Kenang Pemimpin Hamas, Pakistan Tetapkan Hari Berkabung Nasional
Sharif menyebut, serangan itu pelanggaran sangat jelas terhadap hukum internasional.
REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Pemerintah Pakistan pada Kamis (1/8/2024), mengumumkan hari berkabung nasional untuk mengenang pemimpin Hamas yang terbunuh, Ismail Haniyeh. Negara tersebut akan memperingati hari berkabung pada Jumat (2/8/2024), menurut sebuah pernyataan.
Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif, Rabu (31/7/2024), menyuarakan kritik yang meningkat mengenai pembunuhan Haniyeh dalam serangan rudal di ibu kota Iran, Teheran. Sharif menyebut, serangan itu sebagai "pelanggaran sangat jelas terhadap hukum internasional."
"Israel telah menginjak-injak semua hukum internasional dengan melakukan tindakan ini," kata Sharif saat berpidato di hadapan anggota parlemen aliansi yang berkuasa di Islamabad, menurut Televisi Pakistan, yang dikelola pemerintah.
Hamas dan Iran pada Rabu dini hari mengumumkan pembunuhan Haniyeh dalam serangan udara Israel yang menghantam kediamannya di Teheran. Serangan itu terjadi satu hari setelah Haniyeh menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.
Meski Israel tetap bungkam tentang kematian Haniyeh, pemimpin Israel Benjamin Netanyahu mengisyaratkan keterlibatan Tel Aviv dalam pembunuhan tersebut. Seraya menyesalkan sikap negara Barat yang bungkam atas pembunuhan Haniyeh, Sharif mengatakan pembunuhan tersebut adalah "ujian" bagi negara-negara maju.
"Netanyahu melakukan kebrutalan yang mencolok tetapi masyarakat internasional bungkam terhadap mereka," kata Sharif dikutip dari Anadolu.
Dia pun memberikan penghormatan kepada pemimpin Hamas yang terbunuh itu atas "pengorbanannya" untuk perjuangan Palestina. Sharif menyebutkan, Israel juga membunuh putra-putra Haniyeh serta beberapa anggota keluarga lainnya selama serangan gencar yang terus berlangsung di Jalur Gaza.
Beberapa partai agama dan politik mengumumkan demonstrasi di seluruh Pakistan, Jumat, untuk mengutuk pembunuhan Haniyeh. Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, dihujani kecaman internasional karena serangan brutal yang terus dilakukan di Gaza sejak serbuan 7 Oktober 2023 oleh Hamas.
Sejak itu, sedikitnya 39.445 warga Palestina tewas, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 91 ribu orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Hampir 10 bulan dalam perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza terbengkalai di tengah blokade yang melumpuhkan akses pada makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel di Mahkamah Internasinal (ICJ) dituduh melakukan genosida. ICJ telah memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di selatan Rafah, kota tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada 6 Mei 2024.