Bukan Serangan Drone, Ini Dugaan Kuat Penyebab Ismail Haniyeh Terbunuh
Serangan terhadap Haniyeh akibat bom yang sudah ditaruh dari 2 bulan sebelumnya.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh gugur akibat ledakan bom yang diselundupkan dua bulan sebelumnya di tempat dia menginap di Teheran. Demikian seperti dilaporkan New York Times (NYT) pada Kamis.
Laporan NYT tersebut mengutip seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya, dua pejabat Iran, dan lima pejabat Timur Tengah. Laporan ini berbeda dengan kabar sebelumnya yang menyebut Haniyeh terbunuh lewat serangan proyektil berpemandu udara.
Haniyeh dibunuh pada Rabu dini hari di dalam kamar tempat dia menginap di sebuah kompleks yang dikelola oleh Garda Revolusi Iran (IRGC) ketika dia mengunjungi Teheran untuk menghadiri pelantikan presiden. Seorang pengawalnya juga tewas dalam ledakan tersebut.
"Bom tersebut diledakkan dari jarak jauh," menurut para pejabat.
Ledakan itu mengguncang bangunan, menghancurkan beberapa jendela, dan meruntuhkan sebagian dinding luar. Demikian menurut dua pejabat IRGC.
Israel biasanya tidak mengaku bertanggung jawab secara terbuka atas pembunuhan yang mereka lakukan di Iran. Namun, Hamas, pejabat Iran, dan beberapa pejabat AS mengonfirmasi bahwa Israel bertanggung jawab atas pembunuhan Haniyeh.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pada Rabu bahwa pemerintahnya tidak mengetahui sebelumnya tentang rencana pembunuhan Haniyeh.
Dua pejabat Iran mengatakan mereka tidak tahu bagaimana atau kapan bom tersebut ditanam di kamar Haniyeh. Mereka mengatakan pemimpin Jihad Islam Palestina, Ziyad al-Nakhalah, menginap di kamar sebelah yang tidak terlalu rusak oleh ledakan, yang menunjukkan bahwa Haniyeh memang sengaja dijadikan target.
Membahayakan Yahudi
Pembunuhan kepala politik Hamas Ismail Haniyeh oleh Israel menuai kontroversi. Pembunuhan Haniyeh justru dianggap bisa berdampak buruk ke Israel.
Akiva Eldar, analis politik yang berkantor di Tel Aviv, mengatakan pembunuhan Haniyeh dan serangan mematikan di Beirut akan membahayakan nyawa orang Yahudi.
"Ini seperti membuka sarang lebah tanpa kain pelindung yang menurut Israel dimilikinya dari komunitas internasional," katanya.
Ia mengutip pembunuhan puluhan orang Yahudi pada tahun 1994 dalam sebuah pengeboman di ibu kota Argentina, Buenos Aires.
Mengenai tanggapan dari Israel, Eldar mengatakan bahwa ada 'lebih dari satu Israel'. Ada Israel pro-Netanyahu dan Israel yang sama sekali kehilangan kepercayaan pada Netanyahu.
"Keluarga para tawanan dan jutaan orang Israel yang khawatir hari ini dan bertanya pada diri sendiri bagaimana mereka bisa segera kembali ke rumah atau kita bisa mengucapkan selamat tinggal pada kesepakatan dengan Hamas dan prospek untuk mengakhiri perang ini," katanya.
"Apakah ada harapan untuk mengakhiri konflik atau apakah kita melihat eskalasi?"
Rusia mengutuk pembunuhan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh. Menurut Moskow, serangan itu sebagai pembunuhan politik yang tidak dapat diterima serta akan memperburuk ketegangan regional.
"Ini semua sangat buruk. Ini adalah pembunuhan politik yang sama sekali tidak dapat diterima dan ini akan menyebabkan eskalasi ketegangan lebih lanjut," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov kepada kantor berita milik pemerintah Rusia, RIA Novosti, Rabu.
Bogdanov juga memperingatkan bahwa apa yang terjadi akan berdampak negatif yang signifikan pada negosiasi Doha.
Kelompok perlawanan Palestina Hamas mengumumkan pada Rabu pagi bahwa Haniyeh tewas dalam serangan udara Israel yang menargetkan kediamannya di Teheran.
“Hamas berduka cita atas meninggalnya ... sang martir, Mujahid Ismail Haniyeh, kepala gerakan ini, yang tewas dalam serangan berbahaya Zionis di kediamannya di Teheran setelah menghadiri upacara pelantikan presiden baru Iran," kata mereka dalam sebuah pernyataan di Telegram.
Israel belum membuat pengumuman langsung tentang pembunuhan tersebut.
Televisi pemerintah Iran juga melaporkan kematian Haniyeh dengan menyatakan bahwa penyelidikan atas pembunuhan tersebut sedang berlangsung dan hasilnya akan segera diumumkan.
Media Iran melaporkan bahwa pemimpin Hamas itu terbunuh oleh 'proyektil berpemandu udara' yang menghantam kediaman tempat ia menginap di utara ibu kota, Teheran.
Menurut laporan, serangan itu terjadi sekitar pukul 2 pagi waktu setempat (22:30 GMT pada hari Selasa) di kediaman khusus veteran militer di utara kota.
Terbunuhnya Ismail Haniyah memicu tanda tanya, mengapa Iran tidak bisa menjaga tamu yang juga pejuang Palestina?
Abas Aslani, seorang peneliti di Pusat Studi Strategis Timur Tengah di Teheran, berbicara kepada Aljazirah tentang implikasi keamanan bagi Iran setelah pembunuhan kepala politik Hamas, Haniyeh, di ibu kotanya.
"Apa yang terjadi di Teheran merupakan hal buruk bagi aparat keamanan Iran... dan itulah sebabnya Iran entah bagaimana merasa harus menanggapi ini," kata Aslani kepada Al Jazeera.
"Ini bukan berita baik bagi aparat keamanan di Teheran," kata Aslani.
"Itulah sebabnya saya pikir pembalasan atau tanggapan dari pihak Iran mungkin tak terelakkan... Namun saya belum yakin tentang kualitas [tanggapan apa pun dari Iran]," katanya.
Ia belum tahu balasan seperti apa yang akan dilakukan Iran kepada Israel. "Namun, dari perspektif keamanan, ini sangat penting bagi Iran."
Mohsen Rezaei, anggota Dewan Kebijaksanaan dan mantan panglima tertinggi IRGC, mengatakan Israel akan "membayar harga yang mahal" atas pembunuhan Haniyeh.
"Saya menyampaikan belasungkawa atas kemartiran orang bebas, orang beriman, dan pemimpin bangsa Palestina yang bangga, Ismail Haniyeh…," katanya.
"Kemartiran ini merupakan bukti lebih lanjut tentang kekejian geng kriminal Tel Aviv, mulai dari pembunuhan wanita, anak-anak, dan orang tua Palestina serta pelanggaran hak asasi manusia hingga pelanggaran batas hukum negara dan hukum internasional dalam pembunuhan para pemimpin populer bangsa.
"Betapa bodohnya mereka yang berpikir bahwa pertunjukan kekuasaan yang tercela seperti ini dapat mengimbangi kelemahan dan ketidakberdayaan mereka dalam konfrontasi heroik dengan anak-anak Palestina yang pemberani dan tak terkalahkan. Israel akan membayar harga yang mahal," katanya.