PBB dan ICJ Saja Diabaikan, Intelektual Nahdliyin 'PD' Minta Israel Hentikan Genosida?
Kunjungan lima intelektual muda Nahdliyin menghadap Presiden Israel tuai sorotan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kunjungan lima orang intelektual muda Nahdliyin ke Israel menuai sorotan publik Indonesia. Mereka diketahui menghadap Presiden Israel, Isaac Herzog, seperti terdokumentasi dalam foto yang diterima Republika, kemarin.
Tidak diketahui persis, kapan kunjungan lima orang muda Nahdliyin ini. Namun, berdasar informasi yang diperoleh Republika, mereka berada di Israel selama pekan lalu. Artinya, selagi tentara militer zionis (IDF) aktif membombardir Jalur Gaza, orang-orang Indonesia tersebut sedang beramah tamah dengan Isaac Herzog dan jajaran.
BACA JUGA: Genosida Gaza Masih Terjadi, 5 Intelektual Nahdliyin Ini Malah Menghadap Presiden Israel
Republika pada Ahad (14/7/2024) berupaya menghubungi seorang dari kelima Nahdliyin itu, yakni Gus Syukron Makmun. Namun, ia enggan berkomentar lebih lanjut tentang kunjungannya dan kawan-kawan ke Israel.
Selain Gus Syukron, tampak dalam foto itu sejumlah intelektual muda, yakni Dr Zainul Maarif, Munawir Aziz, Nurul Bahrul Ulum, dan Izza Annafisah Dania. Melalui akun media sosialnya, @zenmaarif, Dr Zainul Maarif mengungkapkan kesannya mengunjungi Israel dan bertemu langsung dengan presiden entitas zionis tersebut. Itu melalui tulisan singkatnya yang diberi judul, "BERBINCANG LANGSUNG DENGAN PRESIDEN ISRAEL."
"Saya bukan demonstran, melainkan filsuf agamawan. Alih-alih demonstrasi di jalanan dan melakukan pemboikotan, saya lebih suka berdiskusi dan mengungkapkan gagasan," tulis akademisi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Jakarta, itu dalam akun medsos @zenmaarif.
Baca halaman selanjutnya...
"Terkait konflik antara Hamas-Israel, dan relasi Indonesia-Israel, saya bersama rombongan berdialog langsung dengan Presiden Israel, Isaac Herzog (yang duduk dengan dasi biru) di istana Sang Presiden. Semoga hasil terbaik yang dianugerahkan untuk kita semua," sambungnya.
ICJ dan PBB pun tak mempan
Kunjungan tokoh Indonesia ke Israel bukan kali ini saja, termasuk dari kalangan Nahdliyin. KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, misalnya, mengakui pernah beberapa kali lawatan ke Israel. Kunjungan itu dilakukannya sejak sebelum menjadi ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
BACA JUGA: Ali Moustafa Mosharafa, Sahabat Einstein yang Diduga Tewas di Tangan Mossad
"Saya memang sejak awal berpikir bahwa diperlukan enggagement yang komprehensif untuk merintis upaya-upaya menyelesaikan masalah, karena itu saya datang ke Israel," ujar Gus Yahya saat menjawab pertanyaan Republika dalam konferensi pers di Plaza PBNU, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Namun, yang penting dicatat, lawatan Gus Yahya ke negeri zionis itu tidak dilakukan dalam konteks ketika agresi Israel sedang memanas, seperti yang berlangsung di Jalur Gaza sejak Oktober 2023 hingga detik ini. Termasuk foto yang menampilkan dirinya bersalaman dengan Benjamin Netanyahu, perdana menteri Israel. Itu terjadi pada 2018 silam, bukan belakangan ini.
Maka, timbul pertanyaan di benak publik. Mengapa kelima tokoh muda Nahdliyin ini sengaja mengunjungi Israel pada saat yang sama ketika Jalur Gaza masih membara akibat agresi militer zionis (IDF)?
Bila memang bermaksud membangun dialog...
Bila memang bermaksud membangun dialog, seperti yang disebut Dr Zainul Maarif: "berdiskusi dan mengungkapkan gagasan", efektifkah itu untuk meredam nafsu zionis dalam melakukan genosida terhadap penduduk sipil Palestina? Apa tolok ukurnya? Apakah segera sesudah kunjungan kelima WNI itu, Israel langsung mengurangi atau bahkan setop membantai rakyat Palestina?
Menanggapi fenomena ini, intelektual muda Ismail Fahmi PhD mengingatkan, sekaliber Mahkamah Internasional (International Court Justice/ICJ) dan PBB saja tidak dipedulikan oleh Israel. Seperti diketahui, sejak IDF menggempur Jalur Gaza pada Oktober 2023 kedua lembaga yang dihormati dunia internasional itu terus menyuarakan agar Tel Aviv menghentikan aksi militernya yang telah (dan sedang) menewaskan puluhan ribu warga sipil Palestina.
Lebih lanjut, menurut pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia itu, kedatangan lima orang muda Nahdliyin itu patut dicurigai sebagai bagian dari strategi komunikasi Israel dalam merebut simpati Indonesia, sebuah negara besar dengan penduduk mayoritas Muslim. Terlebih lagi, PBNU sudah menyuarakan kecaman keras atas lawatan mereka yang menghadap Presiden Israel itu.
"Jika ICJ dan PBB saja tidak digubris oleh Israel, lalu dialog apa yang diharapkan dari lima orang perwakilan ini untuk mendukung Palestina, kalau bukan untuk agenda komunikasi publik Israel di negara mayoritas Muslim?" tulis Ismail Fahmi melalui akun X-nya, yang sudah dikonfirmasi oleh Republika, Senin (15/7/2024).