Abaikan Seruan Tiga Pemimpin Negara Eropa, Iran Bertekad Buat Israel Kapok

Iran diprediksi akan melancarkan serangan ke Israel dalam waktu dekat.

EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Wanita Iran berjalan di depan poster misil-misil dan bendera Iran di Teheran, Iran. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran menolak seruan dari tiga pemimpin dari Prancis, Jerman, dan Inggris yang meminta mereka untuk mengurungkan niat menyerang Israel. Serangan Iran ke Israel diyakini akan digelar dalam waktu dekat sebagai pembalasan atas pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran, pada 31 Juli 2024 lalu.

Baca Juga


Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, dalam sebuah pernyataan resmi dikutip Al Jazeera, Selasa (13/8/2024) mengatakan, permintaan dari tiga negara Eropa, "Minim logika politik dan kontradiktif dengan prinsip-prinsip hukum internasional" dan juga "bentuk dukungan terhadap Israel".

Kanaani menegaskan, Iran bertekad untuk membuat jera Israel dan menilai tiga negara Eropa juga untuk "bersatu dan bersama-sama menentang perang di Gaza dan menghentikan nafsu perang Israel."

Hamas sebelumnya telah menuduh Israel bertanggung jawab atas pembunuhan terhadap Ismail Haniyeh di Teheran seusai ia menghadiri pelantikan Presiden Masoud Pezeshkian. Atas tuduhan itu, Israel hingga kini tidak memberikan respons atau klaim.

Pembunuhan terhadap Haniyeh terjadi tak lama setelah Israel membunuh komandan senior Hizbullah, Fuad Shukr di Beirut, Lebanon. Atas pembunuhan itu, pejuang Hizbullah juga bertekad melancarkan aksi serangan balasan.

"Kepasiafn Dewan Keamanan PBB dan dukungan politik dan militer yang dari pemerintahan negara Barat kepada rejim Zionis adalah faktor utama di balik meluaskan krisis di Gaza," kata Kanaani.

 

 

Pada Senin (13/8/2024), pemimpin Prancis, Jerman, dan Inggris bersama-sama mendesak seluruh pihak yang berkonflik di Timur Tengah untuk mencegah eskalasi ketegangan dan berusaha memulihkan kestabilan kawasan, serta berjanji akan terus berperan dalam upaya tersebut. Desakan tersebut disampaikan dalam bentuk pernyataan bersama oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.

“Kami amat khawatir akan meningkatnya ketegangan di kawasan, dan kami bersatu dalam komitmen mewujudkan de-eskalasi dan kestabilan kawasan,” demikian pernyataan bersama tersebut, sebagaimana disiarkan melalui media sosial resmi PM Inggris di X, Senin (12/8/2024).

Mereka memuji kerja tanpa henti Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat dalam mengupayakan gencatan senjata dan pembebasan sandera serta pernyataan bersama Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi, Emir Qatar Tamim bin Hamad al Thani, dan Presiden AS Joe Biden beberapa waktu yang lalu yang mendorong dimulainya kembali negosiasi.

“Kami sepakat tak boleh ada penundaan lagi,” ucap ketiga pemimpin itu.

Macron, Scholz, dan Starmer pun menegaskan bahwa peperangan di Jalur Gaza harus segera diakhiri dan semua sandera yang masih ditahan harus segera dibebaskan. “Rakyat Gaza amat memerlukan pengantaran dan penyaluran bantuan kemanusiaan tanpa halangan apapun,” ucap mereka.

Selain itu, ketiga pemimpin itu mendesak Iran dan sekutunya mengurungkan niat melancarkan serangan balasan yang menurut mereka semakin meningkatkan ketegangan kawasan dan menutup pintu untuk mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera. Menurut mereka, pihak-pihak yang bertanggung jawab menghancurkan peluang mencapai kedamaian dan stabilitas Timteng akan mendapatkan konsekuensinya.

“Tak boleh ada negara atau bangsa yang diuntungkan dari eskalasi yang memburuk di Timur Tengah,” kata ketiga pemimpin tersebut dalam pernyataan bersama mereka.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler