.

Dia mendapat gelar 'pasha' dari Raja Farouq. Namun, dia menolak gelar tersebut karena tidak ada yang lebih berharga daripada gelar doktor sains. Sebuah laboratorium dan auditorium di Fakultas Sains Universitas Kairo, Mesir, diberikan namanya.

Keluarganya membuat hadiah tahunan berupa beasiswa atas namanya kepada siswa terpandai dalam gelar matematika. Dia meninggal dunia pada 15 Januari 1950 dalam usia 51 tahun. Namun, kematiannya masih meninggalkan rahasia hinga saat ini.

Ada teori konspirasi yang menyebutkan dia meninggal akibat operasi Mossad Israel sebagai perlawanan terhadap ilmuwan Arab terkemuka. Dunia meratapi kepergian ilmuwan besar.

Dunia sains pun mengalami kerugian besar karena kehilangan dia. Bahkan, seorang Albert Einstein pun tak percaya bahwa sahabatnya meninggalkannya lebih dulu. Dia masih meninggalkan pekerjaan rumah pengembangan energi atom yang belum selesai. Sosok ilmuan jenius dalam bidang fisika

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler