Simbara untuk Komoditas Nikel dan Timah Diluncurkan, Ini Keuntungannya
Potensi royalti dari Simbara untuk Komoditas Nikel dan Timah mencapai Rp 10 triliun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem Informasi Mineral dan Batubara Kementerian/Lembaga (Simbara) untuk komoditas nikel dan timah diluncurkan pada Senin (22/7/2024). Peluncuran langsung dilakukan oleh para menteri dari Kementerian terkait di kabinet Presiden Joko Widodo.
“Hari ini launching kedua setelah launching Mineral dan Batubara pada 2022 dimana Simbara diperluas untuk komoditas nikel dan timah,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara ‘Launching dan Sosialisasi Implementasi Komoditas Nikel dan Timah melalui Simbara’ di Kantor Kemenkeu, Senin (22/7/2024).
Peluncuran turut dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Kemudian juga Plt. Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Suswantono, serta Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Sri mengatakan, Simbara merupakan ikhtiar pemerintah dalam mengelola bumi, air, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya untuk bisa diambil manfaatnya sebanyak-banyaknya. Pengelolaan SDA itu tidak bisa hanya dilakukan oleh satu kementerian, melainkan kolaborasi antar kementerian.
“Proses bisnis ini dengan sinergi akan memudahkan pelaku usaha, dan pada saat yang sama menimbulkan manfaat besar bagi Indonesia,” tuturnya.
Sri mengatakan ada berbagai manfaat dari pemberlakuan Simbara. Mulai dari mencegah ilegal mining, adanya tambahan penerimaan negara dari data analitik dan risk profiling terhadap pelaku usaha, serta penyelesaian piutang dari hasil penerapan automatic blocking system Simbara.
Manfaat itu terbukti dari tingginya penerimaan negara atas diberlakukannya Simbara. Menurut catatan Sri, Simbara memberi pengaruh signifikan pada penerimaan negara hingga seratusan triliun rupiah.
“Pada 2022 realisasi penerimaan negara dari Simbara mencapai Rp183,5 triliun, pada 2023 saat harga komoditas turun kita masih mampu menjaga penerimaan dengan nilai Rp172,9 triliun, ini 18 persen di atas target APBN, sesuatu yang sangat bagus,” jelasnya.
Menteri Koordinator Bidang Kementerian dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan adanya potensi pendapatan yang besar dari implementasi Sistem Informasi Mineral dan Batubara Kementerian/Lembaga (Simbara) untuk komoditas nikel dan timah. Potensi royalti saja mencapai Rp 10 triliun.
“Hanya dari royalti kita bisa dapat Rp 5—Rp 10 triliun,” ujar Luhut saat memberikan sambutan.
Manfaat yang diperoleh....
Luhut mengatakan, manfaat yang diperoleh dari Simbara untuk komoditas nikel dan timah tidak hanya dari segi pendapatan negara yang lebih besar. Tetapi juga ada manfaat dari segi ekologis.
“Yang lebih penting bukan penerimaan, tapi untuk masalah lingkungan. Kita juga akan langsung kaitkan kemudian masalah pekerja, jadi jangan pekerja anak-anak di bawah umur. Sehingga tambang kita itu sesuai dengan kriteria yang dimintai oleh negara-negara tempat tujuannya,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan bahwa memang potensi penerimaan negara atas implementasi Simbara cukup tinggi. Dalam implementasi Simbara yang baru diterapkan pada minerba –usai peluncuran pada 2022-, ada penerimaan negara dari berbagai manfaat.
Menurut catatan Kemenkeu, dari penerapan Simbara, negara mendapatkan penerimaan dari pencegahan atas modus illegal mining sebesar Rp3,47 triliun dan tambahan penerimaan negara yang bersumber dari data analitik dan risk profiling dari para pelaku usaha sebesar Rp2,53 triliun. Serta hasil penerapan automatic blocking system yang juga merupakan bagian dari Simbara senilai Rp1,1 triliun.
“Itu cuma batubara ya, makanya kalau sekarang dengan nikel dan timah, ini akan memberikan dampak yang disebutkan Pak Luhut, ada potensi sekitar Rp10 triliun,” tegasnya.
Indonesia diketahui merupakan salah satu produsen nikel dan timah terbesar di dunia. Cadangan nikel di Indonesia mencapai 21 juta ton, atau 24 persen dari total cadangan nikel dunia. Sedangkan cadangan timah Indonesia mencapai 800 ribu atau 23 persen dari cadangan dunia, dan menempatkan peringkat kedua dunia.
Pada 2023, volume produksi nikel Indonesia mencapai 1,8 juta metrik ton, menempati tingkat pertama di dunia dengan kontribusi 50 persen dari total produksi timah nikel dunia. Adapun volume produksi timah mencapai 78 ribu ton menempati peringkat kedua dunia dengan kontribusi 22 persen dari total timah dunia.