Eksekutor Pembunuhan Imam Husein Cucu Nabi SAW yang Diperdebatkan Sejarawan
Ulama berbeda pendapat siapa eksekutor Pembunuhan Imam Husein
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Siapakah sebenarnya pembunuh Husein, radhiyallahu anhu, cucu Nabi Muhammad SAW di Karbala saat 10 Muharram?
Banyak versi yang berkembang soal peristiwa Karbala, termasuk pelaku pembunuhan Husein bin Ali bin Abi Thalib. Namun, banyak kalangan berbeda pendapat soal ini.
Sumber Syiah menyebutkan, pembunuhnya adalah Yazid bin Muawiyah bin Abu Sufyan dari Dinasti Umayyah. Sebab, saat itu ia memimpin pasukan Umayyah untuk menaklukkan daerah di sekitarnya.
Namun, ada pula versi lain yang menyatakan, penyebutan nama Yazid sebagai pelaku karena adanya kekesalan orang Syiah terhadap Muawiyah yang sejak dulu menginginkan jabatan Khalifah. Karena itulah, mereka menuduh Yazid sebagai pelakunya.
Dalam kitab Umdat at-Thalib fi Anshab Abi Thalib ditegaskan, tuduhan terhadap Yazid sebagai dalangnya sangatlah tidak tepat. Sebab, banyak bukti yang membantah tuduhan tersebut.
Imam Ath-Thabari dalam kitab sejarahnya yang berjudul Tarikhu al-Umam wa al-Muluk atau Tarikh Thabari mengutip pernyataan Muawiyah bin Abu Sufyan yang berpesan kepada anaknya, Yazid bin Muawiyah.
“Adapun Husein bin Ali, penduduk Irak sekali-kali tidak akan melepaskannya sehingga mereka mengeluarkannya untuk memberontak. Sekiranya ia keluar memberontak terhadapmu dan engkau dapat menangkapnya, maafkanlah dia karena beliau mempunyai pertalian rahim yang sangat erat dengan kita dan juga mempunyai hak yang sangat besar.”
Riwayat yang mengatakan pihak Yazid sebagai pembunuh Husein di Karbala itu berasal dari Abu Mikhnaf Lut bin Yahya. Demikian disebutkan dalam kitab A’yanusy Syiah jilid I halaman127.
Tapi, hal ini dibantah oleh sejumlah ahli sejarah lain. Imam Zahabi dalam Mizan al-I’tidal menjelaskan, ketika peristiwa Karbala ini terjadi, Abu Mikhnaf belum lahir. “Dia (Abu Mikhnaf) meninggal dunia pada 170 H,” serunya. “Ia adalah seorang pembohong besar,” ungkap Imam As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Lu'luul al-Masnuu’ah.
Pada tahun 10 Muharam tahun 61 H atau bertepatan dengan tahun 680 M, Husein bin Ali bin Abu Thalib yang diyakini sebagai imam ke-3 oleh Muslim Syiah, terbunuh dalam pertempuran di Karbala. Imam Husein wafat bersama dengan para pengikutnya oleh pasukan Yazid bin Muawiyah bin Abu Sufyan. Terbunuhnya Husein itu kemudian dikenal dengan peristiwa Karbala.
Peristiwa ini membawa dampak yang amat besar dalam sejarah perkembangan Islam. Wafatnya Husein yang tragis pada hari Asyura ini dipandang oleh sebagian kaum Muslimin, terutama dari kalangan pendukung setia ahlul bait (keturunan Rasulullah SAW) sebagai penderitaan dan penebusan terbesar dalam sejarah Islam.
Didorong oleh rasa bersalah dan semangat penebusan yang menggelora demi menjunjung tinggi Rasulullah dan keluarganya, maka peristiwa tersebut hingga hari ini diperingati secara khusus oleh orang-orang Syiah. Karenanya, hari Asyura ini lebih dikenal sebagai hari berkabungnya atas kematian Husein bin Ali bin Abi Thalib.
Pada awalnya, Asyura diperingati secara sederhana, yakni dengan berziarah ke tempat peristiwa Karbala. Namun, lama-kelamaan, peringatan ini membudaya dan berkembang di mana-mana serta dilakukan secara besar-besaran dengan memakai pakaian berkabung dan memperbanyak sedekah.
Dalam peringatan ini, sering kali juga dipentaskan drama massal yang menceritakan episode wafatnya Husein, penyesalan, dan kesiapan berkorban.
Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Bidayah wa Al-Nihayah mengungkapkan, peringatan Asyura diselenggarakan di Baghdad selama pemerintahan Mu'izz Al-Daulah dari Dinasti Buwaihiyah yang berhaluan Syiah.
Pada hari tersebut, semua aktivitas perdagangan ditiadakan dan seluruh penduduk berkeliling kota sembari menangis, meratap, dan memukul kepala. Mereka berkeliling dengan menggenakan pakaian hitam, bahkan kaum perempuannya diharuskan berpenampilan kusut.
Muharram dalam tradisi Syiah, adalah bulan mengenang tragedi. Keterangan tentang tradisi Syiah pada Muharram, terungkap Limadza Yahya as-Syiah Dzikra Asyura Mustafa Kadzhim dan Adat wa Taqalid as-Syiah fi Asyura karya Fifiyan Aqiqi.
Dalam kedua artikel itu dijelaskan secara singkat di kalangan Syiah, 10 Muharram pertama dikenal dengan bulan kesedihan dan takziah kematian Imam Husain. Di hari-hari ini, Syiah secara umum, tidak hanya Itsna Aysariyah, memperingati peringatkan Perang Karbala.
Sejak awal kalender Muharram, mereka menggunakan baju hitam, melakukan jejak ritual keagamaan Husain, majelis-Majelis takziah mengingat Husain banyak digelar di rumah, sepanjang jalan, untuk mengingat Tragedi Karbala, puncaknya pada 10 Muharram.
Mengutip Al-Majelis Al-Asyuraiyyah fi al-Ma’tam Al-Husain dan Majma’ Mashaib Ahl al-Bait, 10 hari pertama digelar majelis-majelis takziyah mengenang kematian Husain dan para syuhada dalam insiden ath-Thaf. Secara berurutan, berikut ini tradisi Syiah mengenang Husain pada 10 Hari Pertama:
1. Hari pertama atau malamnya, anjuran menangis atas musibah yang menimpa Husain.
2. Hari kedua atau malamnya membaca Sirah Husain, mengingat peristiwa dan sebab keluarnya dari Madinah
3. Hari ketiga atau malamnya mengenang Sirah Husain, mengenang peristiwa dan sebab keluarnya dari Makkah menuju Kufah
4. Hari keempat atau malamnya, undangan penduduk Kufah dan surat mereka, mengenang peristiwa perjalanan menuju Kufah
5. Hari kelima atau malamnya, Muslim bin Aqil
6. Hari keenam atau malamnya, para loyalis Husain
7. Hari ketujuh atau malamnya, al-Abbas bin Ali
8. Hari kedepalan atau malamnya, Al-Qasim bin al-Husain
9. Hari kesembilan atau malamnya, Ali al-Akbar
10. Hari kesepuluh atau malamnya, bayi yang menyusui
11. Hari kesebelas atau malamnya membaca orang yang terbunuh